Download App

Chapter 2: ternyata suami istri!

•••

Setelah skripsi yang ia kerjakan selesai, Awa berniat langsung mengumpulkan nya pada Pak Darius. Namun, saat ia hendak masuk ke dalam ruangan pak Darius, langkahnya di hentikan Oleh suara seseorang dari arah depannya.

"Kamu mau kemana?" tanya ibu Dea. Ibu Dea merupakan salah satu dosen tergalak, paling disiplin. Jangan lupa juga, beliau juga menyukai pak Darius, namun dirinya di tolak mentah-mentah oleh pak Darius.

"Saya mau ngumpulin skripsi, buk!" Awa berucap sangat pelan, ia takut jika berbicara keras pada orang yang lebih tua darinya.

Ibu Dea tersenyum kearah Awa. "Kamu sangat rajin, padahal deadline nya lusa tapi kamu udah ngumpulin sekarang." Awa bernafas lega, bagus jika ibu Dea tak bertanya macam-macam padanya.

"Makasih buk!" Awa hanya membalas dengan senyuman, ia tak tau harus berucap apa.

"Ibu permisi ya, semoga skripsi kamu di terima," ucap Ibu Dea. Awa membalas dengan anggukan.

Awa masuk ke dalam ruangan pak Darius dengan perasaan was-was, ia takut jika skripsi nya tidak sesuai dengan materi. Dengan modal bissmillah dan senyuman teduhnya, ia berani dan bisa.

"Permisi pak! Saya mau ngumpulin skripsi minggu lalu yang bapak kasih." Awa mengeluarkan kertas yang tadi ia isi dan susun.

"Taruh di situ dan kamu boleh keluar sekarang, saya lagi banyak urusan." Darius berucap tanpa melirik kearah Awa. Jika dia tau itu Awa, akan sangat sulit bagi Awa untuk keluar dari ruangan itu.

"Baik mas, eh pak!" Awa menutup mulutnya cepat dengan tangan. Kenapa dirinya bisa keceplosan gini sih, kalau seperti ini, Darius sudah pasti kenal tanpa harus melirik dirinya.

"Kamu mau kemana?" tanya Darius ketika melihat Awa yang hendak berjalan keluar dari Ruangan tersebut.

"Saya ada kelas lagi pak, permisi!" Awa hendak keluar. Namun, Darius dengan sigap menarik tangannya agar kembali menghadap dirinya.

"Gausah bohong! Selesai skripsi kamu udah gak ada mata kuliah lagi, iya 'kan?" Awa menutup wajahnya menggunakan tangan ketika wajah Darius berada 3 centimeter dari wajahnya.

"Jangan terlalu deket pak! Ntar kalau ada yang liat gimana?" tanya Awa. Darius berjalan menuju pintu dan menguncinya, agar tak ada yang bisa menganggu dirinya yang sedang bersama Awa.

"Eh! Kenapa di kunci, saya mau keluar." Awa menghampiri pintunya dan berusaha membukanya.

"Kamu sudah gak ada kelas, jadi di sini aja ya! Bantuin saya kerjain ini semua." Awa menatap miris semua tumpukan tugas yang berada di meja Darius. Ia menelan salivanya paksa, itu tugas atau gunung Tambora.

"Gak mau! Itu tugas seorang dosen lalu saya hanya seorang mahasiswi, jadi itu gak adil buat saya," tolak Awa.

"Maksudnya itu bukan ngerjain tugas-tugas nya tapi temani saya di sini, kamu cukup liat saya lalu senyum dan yang ngerjain itu saya." Awa ngangguk-ngangguk mendengar penjelasan Darius.

"Kalau gitunya boleh, saya setuju itu," sahut Awa. Darius tersenyum dan mendekat kearah Awa, posisinya semakin dekat, dan Awa bahkan merasakan deru nafas Darius.

Drttt...drrrttt...!

Darius dan Awa reflek menjauh satu sama lain karena di kagetkan oleh suara ponselnya Awa yang berada di tangannya.

"Hallo, assalamu'alaikum Lis!"

"Waalaikum salam, Wa kamu dimana? Kok aku cari keliling kampus gak ada sih?"

"Bentar Lis, aku lagi ditoilet, ntar aku nyusul kamu ya," ucap Awa.

"Yaudah, tapi cepetan ya!"

"Iya, assalamu'alaikum!"

"Waalaikumsalam," balas Listya.

Darius meraih pinggang istrinya dan memeluk nya erat. Ia tau dan bahkan sangat tau, jikalau istrinya ini akan lebih memilih menemui sahabatnya itu ketimbang menemani dirinya di sini.

"Aku ketemu Listya bentar ya mas," ucap Awa. Dia berusaha melepaskan pelukan suaminya. Namun gagal, pelukan Darius semakin erat padanya.

"Kamu lebih milih dia, dibanding suamimu sendiri?" tanya Darius dengan wajah kecewa nya. Melihat itu, Awa juga dilanda rasa bingung, antara nemenin Darius di sini atau temuin Listya di taman.

"Yaudah aku nemenin kamu di sini." Darius tersenyum senang ketika mendengar ucapan istrinya.

"Makasih sayang," ucap Darius. Awa hanya tersenyum melihat tingkah suaminya.

"Sama-sama mas," balas Awa. Dia membelai rambut hitam pekat milik suaminya dengan  penuh kasih sayang.

"Gak ada sayangnya gitu?" tanya Darius. Awa menggeleng pelan di susul oleh tawa keras dari mulut Awa.

"Kamu kenapa ketawa sayang?" Darius heran dengan istrinya itu, ia tiba-tiba saja tertawa ketika mendengar pertanyaan dari dirinya.

Awa menggeleng. "Gakpapa mas!" Awa menghentikan tawannya tesebut.

Darius membawa Awa untuk bersandar di dada bidangnya. Sungguh itu merupakan sandaran ternyaman Awa setelah kedua orang tuanya, dia tak pernah menemukan laki-laki seperti Darius ini yang ketika marah tak pernah membentak dirinya ataupun berkata kasar dan menyakiti hatinya. Bahkan menurut Awa, Darius merupakan laki-laki paling baik diantara laki-laki yang pernah ia temui dulu.

Dalam hidupnya, ia sungguh sangat bersyukur karena ditakdirkan dengan sosok laki-laki seperti suaminya itu. Jika dulu dia menolak perjodohan dengan Darius, ia tak bisa bayangkan jika harus hidup tanpa adanya Darius seperti saat ini.

"Mas," panggil Awa pelan. Darius melonggarkan pelukannya pada Awa dan menatap penuh tanya pada istrinya tersebut.

"kenapa sayang? kamu mau sesuatu atau apa?" tanya Darius.

"Maaf, aku belum bisa ngasih kamu keturunan." Awa menunduk tak berani menatap langsung wajah suaminya. Darius membelai kepala istrinya yang tertutup hijab tersebut dengan penuh sayang.

"Kadang aku suka mikir, kenapa kamu mau dengan perempuan yang tak sempurna seperti aku, padahal ada banyak di luar sana yang lebih baik dan lebih sempurna dari aku." Darius menggeleng mendengar ucapan Awa, sungguh ia mencintai dan menerima istrinya dengan apa adanya bukan karena paras dan rupa, bukan karena harta atau semacamnya.

"Jangan ngomong sembarang! Kamu cantik apa adanya dan aku mencintaimu tanpa melihat rupa atau paras, jangan pernah ucapkan kata yang tak berguna itu." Senyum Awa mengembang mendengar ucapan tulus dari suaminya.

"Aku iri dengan orang-orang di sekitar ku, mereka semua sudah mempunyai anak tapi aku---," ucap Awa. Namun, dengan cepat di potong oleh Darius.

"kamu gak boleh nyerah! Kita harus tetap berusaha dan bertawakal kepada sang Pencipta agar segera di beri amanah." Awa mengangguk patuh dengan ucapan suaminya.

"Iya, Mas! Aku juga akan berterima kasih pada rabb-ku, karena sudah mengutuskan malaikat penjaga seperti mu," ucap Awa menangis terharu.

"Loh! Kok nangis sih?" tanya Darius sembari mengusap air mata Awa. Dia mengecup kening Awa dengan begitu sayang.

"Tapi aku boleh izin ketemu sama Listya gak, Mas?" tanya Awa. Dia berharap Darius mengizinkannya untuk menemui Listya.

"Yaudah kamu boleh pergi, nanti kalau pulang aku kabarin lagi," ucap Darius. Terbitlah senyum manis di wajah Awa ketika suaminya memberi dirinya izin.

•••


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login