Download App
28.57% Lovely Kianna

Chapter 2: Bab 1 (awal temu)

Hari yang di tunggu pun tiba.

Dengan cepat Kianna mempersiapkan diri. Memakai seragam SMA yang kebesaran - sengaja agar terlihat cupu - walaupun parcuma, karena apapun yang di pakai gadis itu akan selalu terlihat sempurna di tubuh indahnya.

Rambut panjang kecoklatannya di kuncir 15 sesuai tanggal lahirnya, dia juga di haruskan memakai tas dari kantong plastik hitam.

Setelah di rasa semuanya telah siap, dia melangkahkan kakinya menuju ruang makan.

"Bi, papa mana?" tanyanya pada Bi Ratmi, pambantu sekaligus ibu kedua baginya.

"Tuan sudah berangkat pagi pagi sekali Non," jawab Bi Ratmi.

Kianna tersenyum miris.

Selalu seperti itu, Papanya selalu sibuk dengan pakerjaannya. Semenjak kepergian Ibunya 10 tahun yang lalu, Papa nya berubah menjadi sosok yang tidak di kenalnya, acuh dan tak dapat di sentuh.

Tanpa banyak kata Kianna menghabiskan sarapannya.

Setelah itu berangkat ke kampus barunya di antar Pak Adi, supir pribadinya.

Langit masih gelap ketika kakinya melangkah keluar dari mobil, namun di depannya, di sepanjang pengelihatannya sudah banyak calon mahasiswa baru yang berangkat.

"Pak, nanti nggak usah di jemput ya, aku mau naik kendaraan umum saja."

Pesannya pada Pak Adi.

Namun, Pak Adi rupanya kurang setuju dengan keinginannya.

"Tapi Non, nanti saya di marahi Tuan kalau sampai terjadi apa apa sama Non Kianna,"

"Enggak akan, nanti kalau di marahi Papa, Kianna yang tanggung jawab."

Pak Adi masih enggan, namun akhirnya mengalah juga, dengan syarat harus segera menghubungi Pak Adi kalau terjadi apa apa.

Kianna mengiyakan, kemudian melangkah mengikuti paserta Ospek lainnya.

Selama menuju lapangan - tampat di kumpulkannya para peserta Ospek - Kianna terus menunduk, walaupun sudah sering di tatap dengan berbagai tatapan seperti itu, dia tetap membenci menjadi pusat perhatian. Itu membuatnya merasa tidak nyaman.

"Hei!"

Seorang gadis manis menyapanya.

Kianna hanya diam mengacuhkan. Tidak berniat sedikitpun untuk membalas sapaan gadis itu.

"Sendirian aja?" Gadis itu bertanya, ketika Kianna tidak juga membalas sapaannya.

Tapi Kianna tidak perduli.

Dia tetap melanjutkan langkah meninggalkan gadis itu.

Tapi, rupanya gadis itu tidak ingin menyerah, dia mengejar dan mensejajarkan langkah.

Sepanjang jalan gadis itu terus saja berceloteh walau tak ada tanggapan dari orang di sampingnya.

Kianna sendiri masih ragu, apakah Anitha - gadis manis itu- benar ingin menjadi temannya atau hanya sekedar ingin mencari popularitas. Karena selama ini dia tidak pernah menemukan teman yang tulus.

Tapi, Anitha tidak butuh menjadi temannya hanya kerena ingin jadi pusat perhatian, gadis itu teramat manis, cantik, juga lugu di saat bersamaan. Badannya yang tinggi langsing begitu serasi dengan wajahnya yang mungil.

Bagi Kianna, Anitha teramat cantik hingga seperti bidadari.

Setelah sampai di lapangan, Panitia Ospek kemudian menyuruh semua Peserta Ospek untuk berkumpul di Aula.

Tapi, sebelum itu setiap Peserta di bagi beberapa kelompok, dan entah itu kebetulan atau apa, Anitha satu kelompok dengan Kianna.

"Kianna Caursen!"

Kianna mengerjap ketika mendengar namanya di panggil. Matanya menatap sekeliling, semua orang mengah memandangnya. Kemudian pandangannya beralih ke depan, seorang Panitia Ospek tengah menatapnya tajam.

Apakah dia membuat kesalahan?

"Jangan melamun ketika Panitia menjelaskan! Atau kamu sudah merasa hebat hingga merasa tidak perduli pada sekitar." ucap Panitia itu sinis.

Kianna hanya diam, menangkap raut tidak suka bahkan iri di wajah Panitia perempuan itu.

Seorang Panitia lain merelat, segera menyudahi ketegangan yang sempat terjadi.

Semuapun berjalan dengan lancar. Walaupun sempat merasa kesulitan karena teman sekelompoknya seakan menjaga jarak, hanya Anitha yang terus mengajaknya bicara.

Kianna masih terlalu ragu, namun dia juga harus berterima kasih karena setidaknya masih ada orang yang tidak menjauhinya.

"Kamu teman pertama yang aku kenal, dan aku teman pertama yang kamu punya, jadi kita akan jadi sepasang teman yang menakjubkan!" ucap Anitha saat mereka baru saja selesai mengerjakan tantangan pertama yang di berikan salah satu Panitia.

Dan Kianna baru tahu bahwa Anitha seorang Home Schooling.

Saat Ospek selesai, beberapa laki-laki mendekatinya, sekedar mengajak berkenalan sampai ada yang meminta nomor ponselnya.

Dan tentu saja itu membuat beberapa perempuan kesal, karena Kianna di anggap telah merebut laki-laki taksiran mereka.

Tidak ingin membuat lebih banyak lagi daftar orang-orang yang membencinya,

Kianna memilih tidak menanggapi dan segera pergi.

***

Rupanya kesialan selalu menimpanya, karena untuk kesekian kali Kianna merutuk dalam hati, dan kesekian kalinya juga dia salah naik kendaraan.

Sudah 3 jam dia naik turun angkot, namun semuanya berujung pada tempat yang tidak di kenalnya. Sebenarnya, Kianna menyesal karena tidak bertanya dulu sebelum naik kendaraan, apalagi dia dengan polosnya melupakan jalan menuju rumahnya.

Langit sudah mulai menggelap ketika tetesan air terasa membasahi kulitnya.

Dia berlari secepat mungkin untuk mencari tempat berteduh.

Sebuah bangunan tua bekas warung menjadi pilihannya, tempat itu terasa sepi dan kotor, karena tidak lagi di tempati.

Kianna hampir saja menangis membayangkan sesuatu yang buruk terjadi padanya.

Dia tidak suka gelap dan membencinya.

Namun langit sudah benar-benar gelap di payungi awan hitam pekat.

Duduk sendirian di tengah derasnya hujan mulai membuat tubuhnya bereaksi kedinginan.

Namun hujan sepertinya belum mau berhanti malah semakin deras.

Menelpon Pak Adi pun tidak bisa karena baterai ponselnya habis, dia juga lupa membawa Powerbank.

"Dingin ya?" tanya seseorang di sampingnya.

Kianna mendongak untuk melihat orang yang kini berdiri tepat di sampingnya.

Kenapa dia tidak mendengar langkah kaki?

Matanya menyipit ketika mengenal orang itu.

Sosok senior yang menjadi Ketua Panitia Ospek.

Laki-laki tinggi berwajah tampan yang menjadi idola Para Calon Mahasiswi angkatannya, mungkin bukan hanya di angkatannya, tapi juga semua Mahasiswi dikampus mereka.

"I..iya kak." jawab Kianna pelan juga gugup.

Kepalanya menunduk ketika Seniornya itu merapatkan tubuh padanya.

Tidak ada yang berbicara sampai hujan mulai reda.

Alex - Seniornya - tiba-tiba menjauh, dia melirik Kianna yang masih diam di tempatnya.

"Pulang sama siapa?" tanya Alex.

"Sendiri, Kak."

"Mau bareng saya?"

Kianna diam, bingung harus menjawab apa,

"Mm.. Saya nunggu angkot lewat saja, Kak."

Alis Alex terangkat, seakan jawaban yang di lontarkan Kianna itu konyol.

Dia lalu melirik jam tangan yang melingkar maskulin di lengannya.

"Angkot jam segini jarang lewat, apa lagi ini bukan jalan utama. Jadi, dari pada kamu nunggu di sini sendirian, dalam gelap dan sunyi, lebih baik kamu ikut saya,"

Sebenarnya tawaran Alex cukup menarik.

Dia bisa segera pulang ke rumah dan berendam air hangat lalu mengerjakan tugas untuk Ospek besok, dari pada sendirian di tempat sepi yang tidak tahu di mana dan berakhir mengenaskan dengan bermalam di sana.

Membayangkannya saja sudah membuat tubuh Kianna merinding hingga tanpa sadar kepalanya menggeleng lalu bergidik ngeri.

"Benar tidak mau ikut?"

"Eh," kesadaran Kianna kembali saat mendengar suara Alex.

Alex mengira gelengan kepala Kianna mengatakan ketidakmauan perempuan itu.

Kianna sudah terlanjur malu untuk meralat pemahaman Alex tentang responnya.

Jadi, dia hanya tersenyum,

"Tidak Kak, terima kasih."

Alex tidak menjawab dan langsung pergi.

"Hei, kamu!" seruan Alex membuat Kianna menoleh.

Alex telah duduk di motor besarnya yang berwarna putih.

"Iya, Kak," jawab Kianna ragu.

"Cepat naik! Saya nggak akan berbaik hati lagi jika kamu menolak ikut,"

"Tapi.."

"Saya tidak akan tega meninggalkan perempuan di tempat sepi seperti ini, apalagi kamu Peserta Ospek di Kampus saya. Kamu tenang saja, saya bukan orang jahat kok jika itu yang kamu takutkan."

Kianna menunduk malu, lalu melangkah perlahan mendekati Alex.

Agak sedikit canggung ketika dia mencoba naik ke motor besar pria itu. Selain ini yang pertama baginya, jok motor Alex juga lumayan tinggi.

Ada perasaan hangat ketika tangan besar Alex membantunya naik lalu memasangkan helm ke kepalanya. Dan kini jantungnya berdetak kencang karena tangan Alex menuntun tangannya untuk memeluk pria itu dari belakang.

"Jaga-jaga biar gak jatuh."

Wajah Kianna memerah karena malu, jantungnya bahkan bedetak sangat kencang, semoga Alex tidak mendengarnya.

"Ada apa Kak?" tanya Kianna karena Alex belum juga melajukan motornya.

Laki-laki itu malah berusaha melepas jas kampusnya yang berwarna biru. Kemudian memberikannya pada Kianna.

Kening Kianna berkerut bingung ketika menerima jas laki-laki itu.

"Buat nutupin paha kamu. Kamu nggak mau kan laki-laki yang melihatnya menang banyak?" ucap Alex seakan mengetahui kerutan di kening perempuan di depannya.

Kianna kembali merona, Alex ternyata laki-laki yang baik.

Kianna sendiri tidak sadar rok nya tersingkap hingga memperlihatkan setengah pahanya.

"Terima kasih,"

"Sama-sama," Alex tersenyum manis, dan itu teramat memesona.

Kianna jadi membenarkan perkataan teman-temannya yang sebenarnya mereka tidak ingin berteman dengannya, kalau laki-laki bernama Alexander Bramasta adalah sosok dengan seribu pesona.

Tidak mau terlarut dalam pesona senior di depannya, Kianna menggeleng.

Dengan cepat di pakainya jas almamater Alex di pinggangnya, mengikat kedua tangan jas di pinggang hingga tersampir menutupi pahanya yang terbuka.

"Sudah?"

Kianna mengangguk, dengan canggung kembali memeluk pinggang laki-laki itu.

Motor Alex melaju dengan kecepatan sedang.

Tidak ingin membahayakan mereka berdua terlebih jalanan licin sehabis hujan.

Di tengah perjalanan menuju rumah Kianna, hujan kembali mengguyur, dengan terpaksa Kianna menepuk pundak Alex untuk meminta laki-laki itu menepi.

Tubuh mereka sudah basah kuyup. Sedangkan jalanan semakin terlihat licin.

Alex menurut, dia menepikan motornya di dekat trotoar.

"Ada apa?"

Laki-laki itu terlihat kedinginan, tubuhnya menggigil dan bibirnya membiru, berkali kali Alex mengusap wajahnya yang basah terkena hujan, agar tidak mengganggu pandangannya.

"Kita berhenti saja dulu, hujannya semakin deras, aku juga tidak mau terjadi hal buruk pada kita karena jalanan yang semakin licin."

"Kamu tenang saja, Kakak jalannya hati-hati kok."

Kianna menbuka helm Alex yang di pakainya, membuat tetesan air hujan membasahi kepalanya, rambutnya yang di kuncir 15 menempel pada kemeja putihya yang juga melekat pada tubuhnya.

"Kenapa di lepas? Cepat pakai lagi!"

Kianna menggeleng kala Alex akan memakaikan helm kembali ke kepalanya.

"Tidak! Kakak saja yang pakai, aku nggak mau hal buruk terjadi hanya karena pandangan Kakak buram terkena air hujan karena nggak pake helm," tolak Kianna, matanya memandang Alex yang hanya diam memandangnya.

"Ada apa?"

Alex tidak menjawab.

Dia berbalik, menatap lurus ke jalan sambil memakai helm yang di berikan Kianna, lalu berdehem pelan,

"Baju kamu basah, pakai saja jasnya."

Kianna mengerutkan kening, melihat bajunya yang memang basah kuyup.

Tapi seketika wajahnya memerah, kemeja putihnya yang basah melekat erat pada tubuhnya, dan tidak dapat menyembunyikan apa yang ada di baliknya.

Benar-benar memalukan, bodoh!. Rutuknya dalam hati.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login