Download App
91.3% Maaf, Pak!

Chapter 21: U

"Bapak kenapa malah jujur ke Bu Kajur sih? Nanti kalau rekan dosen yang lain tau gimana, Pak?" tanyanya gusar.

Ia masih tidak percaya jika kedekatan mereka yang baru beberapa jam ini harus terbongkar karena ketidaksengajaan. Bagaimana nasib ke depannya nanti? Pastilah ia tak bisa bersikap biasa saja kepada Bu Kajur.

"Memangnya kenapa? Selama saya kenal beliau, tak sekalipun beliau mengurusi hal remeh seperti itu. Beliau profesional dalam bekerja," Pak Miko nampak tenang menghadapi kekhawatiran Mia yang ia rasa berlebihan itu. "Kamu tenang saja."

"Gimana saya bisa tenang, Bapaaaak?" ia gemas dengan respon Pak Miko yang lempeng aja sedari tadi. "Saya nggak mau terkena skandal percintaan dosen sama mahasiswinya."

"Bagi saya suatu hubungan itu merupakan privasi. Apa yang kamu khawatirkan?"

"Ya siapa tau nantinya ada yang bocorin? Bisa aja, 'kan?"

Menghadapi Mia yang masih labil memerlukan ketenangan dan kesabaran. Kali inu ia merasa beruntung terlahir lebih dahulu darinya, sehingga bisa mengimbangi sifat Mia yang seperti itu.

"Lalu kamu mau saya bagaimana?" sepertinya negosiasi diperlukan sekarang.

"Jangan mengumbar kedekatan kita di manapun."

"Kecuali di hadapan keluarga kita. Saya tidak mau dianggap mempermainkan sebuah hubungan."

"Nggak boleh posting tentang kita."

"Oke, saya juga jarang mengumbar privasi saya di social media."

Mia memicingkat matanya. "Yang kemarin itu apa? Khilaf, gitu?"

Terkekeh ringan, keberadaan Mia di sampingnya memang mendatangkan kebahagiaan tersendiri untuknya. Ia merasa lebih muda beberapa tahun, namun adakalanya ia merasa sangat 'tua' saat menghadapi sisi kekanakkan dari Mia.

"Ada lagi yang ingin kamu sampaikan?"

Mendengar pertanyaan itu, berhasil membuat kekesalan Mia bertambah. Dikiranya lagi bimbingan langsung apa ya?

"Kenapa malah cemberut begitu?

"Oke, kalau gitu saya akan mengikuti persyaratan dari kamu. Asalkan syarat itu masuk akal, akan saya pertimbangkan.

"Kamu nggak mau kedekatan kita terekspos?" Mia menganggukkan kepalanya. "Baiklah, saya akan turuti itu."

Senyuman terukir indah di wajah cantiknya. "Jadi... Kita backstreet?"

Dan merekapun sepakat untuk backstreet, dengan beberapa syarat dan ketentuan yang mereka setujui.

.

Mia langsung menuju ke parkiran dosen saat mendapat pesan dari Pak Miko tadi pagi. Katanya siang nanti beliau tidak bisa mengisi kelas Mia karena ada seminar di luar kampus.

Kondisi parkiran yang masih cukup sepi memudahkan Mia untuk mencari mobil Pak Miko. Melihat Mia di kejauhan, beliau turun dari pintu kemudi dengan membawa beberapa kertas.

"Pagi, Pak," sapanya berusaha berlaku senormal mungkin.

"Pagi. Siang nanti saya tidak bisa masuk ke kelas kalian, jadi saya kasih tugas sebagai gantinya. Sama ini tugas kalian minggu lalu, nanti tolong dibagikan, ya?"

Tumpukan kertas tugas tersebut berpindah ke pelukan Mia. "Baik, Pak."

"Tunggu sebentar," titahnya sebelum membuka pintu sebelah kemudi. Tak lama kemudian beliau kembali dengan membawa sebuah kotak bekal. "Ada titipan dari Ibu."

Mia mengedarkan pandangannya, meneliti kondisi parkiran yang mulai ramai. "T-tapi Pak..."

Kotak bekal diletakkan di atas tumpukan kertas, mengundang delikkan gemas dari Mia untuk dosen di depannya tersebut.

"Jangan lupa di makan. Ditunggu review-nya," tanpa berkata lagi Pak Miko langsung masuk ke kursi di balik kemudi. Meninggalkan Mia yang masih menatapnya jengkel, bahkan setelah mobil berlalu dari parkiran.

Mia membuka kotak bekal di tangannya, dan terpampanglah beberapa potong pisang crispy yang dibaluri susu cokelat dan parutan keju. Perutnya langsung meronta saat aroma gurih tercium oleh hidung peseknya.

"Eh, apaan tuh?"

"Eits, nggak boleh minta ya! Ini spesial cuma buat gue!" deliknya saat tangan-tangan jahil temannya hendak menyomot pisang crispinya.

"Pelit! Emangnya dari siapa sih? Kamu 'kan jomlo, Mia."

"Emang kenapa kalau jomlo dapet makanan? Kalian iri?"

"Ya ampun, dikit doang masa' nggak boleh? Udah ngiler nih..."

"No no no. Buat sendiri kalau mau. Ini buat gue semuanya, nggak bakal gue bagi-bagi."

Mia mengambil ponselnya, menjepret beberapa foto untuk ia kirimkan kepada sang pengirim makanan tersebut.

Miaaa

¤ Ibu, makasih buat pisang crispy nya.. Enak banget, Bu...

¤ Mia jadi kepingin lagi ;')

Bu Nanda

¤ Syukurlah kalau kamu suka.. Minta masmu buat jemput, nanti Ibu buatkan lagi yang spesial. Kita coba resep-resep baru, ya

Miaaa

¤ Siap.. Ditunggu kedatangan Mia yaaa, hehehe...

.

Ternyata perumpamaan yang berbunyi: 'sepintar-pintarnya kita menyimpan bangkai, pasti ketahuan baunya', itu benar-benar ada. Belum ada seminggu menjalin hubungan, sudah ada tambahan orang yang mengetahui kedekatan itu.

Berawal dari uang kiriman yang mulai menipis, kelaparan di Sabtu sore, dan persediaan mie instan yang kosong. Berakhirlah Mia berduaan dengan Pak Miko terdampar di sebuah warung nasi goreng.

Yang tak mereka duga, rombongan mahasiswa yang tergabung dalam klub futsal kampus juga sedang menunggu pesanan mereka. Jadilah Mia terduduk canggung di antara perkumpulan para lelaki, dengan Pak Miko di sebelahnya. Sebelah tangannya berada digenggaman beliau sejak tadi, namun sama sekali tak mengurangi kegugupannya.

Hingga saat pesanan mereka tiba, barulah tangannya dibebaskan. Tidak mungkin mereka menikmati nasi goreng dengan tangan saling bergandengan, apalagi tangan kanan Mia yang tadi digandeng. Gimana bisa makan nasi gorengnya?

"Pantesan Pak Miko jarang menanggapi pengelola tempat kita biasa latihan, ternyata udah ada gandengan siiih..." goda pemuda berambut agak gondrong, yang ternyata kapten dari tim tersebut.

"Berarti postingan kemarin itu emang beneran, Pak? Teman sekelas saya pada heboh, Pak," sahut Kak Revan. Nah, itu dia! Mia juga baru sadar kalau ada kakak tingkatnya juga di sana. Udah keburu gugup, jadi sampai nggak paham sama keadaan sekitar.

"Ck, kalian kok jadi ikutan mereka, sih? Memangnya kenapa kalau saya menjalin hubungan dengan lawan jenis? Kok bisa sampai seheboh itu.." respon tenang dari Pak Miko berhasil menyulut kekesalan Mia. Dicubitnya lengan Pak Miko yang kembali menggenggam tangannya. "Auh, kok kamu nyubit saya, sih?"

"Miaaa... Kamu jangan agresif gitu sama Pak Miko. Ingat, Mi, dia masih dosen kita," bisik Kak Revan, tentunya bisikkan untuk menggodanya karena Pak Miko dan anggota futsal dapat mendengarnya.

Sebuah geplakan berhasil mendarat, mengenai lengan atas seniornya tersebut.

"Miaaa..."

Teguran bernada pelan tersebut mampu membuatnya kembali anteng di kursinya. Kekesalannya semakin bertambah sekarang.

"Kalian nggak doyan gosip 'kan?" selidiknya setelah diam sedari tadi. Ia takut mereka menyebarkan hubungan yang masih berumur hari itu. Apa kata orang-orang nanti?

"Doyan, sih. Tapi berhubung ini menyangkut hidup dan mati panutan kami, kami usahakan untuk tutup mulut. Tapi ya nggak semudah itu.." Mia memusatkan pandangan ke arah pemuda agak gondrong tersebut.

"Apa?" tanyanya antusias.

"Saya yang bayar makan kalian sekarang," potong Pak Miko saat pemuda tersebut hendak membuka mulutnya. Tatapan tajamnya mengundang senyum konyol dari pemuda itu.

"Aman kok, Pak."

.

.

.

.

.

to be continue


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C21
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login