Download App

Chapter 2: The weird dream

"Mama akan mengunjungi nenekmu nanti malam" ucap ibunya Justin saat mereka sedang sarapan pagi.

Sudah menjadi ritunitas ibunya untuk mengunjungi neneknya setidaknya satu bulan sekali. Neneknya tinggal cukup jauh darinya. Meski sudah tua dan tinggal seorang diri, tapi tidak peduli dengan cara apapun ibunya mengajak neneknya tinggal bersama, selalu gagal. Karena itu, mau tidak mau ibunya selalu rutin mengunjungi neneknya. Justin jarang ikut berkunjung, karena neneknya memang tidak terlalu menyukai dirinya. Berbeda dengan nenek nenek lainnya yang cenderung memanjakan cucunya, neneknya Justin terkesan sama sekali tidak peduli dengan dirinya. Bahkan terkadang Justin berpikir jika mungkin neneknya memang membenci dirinya.

"Tidak bisa lain waktu saja ma? Cuacanya sedang tidak bagus, salju turun cukup deras sejak kemarin."

"Kau tahu sendiri nenekmu, kalau mama telat mengunjunginya, dia akan berpikir mama tidak peduli lagi."

"Baiklah, tapi mama hati hati ya… dan jangan lupa bawakan aku pie buatan nenek."

"Pasti sayang...." jawab ibunya sambil mengacak-acak rambut Justin yang sudah dia tata rapi.

Hari ini adalah hari terakhir sekolah sebelum libur musim dingin dimulai. Salju sudah mulai turun sejak dua hari yang lalu. Dan semakin turun deras sejak semalam. Bahkan berita mengatakan kemungkinan akan terjadi badai salju untuk beberapa hari kedepan. Justin tidak suka menggunakan pakaian hangat sampai harus berlapis-lapis. Tapi udara yang begitu dingin hari ini tidak memberinya pilihan.

Justin berangkat sekolah diantarkan oleh ibunya. Hari ini dia hanya ingin menikmati hari terakhir sekolah sebelum akhirnya dia bisa berlibur. Liburan kali ini ibunya berjanji mengajaknya pergi ke Canada, tempat kelahiran ibunya dan tempat ibunya menghabiskan masa kecilnya. Karena itu, Justin sangat semangat menyambut liburan kali ini. Tidak seperti biasanya, dia tidak terlalu menyukai liburan. Karena dia sendiri memang cukup menyukai sekolah. Dia pintar, selalu masuk tiga besar, dia juga berbakat terutama dalam bermain music dan bernyanyi, hampir semua murid dan guru menyukai dirinya.

Sekolah berlangsung lebih cepat karena memang tidak ada pelajaran dan hujan salju yang semakin parah membuat murid dipulangkan lebih cepat.

"Kau benar-benar akan di Canada sepangjang liburan?" tanya Dylan sepanjang sekolah.

Biasanya mereka menghabiskan liburan musim semi dan musim dingin bersama. Entah mereka pergi berkemah atau hanya saling mengunjungi rumah mereka masing-masing.

"Aku akan kembali seminggu sebelum sekolah masuk."

"Awas kalau kau kembali tidak tepat waktu!" ancam Meghan

Hari itu tidak seperti biasanya, Justin memutuskan untuk langsung pulang kerumah. Dia ingin beristirahat sebelum perjalanan jauh yang harus dia tempuh besok. Dia bahkan lupa untuk membeli makanan dijalan, mengingat ibunya tidak mungkin sampai rumah sebelum tengah malam. Akhirnya dia hanya memanaskan lasagna yang tetangganya berikan beberapa hari yang lalu.

Justin langsung beranjak tidur siang setelah dia selesai makan. Entah mengapa hari ini dia merasa begitu lelah. Dia mengubah handphonenya dalam mode silent, karena dia benar-benar ingin istirahat saat ini. Baru saja dia menutup matanya, dirinya sudah terlelap tidur.

"Mimpi ini lagi." ucapnya dalam mimpinya sendiri.

Sebuah mimpi yang sudah sangat tidak asing untuk Justin. Dia berada di dalam sebuah ruangan dengan desain yang aneh yang dia sulit untuk deskripsikan dan kuno. Ada tiga mutiara dengan warna yang berbeda-beda biru, ungu, dan putih. Ketiga mutiara itu melayang di atas sebuah tongkat yang tampak seperti tongkat sihir. Semua mutiara tampak begitu berkilau dengan warna kilau yang sesuai dengan warnanya masing-masing, dan garis-garis putih yang tampak seperti medan listrik keluar dari mutiara-mutiara itu seperti menyatukan ketiga mutiara itu, menjadikanya berbentuk persegi tiga.

Justin melihat dirinya sendiri berdiri tepat di depan mutiara-mutiara itu. Masih sama dengan mimpi-mimpi sebelumnya, dirinya tampak mengenakan pakaian yang membuatnya tampak seperti anggota drum band, dan di tangannya dia memegang mutiara lain yang berwarna merah pekat. Persis seperti yang terjadi sebelumnya, dia terbangun begitu saja tanpa pernah tahu apa yang akan dirinya lakukan dengan mutiara itu.

Justin terbangun dan sadar waktu sudah cukup malam. Cepat-cepat Justin langsung mengecek jam di sampingnya, dan waktu sudah menunjukan pukul 11 malam. Dia langsung berlari keluar mencari ibunya. Meski rumah neneknya jauh, tapi ibunya selalu pulang malam harinya. Justin langsung mencoba untuk menghubungi ibunya begitu dia sadar ibunya belum pulang, tapi nomer ibunya tidak aktif.

Dia mengintip keluar jendela, dan hujan salju tampak semakin deras. Meski dari lantai 12, tapi dia bisa melihat dengan jelas jalanan dibawah sudah tertutup salju sangat dalam. Dia menjadi semakin khawatir dengan ibunya. Justin terus mencoba menghubungi ibunya, tapi tetap tidak ada jawaban. Teleponnya berdering saat Justin sedang mondar-mandir khawatir, secepat mungkin dia langsung mengangkat teleponnya, bahkan tanpa melihat terlebih dahulu siapa yang menghubunginya.

"Halo!" ucap Justin berharap itu ibunya.

"Apa benar ini dengan keluarga nyonya Margaret?"

"Iya, benar. Maaf ini siapa?"

"Kami dari rumah sakit The Angels Hospital, kami ingin mengabarkan bahwa Mrs. Margaret mengalami kecelakaan lalu lintas dan sekarang dia sedang ditangani di IGD. Kami memerlukan keputusan keluarga secepatnya untuk penangan medis lebih lanjut."

"A-aku segera ke rumah sakit sekarang." jawab Justin dengan suara yang sedikit gemetar.

Tanpa dia sadari air mata mulai mengalir membasahi pipinya. Tubuhnya terasa begitu lemas, sampai dia tidak dapat berdiri tegak. Justin akhirnya menyerah dan mendudukan dirinya. Dia menangis sejadinya, dia terus mencoba untuk menarik nafas kencang berkali-kali untuk mengendalikan rasa paniknya. Dia sadar, dia tidak boleh seperti ini. Dia harus lebih kuat demi ibunya. Meski masih begitu lemas dia memaksakan dirinya untuk bergerak. Dia hanya mengambil jaketnya yang dia kenakan saat sekolah tadi sebelum akhirnya dia berlari keluar.

Udara di luar sangat dingin, sekitar -16 derajat. Ditambah dengan dengan salju yang masih saja terus turun, bisa dipastikan udara akan semakin dingin. Tebalnya salju membuat jalanan sangat sepi. Justin mencoba untuk mencari taksi, tapi tidak ada satupun taksi yang lewat dalam kondisi seperti ini. Tidak mungkin dia pergi kerumah sakit dengan menggunakan sepedanya.

Akhirnya Justin memutuskan untuk meminta bantuan tetangganya, mungkin saja ada diantara mereka yang bisa membantunya. Justin cukup dekat dengan beberapa dari mereka. satu persatu pintu ia ketuk tapi tidak ada yang membukakan pintu. Saat liburan seperti ini, memang jarang tetangganya yang ada di rumah. kebanyakan tetangganya dalah tipe keluarga yang selalu menghabiskan liburan ke luar kota, apalagi liburan musim dingin. Dimana bagi mereka yang merayakan natal, liburan musim dingin adalah waktu bagi mereka berkumpul bersama keluarga besar mereka.

Saat ada satu yang membukakan pintu, dia bukanlah orang yang Justin senangi. Meski begitu Justin sama sekali tidak mengurungkan niatnya. Bagi dirinya sekarang, yang terpenting adalah dia pergi kerumah sakit secepat mungkin.

"Selamat malam Mr. Holand, ibuku mengalami kecelakaan. Aku harus segera ke rumah sakit. Kumohon, bantulah aku... antarkan aku…." ucap Justin kembali menangis.

"Maaf, mobilku sedang rusak." jawabnya dengan ketus, bahkan langsung menutup pintunya begitu saja.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login