Download App
Married a Stranger Married a Stranger original

Married a Stranger

Author: Lemon_lee

© WebNovel

Chapter 1: Fangirl

Tetap tenang...

Sabar...

Jika sudah dapat timing yang pas, langsung beraksi!

Wait, ini bukan aksi penangkapan maling, apalagi aksi penguntitan. Tapi...

"Yash! Nomer satu!" Pekiknya heboh setelah berhasil mengunggah komentarnya di MV terbaru NCT.

Sudah beberapa jam yang lalu ia duduk di depan laptop, memantenginya sambil ngemil keripik singkong. Tak lupa segelas besar kopi dan air mineral dalam tumbler birunya.

Kesabarannya terbayar juga dengan dirinya yang menjadi likers dan pengomentar pertama di MV mereka!

"Omoooo... Jaehyun-a, kenapa ganteng banget sih, Yang? Gimana kalau ada yang naksir berat sama kamu? Aku nggak rela..." hebohnya setelah melihat penampilan idolanya walaupun hanya sekian detik saja.

"Sayang, tungguin aku yaa... Bentar lagi kita bakalan ketemu, aku janji. Tapi untuk sekarang kita LDR dulu ya?"

"Sabar ya, Sayang. Aku lagi nabung biar bisa ketemuan, tapi buat sekarang aku beli albumnya dulu. Nggak papa, 'kan?" tanyanya pada sebuah poster yang ia tempel di dinding kamarnya.

Sengaja ia tempel poster Jaehyun di kamarnya, biar bisa memandang wajah tampannya setiap bangun dan hendak tidur. Siapa tau nanti bisa ketemu doi di dalam mimpi, ya 'kan?

"Astaga, kenapa makin hari makin cakep sih? Pacar siapa sih ganteng banget?"

Ia masih berdiri di depan poster besar Jaehyun, dengan kedua tangan bertengger di pinggangnya. Sesekali kepalanya menggeleng saat menyadari kadar kegantengan Jaehyun yang semakin memancar.

Gadis tersebut menguap pelan ketika kantuk mulai menyerang. Ia berjalan ke arah ranjang mungilnya, kemudian merebah di atasnya. Tak lupa ia pandangi lekat-lekat poster idola di hadapannya. Dengan posisi miring ke sisi kanan, bisa ia lihat dengan jelas gambar sang idola yang tertempel di dinding depan, tepat di atas meja belajarnya.

"Good night, Jaehyun-a.." bisiknya sebelum terlelap.

Kesadarannya mulai pudar, terenggut oleh gelapnya alam mimpi. Berharap dapat berjumpa dengan Sang Idola.

.

Sebuah guncangan ia rasakan, sayup-sayup terdengar teriakan dengan menyebut namanya. Dengan berat hati, ia meninggalkan dunia mimpi dan kembali ke dunia nyata.

Sosok wanita perlahan nampak jelas tepat di depannya. Kedua pipinya basah oleh air mata, hidung memerah, dan mata sembabnya mampu menyentak kesadarannya.

"Mama?!" tanyanya, namun dijawab dengan sebuab pelukan kencang. Isakan kembali lolos dari mulut orangtuanya itu.

"Ada apa, Ma? Mama kenapa nangis?" ia terus mencecar Sang Mama. Berusaha mendapatkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk di kepalanya.

"Papa..."

"Papa kenapa?" Berondongnya tak sabar.

"Papa di bawah, Nak," gadis tersebut menunggu kelanjutan cerita sang Mama, "kita harus segera pergi dari sini."

"Tapi kenapa?" tanyanya tak sabar.

"Usaha Papa bangkrut, Nak. Rumah ini akan dijual, dan sebentar lagi kita harus pindah dari sini. Kamu bereskan barang-barang kamu, ya?"

Tanpa banyak kata, gadis tersebut berlari dari dalam kamarnya. Tangga yang menjadi penghubung antara lantai satu dan lantai dua rumahnya, ia lewati dua anak tangga sekaligus.

Di anak tangga terakhir, ia melihat Sang Papa yang terlihat sibuk dengan beberapa kertas yaang berserakan di atas meja. Beberapa koper terlihat berjejer di dekat sofa, menarik perhatiannya untuk didekati.

"Pa?" bisiknya pelan sesampainya di sebelah Sang Papa.

Pria tersebut mengalihkan pandangannya dari kertas sejenak, memastikan siapa yang baru saja datang. "Ya? Ada apa, Karina?" Ia kembali fokus dengan kertas-kertas tersebut.

"Apa benar yang dikatakan Mama?" tanyanya.

Hembusan nafas terdengar pelan, "Papa sedang berusaha, Nak. Do'akan Papa, ya? Untuk sementara kita pindah ke rumah peninggalan Kakek dulu. Semoga nanti Papa bisa menebus kembali rumah kita ini.."

Karina berusaha menetralkan emosinya. Dalam kondisi seperti ini, ia tidak boleh bersikap manja dan harus menjadi wanita yang kuat.

"Nggak papa, aku bakal selalu dukung Papa. Kalau gitu aku balik ke kamar, ya? Mau beresin barang-barang dulu."

Kejadian yang baru saja menimpa bisnis keluarga mereka benar-benar menghancurkan hati Karina. Hidup serba kecukupan yang selama ini ia nikmati, mulai sekarang mau tak mau harus ia relakan.

Dengan berat hati, ia tanggalkan poster dan berbagai pernak-pernik yang selama ini menghuni kamarnya. Pakaian, buku, dan peralatan make up ia tata dalam sebuah koper. Beberapa buku ia masukkan ke dalam ranselnya.

"Jaehyun-a, kita berjuang bersama ya? Jadilah saksi dalam kehidupanku yang akan berubah mulai sekarang. Maafkan aku, pasti nanti aku tidak akan lagi bisa mendukungmu seperti biasa. Tapi percayalah, aku akan selalu ada di sampingmu. Selalu."

.

Setelah menempuh perjalanan selama beberapa saat, akhirnya mereka tiba di tempat tujuan. Sebuah rumah satu lantai masih berdiri dengan kokoh, walaupun beberapa cat di tembok sudah mulai mengelupas.

Tak apa, masih bisa diperbaiki.

Halaman rumah yang cukup luas terlihat bersih, rumput-rumput taman terpotong dengan rapi, dan beberapa tanaman hias lainnya terawat dengan baik.

"Hanya rumah ini yang bisa kita tempati. Beberapa rumah kita yang lain akan Papa gunakan untuk menyelamatkan perusahaan kita," ucap beliau sebelum menurunkan barang bawaannya.

Seekor kucing persia warna putih menyambut kedatangan mereka saat pintu utama terbuka, seolah menyambut kedatangan mereka.

"Selamat pagi, Bu," sapa Mama kepada seorang wanita paruh baya yang sudah lama bekerja di rumah tersebut. Dialah Bu Mira, tetangga sebelah yang merawat rumah Kakek sedari dulu.

"Selamat pagi, Mbak. Silahkan masuk, kamarnya sudah Ibu bersihkan semua. Sudah bisa langsung ditempati," ucapnya.

"Ibu sekeluarga sehat?"

"Alhamdulillah, kami semua sehat walafiat, Mbak."

"Syukurlah. Sudah lama sekali kami tidak berkunjung ke mari."

"Ndak apa-apa, Ibu paham kalian pasti sibuk dengan urusan masing-masing. Oh iya, Mbak Karina sudah mulai kuliah, ya? Gimana kuliahnya, Mbak?"

"Iya, Bu, Karina udah mulai kuliah. Kuliahnya juga lancar, tapi tugasnya banyak banget Buuu," rengek Karina, berusaha bermanja dengan Bu Mira.

Karina memang sangat dekat dengan beliau, karena masa kecilnya memang dihabiskan di rumah tersebut. Jadilah ia juga dekat dengan keluarga Bu Mira yang lain.

"Ya sudah, kalian bereskan barang bawaan kalian ke kamar. Ibu ke dapur dulu siapkan sarapan buat kita.."

"Iya Bu. Terimakasih, ya?"

Karina sudah sampai di dalam kamarnya, kamar masa kecilnya dulu. Ia keluarkan barang-barangnya, dan mulai menatanya di tempat yang tepat.

Tiba di bagian poster idolanya, ia merasakan kesedihan tiba-tiba menerpanya. Ia buka gulungan tersebut, mengamati sekelilingnya untuk mencari tempat baru untuk poster tersebut.

Setelah mendapatkan posisi yang tepat, langsung ia pasang poster tersebut di sana. Ia amati sekali lagi, sebelum mengutarakan keluh kesah yang mengganggunya.

"Kita tinggal di rumah baru, semoga kamu betah ya? Rumah ini nyaman juga kok, bahkan masih banyak lingkungan yang asri dan terjaga kelestariannya. Nanti kita bisa main ke sawah, mancing, nyari keong di sawah, atau nyari belut kalau ada. Pokoknya nanti kita seneng-seneng di sini, dijamin nggak bakalan bosen. Oke?"

.

.

.

.

.

To be continue


Load failed, please RETRY

New chapter is coming soon Write a review

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C1
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login