Caca tengah duduk disebuah club night dalam yang sama ketika Bila dan Edwin sedang larut dalam.kebahagiaan.
Ia bersama teman-temannya sedang menikmati malam minggu dengan berpesta, walaupun ditengah gegap gempita susana hatinya terasa sepi.
"Ca....lo ga ngedance?". tanya salah satu temannya.
"Ga mood".
"Kenapa lo putus lagi".
"Yah gitu deh, gua ga suka dia terlalu ngatur".
"Terserah lo, yang pasti gua yakin selama ini lo deket sama laki-laki cuma pelarian".
"Ya.... laki-laki yang gua suka cuma Edwin".
"Makan tuh Edwin, Ca...suruh aja bokap lo jodohin lo sama cowok itu, sekesai kan?".
Caca terdiam sejenak, ia berpikir tentang perkataan temannya.
Caca tersenyum ia begitu senang dengan ide konyol salah satu temannya.
Minggu pagi ketika Bila bangun ia melihat suaminya sedang duduk disampingnya dengan tatapan kosong.
Bila segera duduk lalu memeluk Edwin dengan erat.
"Kakak lagi mikir apa?".
"Bil....kamu ga sedih hari ini kamu mau pergi lho".
"Emang harus dijawab ya kak". Bila semakin erat memeluk Edwin.
Tanpa sadar tubuh Bila yang melekat erat ditubuh Edwin membuat darah Edwin memanas.
"Bila sepagi ini kamu sudah menggodaku ya".
"Aku.....ga ada maksut seperti itu, aku cuma mau menghibur kakak".
"Sungguh".
"Ya".
"Dasar istri genit, kamu bilang menghibur dengan menempel seperti ini tanpa sehelai benangpun kamu bilang tidak sedang menggoda?".
"Ah.....ini maaf, aku tidak sengaja". Bila segera melepaskan pelukannya kemudian berusaha segera meninggalkan Edwin.
Akan tetapi baru bergeser beberapa senti tangan kekar Edwin sudah memegang tangannya dengan erat.
"Enak saja kamu sudah menggodaku, mau pergi begitu saja".
"Kak.....jangan nanti kesiangan".
"Bukan urusanku, kamu harus bertanggungjawab dulu".
Edwin segera mencium bibir Bila sementara Bila hanya bisa pasrah dengan apa yang Edwin lakukan.
Beberapa waktu kemudian rasa lelah kembali menjalar ditubuh mereka napas memburu terdengar diantara dua insan yang tengah dimabuk asmara itu.
"Bila...hari ini kita ga usah keluar kamar ya".
"Ih....pikiran kakak dasar ga tahu malu".
"Buat apa malu, kamu istriku kok".
Bila segera berlari untuk mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi.
Jam menunjukan jam tiga sore, Bila terlihat keluar rumah dengan membawa koper besar diikuti mertua dan suaminya.
"Pah....saya pergi dulu, jaga kesehatan papa ya, jangan telat makan, sama vitaminnya jangan sampai lupa".
"Ya Nisa".
"Ayo kak".
"Ya....pah aku mganter Bila dulu ya".
"Ya hati-hati kalian".
Mereka mulai perjalanan menuju kota S, Empat jam kemudian mereka sampai di sebuah rumah kost yang dulu pernah Bila tempati.
Setelah seorang penghuni kost memanggil seorang wanita berusia limapuluh tahunan masuk ke ruang tamu.
"Eh....mbak Bila ya?". sapa ibu kost.
"Ya bu, apa kabar bu Jono?" jawab Bila sambil mengulurkan tangan.
"Eh...ada apa kok malam-malam ke sini?".
"Ini bu saya rencananya selama dua bulan bekerja lagi disini, jadi saya mau bertanya apa masih ada kamar kosong bu?".
"Sepertinya ada, tapi besok hari ini anaknya lagi beres-beres".
"Oh....begitu ya bu".
"Iya.....terus gimana, apa malam ini mau nginep di rumah ibu dulu".
"Trimakasih bu, kalau diijinkan saya titip barang-barang saya dulu bisa bu, saya menginap di hotel saja".
"Lho...di rumah ibu saja".
"Trimakasih bu, kebetulan saya ke sini diantar suami bu jadi kami mencari penginapan saja".
"Oh....kamu sudah menikah?". Bu Jono terkejut sesaat kemudian pandangannya berpindah pada Edwin "ini suami mbak Bila?".
"Benar bu, ini suami saya Edwin".
Setelah beberapa saat mereka berbincang-bincang ahirnya Bila dan Edwin keluar dari rumah kost tersebut menuju ke sebuah hotel yang dekat dengan perusahaan Reifan.
Pukul enam tigapuluh Bila dan Edwin sudah tampak rapi, setelah memyelesaikan sarapannya mereka pergi ke kantor.
"Kak makasih ya".
"Trimakasih untuk apa?".
"Demi ngantar aku, kakak jadi ga kerja".
"Kamu kan istriku, jadi kewajibanku lah ngurusin kamu".
"Makasih" Bila mencium pipi Edwin kemudian melingkarkan tangannya pada lengan suaminya.
"Bila.....ini tempat umul lho jangan macam-macam apa semalam masih kurang?".
"Ih....kakak" Bila segera melepaskan tangan Edwin.
"Sudah sampai, ayo turun".
"Kakak juga mau nganter aku menemui pak Reifan".
"Emang salah, lagi pula dia juga rekan kerja ku apa salah aku menemuinya?".
"Ga sih". Bila janya menurut daripada ia harus berdebat.
Pukul delapan Reifan sampai di ruangannya, ia tersenyum ketika melihat pasangan itu sedang menunggunya, ia juga tahu benar kalau sahabatnya pasti sedang kesal.
"Pagi Win, Nisa sudah lama menunggu?".
"Ga kok pak".
"Rei apa kabar lo?".
"Baik bro, sori gua pinjam istri lo" jawab Reifan sambil memeluk Edwin.
"Iya...lo kaya ga ada orang lain aja, kenapa juga harus istru gua?".
Reifan tertawa keras ketika sahabatnya memprotes kebijakannya.
"Sory Win, departemen keuangan tuh isinya orang baru semua, dan manajer yang baru kebetulan rekan kerja Nisa yang dulu harusnya gua tempatin di perusahan lo, jadi dia minta gua supaya Nisa bisa bantu-bantu dia".
"Ini permintaan karyawan lo, sampai lo korbanin gua".
"Ya...., jangan gitu lah Win ga lama kok".
"Kak...." Bila mengingatkan Edwin "Sudah plisss".
"Hahahahah" Reifan tertawa ketika melihat Edwin yang begitu kesal.
"Pak Reifan saya bisa ke ruangan saya sekarang?".
"Silahkan, masih ingatkan apa perlu diantar suami kamu?". ledek Reifan.
"Ga usah, silahkan lanjutkan saja kangen-kangenannya".
Bila segera meninggalkan ruangan Reifan, sampai di ruang kerjanya ia segera disambut managernya Aji.
Sabar ya mas Edwin......
Pagi readers happy reading.
Ditunggu like and Votenya.
love you all.