Download App

Chapter 35: MCMM 34

Wah, sudah mau lebaran nih

Selamat Hari Raya Idul Fitri utk yang merayakan.

Mohon maaf lahir dan batin 🙏🥰

⭐⭐⭐⭐

Happy Reading ❤

"Nyu, gimana persiapan hari ini? Jam berapa kamu sidang?" tanya Aminah kepada Banyu yang baru balik dari masjid.

"Kalau nggak ada perubahan jadwal, insyaa Allah ba'da dzuhur bu sidangnya," jawab Banyu.

"Mas, kak Gladys kok nggak pernah main kesini lagi? Dia kapok ya belajar masak?" tanya Nabila yang keluar dari dapur sambil membawa nasi goreng.

"Mungkin dia sibuk." jawab Banyu singkat. "Wah, siapa yang masak nih? Ibu atau kamu, dek?"

"Oh itu mas Aidan yang masak tadi sebelum berangkat ke masjid." sahut Nabila sambil mempersiapkan peralatan makan.

"Wah, kayaknya enak nih. Nggak nyangka, adik mas yang cengeng sekarang sudah jago masak. Dan, kamu mau lanjut kuliah tata boga atau perhotelan?" tanya Banyu kepada Aidan.

"Kan mas Banyu dan ibu yang ajarin. oh ya mas, Aidan nggak mau kuliah dulu. Aidan mau kerja dulu," jawab Aidan.

"Kenapa? Kamu kan bercita-cita mau jadi chef. Makanya kamu harus kuliah kuliner atau perhotelan.

"Nggak mas. Aidan nggak mau terus menerus menyusahkan ibu dan mas Banyu. Aidan mau seperti mas Banyu, yang bisa membayar kuliah sendiri." Ada rasa tak nyaman di sudut hati Banyu mendengar keinginan adiknya. Apakah aku terlihat terbebani? tanyanya dalam hati.

"Kata siapa kamu menyusahkan mas Banyu? Mas nggak merasa disusahkan, kok." Banyu berusaha menenangkan Aidan. "Justru mas akan kecewa kalau hanya karena alasan itu kamu tidak mau melanjutkan pendidikanmu."

"Mas, aku bukan anak kecil lagi. Aku tahu bagaimana mas Banyu berjuang mati-matian untuk membiayai aku dan Nabila selama ini. Kali ini biarkan aku membantu memikul bebanmu."

"Dan, kamu nggak usah memikirkan hal tersebut. Hal itu memang sudah menjadi tanggung jawab mas Banyu," ucap Banyu. "Tolong jangan pernah berpikir untuk tidak kuliah. Mas ingin kalian bisa sekolah setinggi mungkin. Kalau untuk mewujudkan hal tersebut mas harus berkorban, itu akan mas lakukan dengan senang hati."

"Tapi mas Banyu sudah terlalu banyak berkorban untuk kami. Bahkan terpaksa mengorbankan kehidupan percintaan mas Banyu. Mas memilih menunda menikah karena mas ingin membiayai kami." ucap Nabila sambil memandangi piringnya. "Bila nggak mau mas menunda pernikahan hanya karena ingin membiayai kami. Bila ikhlas nggak bisa masuk pesantren kalau memang tidak ada biayanya."

Aminah dan Banyu saling berpandangan. Terlihat air mata menggenang di sudut mata Banyu. Tanpa banyak kata Banyu meninggalkan meja makan dan masuk ke kamar.

"Bu, mas Banyu marah ya sama kami?" tanya Aidan.

"Nggak sayang. Mas mu nggak marah sama kalian. Mungkin masmu lelah belajar sampai malam untuk persiapan sidang skripsinya."

"Apa ada ucapan Aidan dan Bila yang menyinggung perasaan mas Banyu?" tanya Aidan lagi. Aminah tersenyum. Walau hidup mereka sederhana namun ketiga anaknya tumbuh dengan penuh kasih sayang dan memiliki empati yang tinggi.

"Tidak sayang. Tidak ada yang salah dengan ucapan kalian tadi. Ibu bersyukur memiliki anak-anak seperti kalian yang saling mengerti satu dengan yang lain. Yang memiliki empati terhadap saudara. Ibu harap kalian akan terus tumbuh seperti itu. Mas Banyu kalian tidak tersinggung, namun mungkin ada perasaan sedikit sedih karena justru kalian yang merasa terbebani dengan semua itu. Kalian perlu tahu, mas kalian melakukan itu semua karena dia sayang sama kalian. Dia ingin kalian sukses."

Aidan dan Nabila terdiam mendengar penjelasan Aminah. Nabila langsung berdiri dari kursinya dan berlari ke kamar Banyu.

"Mas... mas... boleh Bila masuk?" Tak lama Banyu membuka pintu kamar. Tak tampak lagi kesedihan di wajahnya. Ia kembali tersenyum seperti biasa. Melihat wajah sang kakak, Nabila langsung memeluk Banyu.

"Maafkan Nabila, mas,"

"Nggak ada yang perlu dimaafkan, dek. Kamu nggak bikin salah kok. Mas bangga memiliki adik-adik seperti kalian." Banyu balas memeluk erat Nabila. "Kalian nggak usah khawatir. Mas ikhlas menjalankan semua ini demi kalian. Mas hanya minta, kalian harus melakukan semuanya dengan sebaik mungkin."

"Boleh Bila meminta sesuatu?" tanya Nabila perlahan. Ia tak berani menatap sang kakak.

"Hey, kalau ngomong lihat muka mas Banyu. Sikap kamu ini mengingatkan mas pada..... "

"Kak Gladys ya?" Mata Nabila tampak berbinar saat mengucapkan hal itu. Banyu menghela nafas perlahan lalu mengangguk. "Bila punya permintaan. Tolong mas Banyu jangan menutup hati mas Banyu kepada siapapun, termasuk kak Gladys. Bila ingin kakak berbahagia dengan pasangan kakak, siapapun orangnya. Dan tolong jangan menolak siapapun dengan menjadikan kami sebagai alasan. Karena itu justru membuat kami merasa menjadi beban mas Banyu."

"Masyaa Allah, adik mas Banyu sudah gede nih. Sudah mulai dewasa. Ucapannya bijak. Jangan-jangan sudah punya pacar nih." ledek Banyu sambil menjawil hidung adiknya.

"Ih, belumlah. Bila kan ingin menjadi dokter yang hafidzah. Bila nggak mau mikirin soal cowok sampai nanti Bila sukses dan bisa membalas segala kebaikan mas Banyu." elak Nabila. "Please ya mas. Penuhi permintaan adek yang tadi."

"Insyaa Allah dek," jawab Banyu singkat sambil memeluk erat Nabila.

⭐⭐⭐⭐

Mila >> Gimana persiapan lo untuk nanti? Jangan bikin gue malu ya. Sudah tua jangan keliatan bodoh.

Banyu >> Si***n lo Mil. Gue ini mahasiswa bimbingan lo yang paling ganteng. Dosen-dosen penguji nanti pasti terpesona dan jatuh hati sama gue.

Mila >> Elo mau pak Sinaga dan pak Adli jatuh cinta sama lo?🤣

Banyu >> Suek.. gue dapat dosen-dosen killer. Kagak ada bocoran pertanyaan nih?

Mila >> Ka***et banget lo tong. Kagak bakal gue bantu elo. Biar aja lo dibantai habis sama mereka.🤣

Banyu senyum-senyum sendiri saat chatting dengan Mila, sang dosen pembimbing sekaligus salah satu teman dekatnya.

"Mas Banyu nggak deg-degan mau sidang?" tanya Robby salah satu teman kuliahnya. "Saya dari tadi sudah bolak balik ke toilet mas. Tapi mas Banyu malah senyam-senyum sendiri. Lagi WA-an sama pacar ya mas?"

"Kata siapa saya nggak deg-degan? Sama aja kayak kamu Rob, cuma karena saya jauh lebih dewasa dari kamu, makanya saya bisa lebih tenang."

"Maksudnya lebih tua ya, mas?" celetuk Monica, teman sekelasnya. "Tapi saya suka kok mas sama cowok yang lebih tua. Kayaknya lebih bisa membimbing."

"Huuuu... modus banget lo Mon!" ledek yang lain. Seketika wajah-wajah yang tegang karena menunggu giliran menjadi lebih rileks karena insiden ledek-ledekan yang baru saja terjadi.

"Rob, itu cewek lo?" tanya Dudi pada Robby, sambil menunjuk ke arah tangga.

"Gilaaa.. gue mau banget kalau tuh cewek jadi pacar gue. Cantik banget." Sahut Robby setelah melihat arah yang ditunjuk Dudi. "Sayang, gue sudah punya tunangan. Buat elo aja deh, Dud."

"Astrid mau gue kemanain? Lo tau kan bini gue lagi hamil muda. Bisa-bisa onderdil gue dihabisin sama dia hanya gara-gara ngelirik cewek. Tapi emang cantik banget sih tuh cewek. Cute."

"Dys, ngapain elo kesini? Oh, calon suami lo mau sidang ya?" Banyu langsung mengangkat wajahnya dari skripsi yang sedang dibacanya. Dilihatnya Gladys sedang melihat kesana kemari. Di dekatnya ada Andre.

"Iya nih, Ndre. Elo liat mas Banyu nggak?" sahut Gladys. Sontak semua mata memandang Banyu.

"Mas Banyu sudah punya calon istri?" tanya Monica dengan suara kecewa.

"Lho, itu pacar mas Banyu tho." komentar Robby dan Dudi serempak. "Wah, mas Banyu pintar pilih pacar ya."

"Dia bukan pacar saya," jawab Banyu dingin. Pandangannya kembali mengarah pada skripsinya.

"Mas, nih calon istrinya datang kok dicuekin." Kini Andre dan Gladys sudah berdiri di hadapan Banyu.

"Kamu kok kesini, Dys?" tanya Banyu datar. "Kamu nggak ke butik?"

"Tadi pagi sudah ke butik, lalu aku ijin sama papi. Nanti setelah mas Banyu selesai, aku balik lagi kok ke sana." sahut Gladys. "Giliran kamu kapan mas?"

"Kayaknya habis ini. Kamu nggak usah nungguin. Takutnya lama. Nanti pekerjaan kamu terganggu."

"Nggak papa. Kebetulan hari ini nggak ada meeting penting. Sebagian besar pekerjaan sudah aku selesaikan. Sisanya bisa dikerjakan oleh wakilku."

Tak lama terdengar nama Banyu dipanggil. Banyu bergegas berdiri. Belun sempat ia melangkah, Gladys menahannya.

"Ada apa?" tanya Banyu dengan nada dingin.

"Dasi kamu berantakan. Sini aku benerin dulu sebelum kamu masuk ke ruangan. Semoga sidangnya sukses ya mas." Gladys berjinjit dan mencium pipi Banyu setelah selesai merapikan dasinya. Semua mahasiswa yang ada disitu sontak menyoraki mereka

"Terima kasih. Aku masuk dulu. Kamu pulang saja."

"Nggak. Aku akan menunggu sampai kamu selesai." sahut Gladys keras kepala.

⭐⭐⭐⭐

"Dys, elo nggak papa?" tanya Andre pada Gladys saat mereka duduk berhadapan di kantin kampus.

"Nggak papa. Memangnya gue kenapa?" Gladys balik bertanya.

"Mata lo nggak bisa bohong, Dys. Gue tau elo sedih karena calon suami lo bersikap dingin sama elo di depan orang banyak. Bahkan keliatan banget dia kayaknya nggak suka lihat elo datang." ucap Andre sambil mengaduk jus mangga yang ada dihadapannya. "Minum dulu jus strawberry lo. Biar segar."

"Gue nggak bohong. Sikap mas Banyu memang begitu kalau di depan orang banyak. Dia nggak suka mengumbar perasaannya. Dia bilang jangan suka bikin iri orang lain yang mungkin jomblo. Tapi kalau sedang berdua sikapnya hangat dan mesra kok."

"Dys, gue nih cowok yang sudah sering pacaran. Gue tau gimana sikap cowok yang nggak nyaman didatangi cewek. Ya kayak calon suami lo gitu." Gladys hanya diam. Setengah mati ia menahan agar perasaannya tidak terlihat di wajahnya. Ia menyadari sikap Banyu tadi yang dingin.

"Dia beneran calon suami lo, Dys?"

"Kok elo nanyanya gitu?"

"Beneran dia bukan cuma sahabat atau friend with benefits?" desak Andre. "Jangan marah dulu. Kalau memang bukan pacar atau calon suami, berarti gue masih punya kesempatan dong buat deketin elo."

"Ah, nggak usah bercanda deh Ndre."

"Gue nggak bercanda, Dys. Gue sudah suka sama elo sejak pertama kita ketemu. Dari awal gue ragu Banyu calon suami lo. Sikapnya nggak menunjukkan itu."

"Ah, sotoy lo." Gladys terkekeh mendengar ucapan Andre.

"Nggak usah pura-pura Dys. Gue bisa tahu semuanya lewat mata lo, senyum dan tawa yang lo paksakan."

"Waah, elo cenayang Ndre. Gue nggak nyangka. Sudah ah, gue mau balik ke dalam. Siapa tau mas Banyu sudah selesai. Oh ya, ini uang buat bayar minuman dan kue yang gue pesan." Gladys meninggalkan Andre.

Sesampainya di ruang tunggu tadi, dilihatnya hanya beberapa mahasiswa yang masih menunggu.

"Mbak, lihat mas Banyu? Itu lho yang..."

"Oh mas Banyu. Nggak usah dijelaskan lagi mbak. Semua cewek di fakultas bisnis pasti kenal dia. Mbak siapanya mas Banyu?" tanya gadis bernama Thalia.

"Saya calon istrinya."

"Ah yang benar? Kok tadi mas Banyu nggak bilang ya kalau ditungguin sama calon istrinya. Memang mbaknya tadi kemana?"

"Saya tadi ke kantin sebentar sama Andre." Thalia memperhatikan Gladys dari atas kepala hingga kaki dengan pandangan sinis.

"Pantesan mas Banyu nggak nungguin. Tadi selesai sidang dia langsung pulang. Mbaknya sih pergi sama cowok lain. Mbak, aku kasih tau ya. Kalau calon suaminya lagi sidang, harusnya si mbaknya jangan kemana-mana. Apalagi pergi sama cowok lain. Wajar aja calon suaminya marah." Selesai mengucapkan hal itu, Thalia meninggalkan Gladys yang masih termangu.

"Lho, kamu Gladys ya? Ngapain ke sini?" tanya Mila yang sepertinya baru selesai menguji mahasiswa. "Kamu mau ketemu Banyu? Tadi dia cuma setengah jam sidangnya. Alhamdulillah hasil sidangnya bagus. Oh ya, kamu masih ingat aku kan? Aku Mila, dosen pembimbing sekaligus teman SMA Banyu."

"Eh iya.. saya ingat sama mbak Mila. Saya pamit dulu mbak," Gladys buru-buru berbalik namun langkahnya tertahan saat Mila menahan tangannya.

"Dys, ke ruanganku yuk. Temani aku minum teh. Kepalaku mau meledak nih. Dari pagi sudah menguji lebih dari 5 mahasiswa." ajak Mila. "Please? Kamu kan perlu mengenal teman-teman calon suami kamu. Aku punya teh Chamomile yang suka aku minum kalau aku lagi bete sama mahasiswaku. Hahaha."

Mau tak mau Gladys mengikuti karena Mila menarik tangannya. Perasaan Gladys saat ini tak karuan karena Banyu pulang tanpa menemuinya lebih dulu. Sejak acara pernikahan Ghiffari, Banyu seolah menjauh dan semakin sulit dijangkau. Sebenarnya apa yang terjadi, batin Gladys bertanya-tanya.

⭐⭐⭐⭐


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C35
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login