Download App
100% Menjadi Obsesi Mafia / Chapter 2: Anna yang Mempesona

Chapter 2: Anna yang Mempesona

"Anna, setelah ini kau yang tampil."

Wanita itu mengangguk, lalu celingak-celinguk mencari mic-nya. Lalu ia menemukannya tepat diatas kedua pahanya sendiri. Anna Stevenfield memiliki kulit seputih susu dengan mata yang berkelopak alami. Wajahnya memancarkan kebijaksanaan dan kehangatan dalam satu frekuensi yang bersamaan. Suara Anna juga sejernih embun pagi dengan rambut cokelat hazelnut yang tergerai panjang. Siapapun yang mendengar suara Anna kemudian bertemu dengannya, orang-orang akan salah menilainya dan melihatnya sebagai Dewi Kasih Sayang yang turun ke bumi.

"Ok Tom, aku masuk sekarang ya."

Tom memberikan anggukan pada Anna. Kemudian sesaat setelah wajahnya muncul di panggung, sorak sorai dan teriakan memenuhi ballroom, berlomba-lomba meneriakkan namanya agar mendapat perhatian. Hari ini ia membawakan lagu ballad selama 4 menit 17 detik. Lagu ciptaannya sendiri yang menjadi soundtrack drama Hollywood romantis terkenal. Pembawaannya selalu sempurna dalam menyanyikan lagu sedih. Di tengah-tengah lagu ia akan mulai mengalirkan air matanya sambil tetap bernyanyi, seolah isi lagu yang ia nyanyikan adalah pengalaman pribadinya. Menghantarkan perasaan sedih yang mendalam bagi hadirin yang mendengarkannya.

"Seperti biasa kau tak ada cela!" Tom memeluknya setelah ia turun panggung.

"Aku senang mendengarnya. Tadi aku sempat gemetar karena ini adalah soundtrack drama terkenal itu."

"Tidak, Tidak! Suaramu tidak pecah sama sekali! Dan selamat ya sekali lagi, kau memenangkan gelar penyanyi terbaik lagi tahun ini!"

Tak lama kemudian, Anna mulai dikerumuni oleh staff dan artis lain yang menyelamatinya. Malam itu berjalan dengan baik dan Anna sangat senang. Kerja kerasnya tahun kemarin terbayarkan. Dibandingkan pengorbanan dan sakit hati yang ia rasakan, itu sama sekali tak ada artinya.

"Dan kita akaaaann..." Tom menggoyang-goyangkan sebuah tiket booking-an club di hotel itu, "berpesta seperti biasaaa! Aku sudah memberitahu Louie dan yang lainnya."

Baiklah, Anna hanya bisa geleng-geleng kepala melihat hal tersebut. Tom menyukai pesta. Itu sudah jadi kebiasaannya setelah Anna menghadiri suatu awards show atau mendapatkan suatu prestasi.

"Apakah mereka akan datang? Kudengar Louie dan Beatrice sedang punya pacar baru, mereka semakin jarang menemuiku akhir-akhir ini."

kata Anna mendadak murung.

"Oh, tidak masalah! Kan kan punya aku, kita pesta sampai pa--"

Kalimat Tom belum sempat selesai sebab dering telepon Anna menyelanya. Tetapi dering itu mati pada deringan kedua sebelum si pemilik telepon sempat menjawab. Mereka berdua sedang bertukar pandang ketika sebuah pesan masuk setelahnya.

Kau tidak mendengarkanku untuk menurunkan rokmu 5 senti lagi, maka aku akan mengirimkan sesuatu yang sangat kau sukai minggu ini.

_DC_

Secepat mungkin Tom menebar pandangan ke segala arah mencari-cari sesosok bayangan yang mungkin menjadi identitas si pengirim pesan. Inisial yang sama..berarti? Si gila itu lagi.

"Demi Tuhan Anna, rokmu sudah sampai lutut! Ini keempat kalinya dia menyuruhmu untuk melakukan hal itu! Jika kau panjangkan lagi rokmu," Tom memejamkan mata sambil mendengus kesal," kau mirip guru TK yang sedang menyuruh murid untuk berbaris!"

Anna terkaget-kaget mendengarnya, "apakah penampilanku seburuk itu!?"

"Sial, selalu saja begini! Aku bingung kenapa kita selalu menuruti dia!" umpat Tom lagi sambil meraih lengan Anna keluar dari ballroom itu.

"Tom tapi acaranya masih berlangsung--"

"Anna, kau sudah menyanyi. Penghargaannya juga sudah kau bawa pulang. Sekarang ayo kita pergi darisini!"

Umpatan Tom masih terus berlanjut hingga mereka sampai di basement. Sementara wanita itu hanya bisa mengikutinya dan berharap hari Minggunya tidak akan seperti minggu kemarin lagi. Tiga kali berturut-turut ia mendapatkan surat yang semua tulisannya dibuat dengan darah manusia. Tom sampai membawa suratnya ke rumah sakit untuk memastikan apakah itu darah manusia atau bukan. Dan tidak tanggung-tanggung, isinya adalah puisi ciptaan Shakespeare.

Biasanya ia akan menerima sesuatu yang lebih lumayan daripada itu, seperti sebuah kotak berisi foto Anna yang sedang melakukan aktivitas pada minggu itu dan bulu angsa asli dengan celupan tinta emas. Atau benda-benda seperti artefak kuno. Jika Anna melakukan hal yang tidak disukai si pengirim, pasti ia akan menerima kado lebih buruk.

"Aku benar-benar penasaran siapa sih sebenarnya orang ini! Dia sudah menghantuimu selama setahun ini dengan kado-kado anehnya!" kata Tom berapi-api sembari menyalakan mesin mobil dan mulai meluncur pergi dari acara penghargaan.

"Hmm..Kurasa sebenarnya dia orang baik. Hanya saja dia tidak tahu bagaimana cara yang benar untuk memberitahuku." Entah dengan cara apa lagi Anna harus menanggapi kondisi berulang seperti sekarang. Otaknya benar tak bisa mencari solusi selain membuka ponsel untuk melihat isi pesan itu lagi berkali-kali. Oh, sedikit konyol ia mengharapkan isi pesannya berubah. Mungkin jadi pemberitahuan telat membayar pajak atau penawaran menyasar mengenai diskon operasi kelamin. Semoga Tuhan mengampuni pikiran buruk Anna.

"Ya tentu saja! Dia pasti kakek-kakek bau tanah yang sangat protektif dan menganggapmu cucunya sendiri! Dasar kakek penunggu neraka!" Tom refleks membunyikan klakson keras-keras yang membuat rahang Anna hampir saja merosot dari tempatnya.

"T-Tom, memangnya didepan kita ada mobil yang menghalangi jalan?"

"Tidak ada, supaya seperti adegan dalam drama saja. Oh iya, kau sudah blokir nomornya?"

Penyanyi berwajah polos tersebut mengangguk cepat, "sudah. Ini ke-90 kalinya dalam setahun aku memblokir nomor asing."

Untuk kesekian kalinya ia mengembuskan napas panjang, tengah memikirkan nasibnya yang malang. Sudah menjadi resiko bagi Anna sebagai artis diikuti oleh banyak penguntit. Mengikutinya ke bandara, mencakarnya, mencoba menciumnya, dikirimi aneh-aneh juga banyak. Akan tetapi, setahun belakangan ini, beberapa kado-kado itu memiliki inisial yang sama. Seolah ia ingin Anna mengetahui keberadaannya dan membedakannya dengan penguntit lain. Seseorang dengan tipe koleris.

"Anna!" Seorang wanita melambaikan tangannya pada mereka dari kejauhan. Anna menyipitkan matanya ditengah kerumunan orang-orang di lantai dansa itu.Kemudian wajahnya berubah sumringah.Ia menarik Tom mendekat kearah meja bar.

"Louie, kukira kau tak datang!" Anna memeluk Louie sambil mengacak-acak rambutnya. Louie tampak seperti seekor serigala jika digoda pria asing, tetapi akan berubah menjadi sejinak kelinci jika seorang pria mengetahui posisi favoritnya.

Wanita bersurai kecokelatan itu duduk kembali di stool dan Tom sudah duduk disamping kirinya.

"Ya Tommy Callister , kau pasti ngebut lagi!" Ia menepuk pelan kepala Tom yang sudah menyambar botol alkohol milik Louie. Tom memberitahunya untuk datang ke club yang biasa mereka datangi baru sekitar setengah jam lalu dan mereka sudah datang lebih cepat dari yang Louie perkirakan.

"Penguntit aneh itu membuatku kesal lagi!"

Louie memberi kode untuk memanggil waiter kemudian menoleh kearah Tom dan Anna bergantian, "Mr. DC itu lagi?"

Anna mengangguk kecil sebelum berkata pada waiter, "aku mau bourbon."

Sementara Louie memberikan sebotol brandy pada Tom yang sudah asik dengan penglihatan liarnya di lantai dansa.

Anna mendapatkan Bourbon-nya dalam waktu singkat dan ia menenggak cepat beberapa kali. Menumpahkan kekesalan pada alkohol memang kebiasaan hampir semua orang, termasuk dirinya. Dan Anna suka melakukan itu bersama teman-temannya.

Memiliki Louie dan Tom ditempat ramai seperti ini memang kombinasi yang paling cocok untuk menghilangkan penat. Mereka berdua selalu bisa berbuat hal gila diluar akal yang sangat menghibur. Anna pernah berpikir seharusnya Louie menjadi artis saja karena ia pandai menarik hati semua orang.

"Kau keras kepala! Kubilang lapor polisi, An." kata Louie menenggak minumannya lagi.

"Itu akan menguras tenaga, Louie. Aku tidak punya banyak waktu untuk mengurusinya. Lagipula CEO agensiku tidak terlalu peduli dengan hal-hal seperti itu."

Tom berpindah kesamping Anna dan menopang dagu di meja sambil menatapnya penuh arti. Ia sebenarnya bosan mengatakan hal yang sama berkali-kali pada artisnya itu tapi, "kubilang ca.ri ke.ka.sih."

Anna tertawa terbahak. Jenis tawa itu jarang muncul kecuali dibawah pengaruh alcohol, "kau sangat lucu, Tommy Callister. Aku sudah menolak banyak aktor karena tidak ada yang cocok."

"Aku kan tidak bilang harus dari kalangan aktor! Kau tahu, seperti seorang pengusaha, detektif atau sekalian saja mafia biar kau aman dari penguntit gila itu! Oh, ayolah!" Tom menggoyang-goyangkan tubuh Anna sampai kedua bola matanya bertemu ditengah sehingga ekspresinya jadi sangat lucu. Sementara yang diganggu hanya mengangguk-anggukkan kepalanya sambil mendorong Tom dan Louie menjauh.

"Sudah waktunya.Ayo perlihatkan padaku tarian kematian kalian!"

Louie hampir saja menumpahkan isi brandy-nya karena tarikan tangan Anna. Tapi kemudian ia menyeret Tom kelantai dansa.

Bagaikan dewa-dewi petir dan air, mereka berdua berjalan menuju pusat lantai dansa dengan aura yang memukau, kemudian mulai menunjukkan keahliannya dan menghipnotis orang-orang yang ada disana. Suara tepuk tangan dan sorak sorai bermunculan dimana-mana. Menambah panasnya hawa akibat campuran dari suhu tubuh manusia-manusia yang tenggelam dalam pusaran kenikmatan dan euphoria sesaat.

**

Demian telah menghentikan mobilnya pada jarak 1 km dari mobil Anna. Ia mengeluarkan kameranya lagi, jenis kamera yang sering digunakan oleh berbagai fansite.

Dia menunggu. Terus menunggu. Sampai menemukan momen tepat dan Demian akan mengabadikan malaikat manisnya itu kedalam kamera. Kalau sedang beruntung, ia akan mendapatkan ekspresi yang jarang diperlihatkan Anna pada publik. Seperti tertawa terpingkal-pingkal hingga berguling di sofa, memaki batu kerikil karena membuatnya tersandung, atau pose favoritnya; mengangkat kedua tangannya dan mengikat rambut panjang tersebut tinggi-tinggi. Demian berpikir itu sangat seksi.

'Kau mencintainya? Maka katakanlah padanya didepan mukanya Dimitri.Jangan jadi seorang pecundang. Kau tidak harus menunggu kehilangannya seperti aku kehilangan Tiana.'

Tapi seorang Demian Caleb bukanlah orang yang bergerak tanpa strategi. Alejandro yang mengatakannya pecundang tidak memahami situasinya.

Sekarang Demian hanya akan mengiriminya pesan-pesan misterius dengan kado-kado sebagai langkah penjajakan. Hanya saja, langkah penjajakan seorang bos mafia agak berbeda daripada penjajakan pria-pria kebanyakan. Mereka melakukan sesuatu yang lebih menyentil mental.

**


next chapter
Load failed, please RETRY

New chapter is coming soon Write a review

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login