Download App

Chapter 2: Juna Bangsat

Jemari Juna mengetuk dataran meja kerja, menimbulkan suara yang teratur. Suasana begitu tegang dan sunyi. Hanya ada mereka berdua di ruangan kerja seluas 4x5 meter itu, mesin pendingin nampaknya disetel dengan suhu cukup rendah membuat Seli menggigil dalam kegugupan.

"Selamat datang untuk Ainayya Putri sebagai bagian layouter, nanti Anda akan mendapat bimbingan dari Rudi, layouter yang telah bergabung dengan perusahaan kita lebih dulu. Semoga sukses, selamat bekerja" riuh tepuk tangan menggema. Seli paling bersemangat karena Naya adalah rekan satu2nya yang dikenal waktu interview.

"Selamat Nay, nanti gue nyusul." Bisik kecil Seli seraya menyikut gadis yang masih tersenyum lebar itu. Semua orang mulai menanti penyebutan nama terakhir.

"Selanjutnya, selamat pada Sel-" suara Pak Juna mengambang membaca nama terakhir dari kertas daftar karyawan yang diterima, tepuk tangan berhenti dalam satu kali suara. Kerut di dahi mereka hampir muncul bersamaan. "Maaf, cukup demikian 9 karyawan baru yang kita terima. Semoga-"

"Loh, saya Seli, pak. Saya datang, Anda hendak menyebutkan Seli kan?" Demi apapun Seli yakin orang terakhir itu adalah namanya, karena semua yang hadir mendapat pemberitahuan diterima dari surat elektronik.

"Mohon maaf-"

"Tunggu jun, gue punya ini. Plis, semoga lo masih inget." Seli mengambil kertas yang terlipat kecil dalam tasnya. Orang di seluruh ruangan menatap Juna dan Seli bingung sekaligus penasaran.

Jika ada orang yang menurut Seli paling keterlaluan adalah Arjuna Bangsat Kamajaya. Bagaimana bisa dia tidak menerimanya?

Dia sangat beruntung membawanya, akan lebih beruntung lagi jika Juna mengingatnya. Masa bodo dengan rasa malunya tangan kecil Seli bergetar mengulurkan kertas itu. Juna hanya meliriknya tanpa minat kemudian kembali melanjutkan ucapannya.

"Ya, selamat bergabung untuk semuanya. Mari kita bekerja keras bersama. Semoga kelancaran dan kebahagiaan senantiasa melindungi kita. Selamat bekerja. Terima kasih dan nona Seli, ikut saya ke ruangan." Ujar Juna, nada suaranya terdengar tegas di akhir kalimat. Kaki panjang yang dibalut celana bahan berwarna hitam berlalu cepat ke ruangan yang berada di sebelah kiri. Seli kaget dan langsung berlari mengekori calon bosnya.

"Mohon maaf sebelumnya pak, saya terpaksa mengeluarkan ini karena saya membutuhkan pekerjaan." Buka Seli dengan sopan.

"Kamu jatuh miskin?" Alih2 akrab, suara Juna justru terdengar begitu dingin.

"Bukan begitu, saya-"

"Pak, apa editornya masih belum bisa diterima? Kami harus segera menerbitkan majalahnya bulan depan." Tanya seorang perempuan cantik yang asal nyelonong masuk saja.

"Iya, tunggu sebentar. Saya hanya butuh berbicara dengannya." Perempuan itu keluar dengan senyum, cibiran di mukanya muncul setelah berbalik. Sementara Seli menatap Juna aneh. Dia masuk dalam daftar karyawan yang diterima tapi Juna menangguhkannya seorang diri. Bahkan beberapa staff yang diterima di bidang layout dan printing sudah bernapas lega dan mendapat sambutan hangat. Apakah ini ada hubungannya dengan masalalu mereka yang merupakan musuh bebuyutan saat SMA?

"Baiklah, selamat datang nona Seli. Tadi saya ingin membicarakan kontrak tapi ada jadwal rapat. Silahkan mempersiapkan diri dan selamat bekerja!" Ujarnya panjang lebar. Saking senangnya, Seli bahkan tak sadar Juna mengambil kertas yang disodorkan tadi di atas meja. Perempuan itu hanya tersenyum, mengucapkan terima kasih dengan sopan dan berlari keluar ruangan.

♥♡♥

"Dasar Juna bangsat!" Maki Seli. Tangannya dengan gesit menyerobot ice choco dari tangan Suci.

"Bos sendiri dibangsat2. Zaman 2019 emang aneh, karyawan ngelunjak dan gak ada takut2nya. Hahaha" Suci menimpali sembari terkikik melihat wajah merah Seli sang sahabat.

"Gue kalo di depan dia sopan kok, ci. Cuma di depan lo doang, masa coba gue udah ada di daftar karyawan yang diterima, eh pas pengumuman didelay." Bahkan angin sore ini tidak mampu memadamkan api dari hati Seli yang sudah terlanjur terbakar amarah.

"Lah, dikata pesawat delay." Gadis imut ini kembali terkikik dengan pernyataan Seli.

"Dia hampir gak jadi nerima gue, sedendam itu si Juna sama gue, ci. Gue emang ngerasa salah dulu, tapi itukan masih abg labil. Sekarang gue udah lebih dewasa kali, malah dia yang telat puber." Celoteh Seli tanpa henti.

"Gak boleh suudzon loh, Sel. Mungkin aja lo karyawan khusus jadi diterimanya juga gak dengan cara biasa. Lagian udah diterima juga, bersyukur." Respons Suci bijak.

"Anjir, padahal gue udah jatuhin tuh muka gue di depan kaki dia ibaratnya. Gila, sekejam ini kehidupan ya." Seli semakin mendramatisir.

"Lebai deh, lo bahkan udah ngelewatin yang lebih dari ini." Suci menimpalinya dengan malas.

"Tapi gak sama si bangsat Juna, Suci." Bantah Seli. Suci memutar bola matanya jengah dengan pembahasan yang membuatnya ikut naik darah.

"Eh, btw gue udah mau siap2 program bikin anak." Istri Bima itu mengalihkan topik secepat kilat.

"Dasar nyonya Bima, bikin anak juga bilangnya? Berasa kaya benda." Seli terkikik dengan kata-kata sahabatnya. Suci memang sahabat sejati Seli. Dia dapat dengan cepat mengalih pemabahasan dan membuat mood Seli membaik.

"Ish, bodoamatlah. Gue seneng, dia gila kerja banget soalnya Sel. Tapi akhir2 ini jadi lebih lembut, gue makin cinta." Ujar Suci berbinar. Tangannya tertaut ke depan dada dan wajahnya menatap ke atas dengan ekspresi bahagia.

"Yaya, lo mau bikin gue babak belur di reunian ya? Sahabatnya udah punya anak tiga, si Seli betah amat sendiri kebanyakan palah pilih sok cantik." Cerocos Seli.

"Lo mah, makanya cepetan cari gebetan. Tempat kerja lo yang baru pasti adakan?" Suci merangkul bahu Seli, menatap gadis itu seraya menaik turunkan alisnya

"Ah, males. Gue mau fokus berkarir dulu." Gaya Seli sebelas dua belaslah dwmgan artis yang ditanya hubungan percintaannya.

"Yaudah jan nyalahin gue kalo lo dibully pas reunian bego, lonya kaya gini kalo disuruh cepetan. Untung sahabat kalo bukan, gue peletin tembelek mulut lo." Geram Suci.

"Hehehe, santai ibu. Sensi banget, lagi marahan sama bapaknya ya?" Goda Seli seraya terkekeh. Seli melotot kesal.

"Enak aja, udah tau saya lagi marah sama Anda. Otak Anda dipinjam siapa?" Maki Suci. Jika saja perempuan itu bukan sahabatnya mungkin meja di antara mereka telah melayang.

♥♡♥

Sayup suara mengobrol terdengar di cafe yang terletak di persimpangan jalan dekat butik Beesue. Dua orang laki-laki yang sudah hampir seperti upin dan ipin, tengah asyik berbincang di salah satu sudut ruangan. Aroma kopi espresso yang menguar tak berhenti bahkan ketika beberapa menit telah mendingin.

"Gak nyangka ya lo udah segede ini. Gue inget pas ngalahin nilai ujian matematika lo." Bima berujar dengan bangga.

"Enak aja, kapan?" Bantah Juna tak setuju.

"Alah, kalo lo gak curang juga gue bakal selalu menang." Balas Bima lagi seraya terkekeh.

"Menangis mah iya, menanggung malu juga iya." Cibir Juna. Laki-laki yang menggulung lengan kemejanya sampai siku itu kemudian menyesap kopinya.

"Gimana sih lo bisa sesukses ini, padahal gue inget lo gak pinter2 amat?" Ujar Bima. Laki-laki tampan itu menatap sahabatnya kagum.

"Eh, gue itu peringkat 1 di kelas bahkan sekolah makanya jadi cakep kaya gini." Jawab Juna angkuh.

"Apa hubungannya pinter sama cakep, kampret. Lo kadang ada ogebnya juga. Eh, tapi ada ko yang bisa ngalahin lo, gak lupakan? Cewek lagi." Bima menaik turunkan alisnya menggoda Juna. Laki-laki itu tertular virus centil sang istri, Suci.

"Oh, itu cuma numpang beken kesian gue kasih aja." Ujar Juna tak peduli.

"Btw, gimana dia? Katanya kerja di lo. Gue tuh yang nyuruh lamar." Bima baru teringat akan permintaan pekerjaan istrinya tempo hari untuk Seli.

"Brengsek emang lo, kenapa di antara berjuta-juta cewek, si Seli harus jadi temen Suci?!" Juna menunjuk wajah Bima dengan ekspresi kesal.

"Dia pekerja keras jun, cuma ya emang agak galak aja." Bela Bima. Ya, Seli memang cukup disiplin saat bekerja di butik Suci tapi kalau bosnya Juna mungkin aura galaknya keluar.

"Bukan agak lagi, dia emang galak gak ketulungan. Senggol terkam dia mah macem singa." Gerutu Juna. Bibirnya mengerucut lancip membuat Bima menahan tawa.

"Iya deh yang lebih tau mah." Goda sang sahabat. Duo tom and jerry ini memang menggemaskan sejak SMA.

"Apaan sih, bikin badmood ah lo." Tanggap Juna cepat. Dia semakin tetlihat kesal.

"Becanda yaelah, masih puber lo. Moody banget ketimbang diingetin Seli doang." Ujar Bima seraya terkekeh melihat sahabatnya marah. Maklumlah, sudah lama mereka tidak bertemu. Bima sangat merindukan saat2 dia menggoda Juna.

♥♡♥

Juna dan Seli tidak pernah mengerti apa yang membuat mereka menjadi rival. Memperebutkan sesuatu juga tidak ada. Mereka hanya kerap berdebat hal yang tidak penting dan masing2 tak mau kalah. Dua teman sekelas ini memiliki bakat dibidangnya, Juna merupakan siswa teladan yang menempati nilai peringkat 1 sejak kelas 1. Sementara Seli, sering memenangkan kejuaraan bela diri atas nama sekolah. Seli memang memiliki prestasi akademik tak sebagus Juna, tapi itu sangat sebanding karena Juna juga tak memiliki kemampuan lebih dalam pertarungan adu fisik dari Seli.

"Mamah minta gue cepet nikah, biar ada yang ngurusin katanya." Suasana berubah serius. Bima mendongakkan kepala setelah menyesap kopinya.

"Yaiyalah, mau nunggu apa lagi coba?" Sahutnya.

"Nunggu jodohlah, belum dateng." Sergap Juna. Sahabatnya satu ini memang minta dibom.

"Cari yang deket aja," santai Bima. Dia mendaratkan tangan ke bahu Juna.

"Gak ada yang cocok" ketus Juna.

"Ish, kalo pikiran lo kaya gitu terus sampe gue punya cucu juga gak bakal ada yang cocok." Ledek Bima kemudian tertawa.

"Serius Bima, gue gak mau sembarangan." Seru Juna. Wajahnya nampak dingin dengan tatapan tajam.

"Iya deh, iya cuma gue yang nikah sembarangan sama sahabat sendiri." Ujar Bima pura2 merajuk. Suci memang sahabat Bima sejak SMP.

"Gue rasa, gue butuh takdir yang bisa meyakinkan hati gue bahwa dia orang yang dateng itu emang jodoh yang ditetapkan Tuhan." Kata2 Juna hampir saja membuat Bima tersedak kopinya. Beruntung laki-laki itu menenggaknya tanpa masalah.

"Ceilah bahasa lo. Udah ada yang dateng jun? Siapa? Karyawan lo ya pasti?" Teror Bima. Lagi2 virus kepo Suci menular pada laki-laki itu.

"Lo gak usah tau ah" tutup Juna. Bukan bermaksud merahasiakannya dari Bima. Juna hanya takut karena dia belum benar2 yakin akan pilihannya.

"Yah gak asik lo, tapi siapapun itu semoga emang bener2 jodoh lo ya." Jawab Bima bijak. Dia tersenyum memberikan sahabatnya energi positif.

"Thank's bro" Bima memang bukan sahabat yang selalu ada untuk Juna. Dia juga bukan sahabat yang sempurna. Namun, kesetiaan mereka patut diberikan harga yang tak ternilai. Meski mereka tak banyak berinteraksi belakangan ini, percayalah masing2 salibg mendukung dan mendoakan.

Bersambung...>

♥♡♥


CREATORS' THOUGHTS
isynajanuzaj isynajanuzaj

Gaes, maaf ya buat bahasa yabg terlalu kasar, ini juga pengalaman pertamaku nulisnya. Buat kata yang kurang pas, silahkan dikomen aja. Dan tolong bagi siapapun yang baca cerita ini tinggalkan jejak ya. Aku masih newbie, butuh review, kritik dan saran. Apa aja kok terserah kalian di komentar. Biar aku tau ada orang lain selain aku yang baca cerita ini, kalo gak ada respon ya terpaksa nanti aku apus??

Load failed, please RETRY

New chapter is coming soon Write a review

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login