Download App

Chapter 2: Bagian 1 : Perpisahan Sekolah

Hari ini adalah hari perpisahan SMA Cendikiawan. Semua murid kelas 12 sangat menantikannya. Hari perayaan sebagai bayaran atas kerja keras mereka menempuh berbagai macam ujian sampai dinyatakan lulus.

Tak ada acara yang megah seperti yang diselenggarakan sekolah-sekolah lain pada umumnya. Tidak menyewa gedung juga memakai gaun dan setelan jas elegan. Kepala sekolah SMA Cendikiawan hanya menggelar acara sederhana seperti festival seni yang diisi oleh anak-anak OSIS, seni juga beberapa anak kelas 12.

"Sampailah kita pada penghujung acara. Di mana ada Ziva yang akan menyumbangkan suara emasnya serta diakhiri dengan colour run. Are you ready!" teriak sang Mc menyebutkan rundown acara terakhir. Semua yang ada bersorak antusias.

"Baiklah ... kita panggilkan Ziva Magnolya Mahya dan band-nya!"

Mendengar namanya dipanggil, langsung saja Ziva berdiri dari duduknya, menggulung lengan baju seragam untuk mengusir gerah, merapikan sedikit penampilan lalu menyepol rambutnya menjadi satu ke belakang. Gadis cantik nan manis itu tidak pernah merisaukan soal penampilannya. Sederhana adalah kata yang pas untuk mendeskripsikan bagaimana seorang Ziva Magnolya Mahya dalam berpenampilan.

Ziva membuka tas gitarnya lalu mengambil benda kesayangannya di dalam sana setelah Nyummi — sarung bantal yang selalu ia bawa ke mana-mana sejak duduk di bangku taman kanak-kanak.

Teman-teman seangkatannya juga para adik kelas mulai mengeluarkan tepuk tangan serta sorak paling meriah mengiringi langkah Ziva ke atas panggung, untuk memberikan penampilannya yang paling ditunggu-tunggu sejak tadi.

Tangan mungil Ziva mulai memetik senar gitar guna melakukan check sound. Begitu pun dengan teman-teman band-nya yang ikut melakukan hal yang sama pada alat musik yang mereka pegang.

"Cek ... cek ... biji kates," ucap Ziva menggunakan stand mic. Ucapan yang terdengar bak sebuah lelucon itu kontan membuat semua penonton tertawa terbahak-bahak. Padahal Ziva tak ada niatan untuk melucu, ucapan itu sering ia rapalkan saat latihan bersama band-nya.

Gadis bernetra cokelat madu itu menatap personil band-nya satu persatu, menanyakan tanpa suara apakah mereka siap untuk beraksi sore ini? Dengan semangat semua personil band mengangguk seraya mengembangkan ibu jari mereka ke udara.

Suara merdu Ziva mulai tersalur dari pengeras suara, memenuhi setiap sudut sekolah. Suaranya yang sopan masuk ke dalam telinga itu sudah membuat para pendengarnya termanja-manja. Riff and runs yang kerap ia selipkan saat bermyanyi sudah menjadi identitas dalam dirinya. Itulah juga yang membuatnya beda dari yang lain—karakter suara yang kental.

Setelah lagu up beat yang Ziva sumbangkan untuk memanjakan telinga para pendengarnya, penampilan terakhir ia tutup dengan lagu Kisah Kasih Di sekolah. Lagu yang sangat menggambarkan perasaan murid kelas 12 saat ini. Tak sedikit murid yang menitihkan air mata karena akan segera berpisah dengan teman-temannya setelah banyak kenangan yang mereka lalui.

"Thanks all ... sukses untuk kita semua," ucap Ziva mengakhiri penampilannya.

Berakhirnya penampilan Ziva diiringi dengan semburan bubuk warna-warni yang langsung beterbangan di udara. Semua murid bersorak girang, melompat, menaburi sisa bubuk ke wajah teman-temannya, ada juga yang memanfaatkan momen ini untuk saling berpelukan dan mengucapkan salam perpisahan. Ziva sungguh menikmati pemandangan itu dari atas panggung.

Dengan jahil Nuca ikut menyembur bubuk yang sengaja ia kantongi ke arah Ziva dan teman-temannya.

"Woi!" teriak Wisnu garang karena bajunya kini dipenuhi dengan warna-warna yang mencolok.

"Apaan, sih, lo Nuc?!" geram Alex menepuk-nepuk seragamnya guna menghilangkan bubuk warna-warni yang dilempar Nuca. Sang pelaku tertawa puas karena berhasil membuat sasarannya kesal.

Ziva dengan tatapan jahilnya mulai berencana busuk. Ia membalas perbuatan Nuca. Dan berakhirlah mereka dalam kegiatan saling melempar bubuk warna-warni terhadap satu sama lain sambil tertawa riang.

***

Setelah salam-salaman dengan para guru juga berpelukan dengan teman-temannya sebagai salam perpisahan, Ziva memasukan gitarnya ke dalam tas dan menggendongnya di belakang.

"Pulang bareng siapa, Ziv?" tanya Nuca menghampiri. Ziva berdeham ia teringat sudah berjanji pada Keisya dan Ainun untuk pulang bersama.

"Sama Keisya plus Ainun," jawab Ziva.

"Kalo gitu gue pulang duluan yah," pamit Nuca sambil ber-high-five dengan Ziva. Selang beberapa saat setalah Nuca pergi, Keisya dan Ainun datang.

"Kak Ziva ... ntar aku kesepian nggak ada Kakak sama Kak Inun di sekolah ini." Keisya memajukan bibirnya dengan tampang super melas.

"Yaamsyong ... sapu sawang! Gue cuma lulus dari sekolah ini, nggak ke luar planet Bumi," jawab Ziva sambil memutar bola matanya malas.

"Tetap saja sepi, nggak ada temen buat jahilin Asep."

"Yaampun Kei, tujuan lo ke sekolah Cuma buat jahilin, Asep?" tanya Ainun tak percaya. Keisya menggeleng cepat sedang Ziva hanya geleng-geleng takjub melihat tingkah manja gadis kutilang alias kurus, tinggi, langsing di sampingnya itu.

"Hati-hati nanti lo kepincut ama Asep," peringat Ziva yang membuat Keisya jengkel.

"Yah enggaklah," elak Keisya cepat. Membayangkan seorang Asep dengan celana seperut dan rambut belah tengah serta ingus yang selalu nangkring di lubang hidungnya membuat Keisya bergidik ngeri. Ainun dan Ziva terkekeh, pasti gadis tinggi semampai itu sedang membayangkan rupa seorang Asep.

"Lo jadi ambil beasiswa itu, Ziv?" singgung Ainun soal tawaran Beasiswa Ziva sekolah music di Eropa.

Wajah Ziva seketika sendu, senyum yang tadi mengembang perlahan luntur. Sebetulnya Ziva sangat menginginkan beasiswa itu tapi, ia tidak bisa meninggalkan Bundanya sendirian di Indonesia karena Kakaknya ditugaskan di rumah sakit di luar kota.

"Enggak Nun, soalnya kan lo tahu sendiri, gue lagi ngincer Veteran," jawab Ziva ngeles. Ia berusaha tersenyum agar Ainun dan Keisya tidak menyadari rasa sedihnya karena harus menolak beasiswa itu.

"Yaampun Ziv, ini kesempatan emas lo buat ngasah bakat bermusik lo," kata Ainun menyayangkan keputusan Ziva.

"Gini yah Nun, Veteran itu inceran gue udah dari lama. Terus lo tahu kan ada Kak Biel ada di sana," jelas Ziva, dalam hati ia tidak membenarkan ucapan itu. Sekolah musik benar-benar impiannya sejak SMP. Tapi, ia harus mengubur mimpi itu karena ia tak sampai hati meninggalkan Bundanya seorang diri di Indonesia.

"Allahuakbar Maha besar, jadi lo masih aja masuk sekolah yang ada kak Bielnya?!" tanya Ainun setengah berteriak. Gadis hitam manis itu menggelengkan kepalanya karena, yang ia tahu, sejak SMP Ziva mendambakan seorang Gabriel Merkurius, si kapten basket yang menjadi incaran seluruh siswi di sekolah kecuali Ainun dan Keisya barangkali, mereka sama sekali tidak tertarik akan pesona Gabriel. Bagi Ainun, Richardlah yang paling memesona. Sementara bagi Keisya Nucalah yang mampu memikat hatinya.

"Lo nggak capek mendem rasa terus? Dari SMP lho, Ziv," kata Ainun memastikan.

Ziva terkekeh renyah sambil menggelengkan kepalanya. "Tenang Nun, kali ini gue bakal lebih berani. Lagian pas gue masuk SMA jarang ketemu kak Biel. Jadi ... kesempatan gue nggak cukup buat kenal dia lebih jauh." Ainun tak menanggapi, ia hanya menghela napas pelan sedangkan keisya, sibuk bermain cacing-cacing di ponselnya yang sangat menyebalkan bagi Ziva.

"Oh Rek ... itu Fahmi, duluan yah," pamit Keisya sembari menghentikan permainan di ponselnya lalu memasukan benda pipih itu ke dalam saku roknya.

"Dasar Bambang, bilangnya mau pulang bareng!" seru Ainun kesal, Keisya hanya mesam-mesem.

"Yah maaf, aku nggak tahu kalo Fahmi mau pulang bareng," guman Keisya dengan logat medoknya.

"Dasar bucin," ejek Ziva dan Ainun berbarengan.

TBC


CREATORS' THOUGHTS
Radiobodol Radiobodol

Bagaimana, sudah tertarik untuk membaca bagian selanjutnya? Jangan lupa berikan dukungan kalian yah. Terima kasih karena sudah mau membaca cerita ini, apalagi mengapresiasinya dengan baik :)

Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login