Download App

Chapter 6: Pernyataan

"Kamu..."

"Kamu apa kak?" tanya Taera bingung.

Ardilo menghela nafas sejenak. Dia harus mengatakan ini. Dia sudah memendam perasaan ini cukup lama. Walaupun ini terasa sangat cepat bagi Taera, namun bagi Ardilo dia sudah memendam perasaan ini terlalu lama. Dia merasa inilah saatnya. Dalam hati Ardilo harap-harap cemas.

"Kamu mau nggak jadi pacar aku?" tanya Ardilo sambil menatap mata Taera lekat.

Taera mengerjapkan matanya. Dia bingung. Kaget. Ardilo nembak dia? Yang bener nih?

"Ehmm.... Aku tahu ini terlalu cepat karena kita baru kenal. Tapi aku suka sama kamu, Tae. Aku suka sama kamu sejak kamu masih mahasiswa baru," kata Ardilo, masih menatap lekat mata Taera.

Taera masih bengong. Bingung mau jawab apa. Dia merasa apa ini benar-benar terjadi? Atau ini hanya mimpi baginya? Sejak mahasiswa baru? Taera bahkan nggak pernah ingat apa dia pernah bertemu Ardilo sebelumnya. Dia hanya ingat mereka bertemu pertama kali di dekat fotocopyan kapan hari.

Oke, dia emang suka sama Ardilo. Tapi... Mungkin rasa suka itu masih sebatas dia kagum, ngefans. Sama seperti fans Ardilo lainnya. Belum tumbuh menjadi perasaan cinta. Tapi, Ardilo sudah secepat itu menyatakan perasaannya pada Taera. Apalagi Ardilo mengatakan kalau dia menyukai Taera sejak Taera masih mahasiswa baru. Itu artinya sudah satu tahun berlalu, karena kini Taera sudah di tahun kedua kuliah. Taera sekarang jadi bingung. Apakah dia harus menerima perasaan Ardilo sekarang juga?

"Kamu mungkin ragu sama perasaan aku, Tae. Tapi jujur sejak pertama kali aku ngelihat kamu, aku suka sama kamu. Dan setelah kita ketemu dan saling kenal, aku semakin suka sama kamu, Tae," jelas Ardilo.

Taera masih mengerjapkan matanya. Dia masih berpikir, apa yang sebaiknya dia lakukan. Dia tidak tahu kapan dia pernah ngelihat Ardilo sebelum Stefa menunjukkan foto Ardilo saat di kelas waktu itu. Entah Taera lupa atau Taera tak menyadari kalau selama ini mungkin mereka sering berpapasan tanpa mengenal satu sama lain.

"Kak...," kata Taera akhirnya.

Ardilo dapat melihat ekspresi di wajah Taera. Sepertinya Taera masih bingung dengan perasaannya. Ardilo pun bersiap-bersiap menerima apapun jawaban Taera. Namun, dia harus bersikap bijak. Yaitu tidak memaksakan perasaan Taera.

"Kamu nggak harus jawab sekarang kalau kamu belum siap. Aku tahu ini terlalu cepat buat kamu karena kita baru kenal beberapa hari," kata Ardilo.

Taera masih menatap Ardilo, kikuk.

"Kak... Maaf aku belum siap ngasih jawaban sekarang," kata Taera akhirnya.

"Iya. Aku ngerti kok, Tae. Aku cuma pengen kamu tahu kalau aku suka sama kamu. Kamu bisa jawab kapan aja kalau kamu udah siap," kata Ardilo kemudian tersenyum.

Taera kemudian ngerasa nggak enak. Apa seharusnya dia menerimanya saja? Tapi Taera juga masih ragu dengan perasaannya. Taera ingin membahas ini lebih jauh tapi saat itu pesanan makanan mereka datang.

"Kapan-kapan kita bahas lagi. Aku juga bakal nyeritain kapan pertama kali aku ngelihat kamu. Sekarang kita makan dulu," kata Ardilo kemudian tersenyum.

Taera jadi canggung. Dia bener-bener nggak enak sama Ardilo. Seolah-olah dia udah nolak Ardilo. Padahal sebenarnya dia seneng waktu Ardilo bilang kalau suka sama dia.

"Nggak usah canggung gitu," kata Ardilo.

Taera hanya mengangguk kaku. Mereka berdua kemudian mulai makan. Ardilo sangat santai sementara Taera sedikit canggung.

"Nih, cobain deh. Ikannya enak," kata Ardilo mau menyuapi Taera.

Taera bingung. Dia melihat makanan itu dan Ardilo bergantian. Dia mau nyuapin gue nih ceritanya? batin Taera.

"Cobain deh. Beneran enak kok," kata Ardilo kemudian memberi isyarat agar Taera membuka mulutnya.

Taera kemudian menerima makanan itu.

"Enak kan?" tanya Ardilo.

Taera hanya mengangguk dan mengunyahnya.

"Aku suka makan ikan bakar disini. Rasanya enak banget. Kapan-kapan kita cobain menu lainnya yuk," ajak Ardilo.

Senyum di wajah Ardilo belum surut. Taera hanya menatapnya dengan bingung. Taera kemudian berpikir apakah mereka akan sering jalan bareng setelah ini? Setelah Taera belum menjawab perasaan Ardilo, apakah Ardilo nggak marah sama dia? Taera jadi bingung.

"Iya.. Kita bakalan sering jalan bareng setelah ini. Aku nggak marah kok sama kamu. Tenang aja," kata Ardilo seolah dapat membaca isi pikiran Taera.

Taera tersenyum singkat.

"Kamu keberatan kalau misalnya kita sering jalan bareng?" tanya Ardilo.

"Ehmm enggak kok, kak. Asal nggak pas banyak tugas aja. Kan kakak juga sibuk. Apalagi kalau kakak ntar kepilih jadi ketua BEM. Kakak pasti sibuk banget," jawab Taera.

Ardilo mengangguk, "Kamu pengertian banget."

Taera tersenyum canggung. Dalam hati rasanya campur aduk. Ada perasaan bahwa Taera akan selalu mengingat momen ini sebagai kenyataan manis. Bukan sebuah mimpi.

***

Taera segera pergi ke kamarnya yang ada di lantai 2 begitu dia sampai di kostannya. Moment tadi sangat membahagiakan bagi Taera. Dia tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya.

"Hai," sapa Taera dengan wajah sumringah pada Sella dan Sonia yang ada di depan TV yang ada di depan kamarnya.

"Seneng banget lo? Habis dari mana?" tanya Sella heran.

Taera hanya cengengesan kemudian masuk kamar. Tak lama setelah Taera menutup pintu kamarnya, Taera jingkrak-jingkrak heboh di kamarnya. Dia seneng banget karena Ardilo nembak dia. Walaupun mereka belum resmi jadian, tapi Taera seneng banget.

"Woyyyyy jangan lompat-lompat !" teriak Hyona yang sedang memasak di dapur, dan dapurnya tepat di bawah kamar Taera.

"Kenapa sih dia?" tanya Sella pada Sonia.

"Tau... Gue lagi pusing draft skripsi gue banyak revisiannya," kata Sonia kemudian turun ke bawah untuk mencicipi masakan Hyona.

***

H-4 Pemilihan Ketua BEM

"Jadi gimana?" tanya Serry saat Ardilo baru saja bergabung dengannya di salah satu meja di perpustakaan.

"Dia belum ngasih jawaban," jawab Ardilo sedikit berbisik agar tidak berisik, mengingat mereka sedang di perpustakaan.

"Tapi dia nggak nolak lo kan?" tanya Serry penasaran.

"Nggak tau. Kan dia belum ngasih jawaban. Entah ntar diterima atau ditolak gue nggak tau," kata Ardilo kemudian membuka bukunya untuk mengerjakan tugas.

"Tapi respon dia baik kan?" tanya Serry yang kini melihat Ardilo yang sedang fokus melihat buku.

Ardilo mengangguk.

"Maksud gue lo bilang kan ke dia kalau lo udah suka sama dia sejak dia masih maba? It means, udah sekitar setahun lo suka sama dia," tanya Serry lagi.

Ardilo mengangguk lagi. Dia masih fokus melihat bukunya.

"Lo udah cerita ke dia kapan pertama kali ngelihat dia, kenapa lo suka sama dia?" tanya Serry.

"Belum," jawab Ardilo kini mulai mengerjakan tugasnya.

"Lo harus cerita sama dia, Ardi," kata Serry kemudian melanjutkan mengerjakan tugasnya.

"Iya. Gue bakal cerita kalau disinilah pertama kalinya gue ngelihat dia," kata Ardilo.


CREATORS' THOUGHTS
mirnanata mirnanata

Makasih udah baca cerita ini. Jangan lupa vote dan commentnya :)

Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C6
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login