Download App

Chapter 6: Kagum

Gadis itu terus memohon. Berusaha lepas dari cengkeraman si pemuda. Berharap masih ada belas kasih yang membuat dia akan dilepaskan, ternyata tidak. Meski pada kenyataannya, sesuatu yang paling berharga bagi seorang wanita yang malah terlepas dari tubuhnya. Lirih tangis si gadis tak membuat lelaki itu iba sama sekali.

***

"Astaga!" Gheza bangun dengan wajah dan tubuh penuh keringat. Dadanya naik turun dengan napas yang tersengal. Seolah-olah dia baru saja habis berlari. "Mimpi itu lagi."

Gelas berisi air yang selalu tersedia di nakas dia habiskan dalam sekali teguk. Dia memejamkan mata rapat-rapat, mencoba menghalau dampak dari mimpi buruk tersebut. Mimpi yang sudah sekian tahun menemani tidurnya, tanpa diketahui siapa pun.

*

"Mimpi buruk lagi?" tanya Bu Hawari saat melihat putranya turun tangga dengan wajah kusam meski terlihat sudah mandi.

Gheza tak berniat menjawab. Dia langsung mengambil piring dan mengisinya dengan nasi goreng yang sudah tersedia. Tak lupa jus buah yang selalu menjadi hidangan rutin setiap pagi.

Pak Wisnu hanya melihat putranya tanpa berniat buka suara.

"Makanya cepet nikah, biar nggak mimpi buruk lagi," tambah Bu Hawari lagi.

'Andai Mama tahu kalau mimpi itu justru yang menjadi salah satu alasan aku takut menikah,' ucap Gheza dalam hati.

Bu Hawari tahu tentang kondisi putranya yang sering mendapat mimpi buruk, meski tidak tahu apa isi mimpi tersebut.

Kemudian mereka makan dalam hening. Meski hari libur, kegiatan sarapan bersama tidak pernah dilewatkan. Selain untuk tetap menjaga keharmonisan rumah tangga, hal itu salah satu waktu berkumpul yang baik. Karena jika siang dan malam hari, Gheza jarang berada di rumah.

Setelah sarapan, Gheza duduk santai di balkon yang ada di kamarnya. Pikirannya berkecamuk antara pekerjaan yang dirasa tak ada habisnya, juga tentang seorang gadis yang belakangan ikut memenuhi isi kepalanya.

*

"Bagaimana, Dion?" Gheza seperti orang yang sudah tidak sabar untuk mendengarkan laporan dari asistennya.

Pemuda itu tersenyum simpul, tanda bahwa dia mendapatkan hasil dari pengintaiannya hari ini. Pemuda itu menyerahkan alat perekam. Telinganya siap dengan saksama mendengar semua yang tersimpan di dalam alat perekam tersebut.

"Dia bertemu dengan sahabatnya," lapor Dion.

"Berdua saja?"

"Sahabatnya dengan suami dan anak-anaknya."

Gheza mengangguk paham, dan menekan tombol on.

"Banyak sekali titipanmu, Fa? Kenapa nggak ikut pulang aja sekalian kalau memang rindu." Tentu itu suara Putri.

"Bulan ini aku nggak bisa pulang, Put. Pak Wicaksana lagi mau buat cabang baru. Walaupun bukan aku yang menangani, tapi aku juga makin sibuk."

"Siapa laki-laki itu, Fa?" kali ini Anwar—suami Putri—yang bertanya.

Sejenak tak ada suara. Membuat Gheza ikut menahan napas juga.

"Rekan kerja Pak Wicak, Mas."

"Bagus, dong. Pasti tampan dan mapan," tambah Anwar.

"Iya, sih ...."

Gheza menarik ujung bibir saat mendengar Ulfa mengakui ucapan Anwar, tetapi juga penasaran dengan lanjutannya karena ucapan Ulfa terhenti.

"Wajahnya nggak asing."

Kalimat itu membuat Gheza dan Dion saling pandang.

"Apa kamu pernah ketemu dia sebelumnya?" tanya Putri sambil menyuapi anak-anaknya.

Ulfa hanya menggeleng sebagai jawaban.

"Mungkin cuma mirip aja kali, Fa." Anwar menimpali.

"Fa, Masi belum mikir nyari pasangan?"

"Belum, Put."

"Masih karena Ren?"

Dahi Gheza berkerut mendengar sahabat Ulfa menyebut nama laki-laki lain.

"Nggak, lah. Aku memang belum kepikiran aja, nggak ada hubungannya sama Ren."

Sampai rekaman itu berhenti, mereka hanya membahas itu-itu saja. Sekarang Gheza tahu bahwa Ulfa dan Putri berasal dari desa yang sama. Untuk Anwar, Gheza sudah menyelidiki bahwa pria itu seorang dosen di sebuah perguruan tinggi.

Lalu Ren, siapa itu Ren? Apa kekasih Ulfa? Tetapi gadis itu tidak terlihat seperti perempuan yang sudah punya pacar. Hidupnya hanya berkutat dengan pekerjaan yang seolah-olah tiada habisnya. Gheza juga baru tahu bahwa Ulfa ternyata punya usaha rental mobil. Tidak banyak, baru tiga mobil. Entah ke depannya nanti.

"Gadis itu sangat misterius, menyelidikinya sama seperti bermain dalam labirin," tukas Gheza pada Dion.

"Saya sudah mengirim orang untuk mengikuti Putri sampai ke desa."

"Bagus, kamu selalu bisa diandalkan, Dion. Bonus kamu bertambah bulan ini."

Dion langsung semringah mendengar hal itu. Apa yang sudah dia lakukan ini membuahkan hasil yang baik. Di satu sisi, Gheza masih merasa beruntung. Dia dan Dion memang saling menguntungkan, karena Gheza percaya jika tujuan dan rencananya kali ini akan berhasil. Sekali lagi ditegaskan, jika usaha Gheza tidak akan sia-sia. Dia melakukan penyelidikan soal Ulfa, karena dia penasaran dan seperti familiar dengan masa lalunya. Akan tetapi, apa yang sebenarnya terjadi?

*

Gheza memilih untuk menghampiri Ulfa lagi. Dia yakin, jika gadis itu masih ada di tempat biasa, tempat kemarin Gheza menghampirinya.

"Saya akan ke sana. Tolong kamu lihat, apakah dia ada di sana?" pinta Gheza melalui sambungan telepon. Dia tersenyum kecil lantas mematikan sambungan telepon. Kepalanya manggut-manggut dan sepertinya saat ini Gheza jika gadis itu masih ada di sana. Niat dan tujuan Gheza ke sana tidak sia-sia. Dia ingin mengorek informasi soal Ulfa. Wanita yang beberapa hari ini seperti ada kaitannya dengan masa lalunya, terlihat menghantui. Gheza tidak akan habis pikir dan beranggapan jika dia harus menemukan bukti yang jelas.

*

Beberapa waktu usai berada di rumah, saat ini Gheza sudah ada di tempat lain. Dia mengutus anak buahnya, dan mendapatkan kabar jika Ulfa ada di sana. Suatu kabar yang baik untuk Gheza.

"Terima kasih. Hasil kerjamu sudah saya transfer."

"Sama-sama, Tuan."

Gheza berhadapan dengan Ulfa. Gadis itu menghela napas dan memegangi dada usai melihat kedatangan seseorang di belakangnya.

"Saya pikir siapa, Pak." Ulfa menyibukkan diri. Dia seperti enggan menggubris kedatangan Gheza.

"Saya boleh datang kemari, 'kan?" tanya Gheza berbasa-basi. Ulfa berbalik arah dan mengerutkan keningnya.

"Itu hak Anda. Maaf, saya tidak bisa berbicara dengan Bapak lebih lama. Ada pekerjaan yang belum selesai."

Gheza masih mengamati pergerakan Ulfa yang benar-benar tengah disibukkan oleh aktivitasnya. Dia bisa berpikir jika wanita itu adalah wanita tangguh yang memiliki jiwa pekerja keras. Dari sana, Gheza pun akhirnya menaruh rasa kagum dan dia berpikir jika Ulfa bisa diandalkan. Perasaan ataupun kekaguman itu tak berujung penyesalan, karena Ulfa benar-benar memperlihatkan sikap dan piawai yang baik. Gheza makan tertarik dengan wanita itu dan tak sabar untuk menguak identitas Ulfa. Dia juga tak peduli akan apa yang dihadapinya jika seandainya identitas Ulfa tak juga kunjung bisa ditemukan, Karena tujuan Gheza memang ingin mendekati Ulfa dengan segala alasan.

"Ini masih jam kerja, Pak. Maaf, ya, saya tidak bisa respons banyak."

Gheza mengangguk-angguk. Baginya, tidak masalah melakukan ini, karena Gheza percaya jika Ulfa memang sedang melakukan aktivitasnya dan itu benar-benar serius. Gheza pikir, Ulfa begitu karena profesional kerja.


Load failed, please RETRY

New chapter is coming soon Write a review

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C6
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login