Tapi ajaib bagi semua orang Zian bisa tenang ketika berada dalam pelukan Ana orang yang baru saja dia kenal. Ana menangis dan berkata lembut sama Zian,
"Sayang, sudah larut malam tidurlah, tante akan menemanimu sampai tertidur!". Mendengar perintah Ana Zian mengangguk patuh dan memejamkan matanya. Ekspresi Alvin melunak, dan tatapannya melembut, dia menatap ke arah semua pelayannya dan berkata.
"Kalian bisa kembali!".
Para pelayan pun keluar dengan patuh meninggalkan Ana dan Alvin di kamar Zian. Alvin duduk di tempat tidur Zian sambil melihat Ana menidurkan Zian, ketika Ana hendak berdiri Zian menarik baju Ana dengan merengek.
"Momy jangan pergi!". Ana menatap Alvin yang sedari tadi duduk disamping Zian ketika dia mendengar permintaan Zian.
"Dia memanggilku Momy? apa aku tidak salah dengar?". Tatapan Alvin melembut dan ada senyum di sudut bibirnya sambil berkata.
"Ini sudah ketiga kalinya dia memanggilmu Ibu, Kalau kamu tidak keberatan, bisakah kamu menemani Zian tidur di sini, karena biasa nya dia akan tenang kalau ada Ibu nya di samping. Mungkin saja dia menganggapmu seperti ibunya". Ekspresi Ana berubah rumit, Alvin mengerti tatapan Ana dia langsung menambahkan.
"Kamu tidur disini sama Zian, nanti saya akan tidur di rumah Eza".
"Tidak bisa, saya akan menunggu Zian tertidur baru saya akan pulang". sahut Ana seraya memalingkan wajahnya dari Alvin.
Alvin tidak bisa berkata apa-apa lagi dan hanya bisa bergumam dalam hati nya.
"Ana sejak kapan kamu menjadi wanita yang keras kepala?".
"Beberapa saat kemudian Zian benar-benar tertidur, itu sudah jam 12 malam, Ana bergegas keluar dan Alvin menghentikannya ketika di ruang tamu.
"Ana tunggu, aku bisa mengantarmu pulang, disini tidak ada taksi".
"Mila juga sudah kusuruh pulang duluan". ucap Eza tiba-tiba ketika memasuki ruang tamu. Ana merasa frustasi, ekspresinya semakin kacau dan Alvin sekali lagi memahami perasaan Ana, dia sakit melihat Ana merasa tertekan seperti itu.
"Za, antar Ana pulang!". seru Alvin. Dengan berat hati Alvin meninggalkan ruang tamu dan masuk ke kamar Zian, Ana merasa lega karena yang akan mengantarnya adalah Eza.
"Maaf Vin, ini yang terbaik buat kita, jika kita terus dekat itu hanya akan membuatku lebih sulit karena harus menyakitimu". Batin Ana.
"Kebersamaan kita hanya akan membawa masalah dan kita tidak akan sanggup menahannya". Lanjut Ana seraya berjalan mengikuti Eza keluar.
Di dalam Lamborghini Eza. Eza menatap Ana dan menarik nafas dalam, dia sudah tidak bisa menahan keadaan ini.
"Kakak Ipar". Ana menoleh ke arah Eza dengan ekspresi sinis.
"Panggil aku Ana!".
"Bagiku kamu tetap kakak iparku". Eza diam sejenak. "Mau sampai kapan kakak ipar akan menyiksa kakak ku?".
"Karena ini yang terbaik buat kami". Jawab Ana tanpa ekspresi.
"Bagaimana dengan penderitaan kakaku selama ini?". lanjut Eza dengan wajah serius.
Ana kehilangan ketenangan ketika mendengar Eza mengatakan itu. Bukankah dia yang dibuat menderita, Alvin yang sudah meninggalkannya pergi tanpa kabar ketika dia hamil, karena ayah Alvin dia harus kehilangan Anak dan Ayahnya,
"bagaimana mungkin Alvin yang menjadi korban? bagaimana dia bisa menderita? katakan padaku bagaimana? dia meninggalkan aku dan anakku, menghilang tanpa kabar, oleh sebab itu anak dan ayahku meninggal, ibuku depresi dan sampai sekarang dia membenci keluarga Alvin, terus katakan siapa yang paling menderita?". ucap Ana sambil meneteskan air mata.
"Kakak Ipar kamu salah, hidup dan mati seseorang sudah tuhan takdirkan, dan juga kamu tidak pernah tau bagaimana penderitaan kakak selama delapan tahun terakhir". kata Eza sambil melirik ke arah Ana.
"Setidaknya dia memberikanku kabar, bukankah dia pintar untuk bisa mencari cara untuk menghubungiku?". tanya Ana dengan tatapan tajam.
"Saat dia sadar kalau dia sudah ada di negara orang yang jauh darimu, dia kabur dari paman, tapi ketangkap dan dia dikurung selama satu bulan, setelah dia bebas dia meminta kakakku membantunya, namun ketika dia menuju Bandara dia kecelakaan dan koma selama 2 tahun, setelah bangun dari koma, dia kehilangan ingatanya, dan saat dia menemukan semua ingatannya, dia langsung memanggil ku dan mencari tau tentang kakak dan kembali lagi ke Negara ini". Eza terdiam menarik nafas sejenak.
"Dan dia sama sekali tidak tahu tentang kehamilan mu begitupun aku karena jejak kehamilanmu benar-benar terhapus". Lanjut Eza.
Mendengar cerita Eza, hati Ana hancur dia tidak meninggalkannya tapi dia dipaksa untuk meninggalkannya.
"Terus bagaimana dengan surat yang dia tulis saat aku lagi berduka kehilangan ayah dan anakku? dia hanya mengirim surat untuk menceraikanku?". kata Ana terisak.
"Aku sudah menyelidikinya, itu memang persis tulisan kakak, tapi itu ditiru dan atas perintah paman". Air mata Ana semakin deras, dia tak percaya telah membiarkan prasangka buruknya menyekap hatinya selama 8 tahun.
"Balikan mobilnya !" seru Ana seraya menyeka air mata nya.
"Tapi kita hampir sampai di kosmu".
"Saya bilang balikan mobilnya kita kembali ke rumah Alvin!". ucap Ana mempertegas kata-katanya. Eza pun akhir nya menurut dan membawa Ana kembali ke rumah Alvin.
Waktu sudah menunjukkan jam 1 lewat, Eza membawa Ana masuk ke rumah Alvin, setelah itu Eza membiarkan Ana sendiri di rumah Alvin. Namun sebelum Eza pergi, Ana memanggilnya.
"Za bolehkah aku minta tolong?".
"Katakan!". kata Eza sambil menunggu apa yang akan Ana katakan.
"Tolong jangan katakan dulu kepada Alvin kalau aku sudah tau semuanya, biar aku yang akan mengatakannya nanti setelah aku menyelesaikan sesuatu, apa kamu mau berjanji?".
"Aku Janji". sahut Eza.