Aku dan Zen tak membutuhkan waktu lama untuk saling menyesuaikan diri. Kami secara natural menemukan kesamaan selera dalam memilih nada. Mungkin dua hari melukis bersama membuat kami lebih mengenal satu sama lain.
Terdengar pengumuman mengenai nilai lomba dance di luar sana, yang menentukan siapa yang mendapat nilai tertinggi dan menjadi pemenang. Tak lama, mereka mengumumkan lomba menyanyi akan segera dimulai.
"Kalian harus ganti baju sekarang. Ga ada waktu lagi." ujar Donna yang baru saja masuk dengan menenteng pouch make up. Dia menarik lenganku dan menggiringku ke toilet terdekat dengan ruang musik yang hanya berjarak lima menit berjalan kaki.
Sesampainya di toilet, Donna memintaku mencuci wajah dan mengganti pakaian olahraga dengan pakaian ganti yang sudah disiapkan oleh Bu Gres. Saat ini sudah melekat sebuah atasan rajut berwarna salem dan rok lebar berbahan katun linen berwarna hijau lumut sepanjang betis di tubuhku.
Aku keluar dari kubikal dan menatapi pantulan diriku sendiri di cermin. Aku suka sekali dengan warna rok yang kupakai dan aku bisa menebak Bunda akan terlihat sangat senang jika melihatku memakai pakaian ini.
Donna mengamit lenganku agar aku mendekat padanya, "Selera Bu Gres bagus, tapi bakal sia-sia kalau ga ada sentuhan akhirnya. Jadi, ayo kita bikin keajaiban."
Donna membuka pouch make up dan memasangkan bando di kepalaku agar rambutku tak menghalanginya bekerja. Entah apa yang akan dia lakukan padaku, kurasa aku akan percaya saja padanya. Aku sudah melihat hasil riasannya pada Tasya pagi ini dan aku menyukainya.
"Aku bikin smokey eyes natural ya soalnya ini udah sore. Biar mata kamu bisa keliatan lebih tajam." ujar Donna yang sedang menjelaskan apa yang dia lakukan pada mataku. "Mau lipstik warna nude atau coral?"
"Coral? Tipis aja."
Donna menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat, lalu melepas bando di kepalaku dan merapikannya rambutku. Dia membuat beberapa undak kepang daun di satu sisi rambut sebelah kiri dan mengaitkan sebuah jepit rambut beraksen bunga carnation berwarna ungu. Kurasa Donna mengambilnya di stand bazar kami saat mengambil make up pouchnya sesaat lalu.
"Ga heran Astro jagain kamu segitunya." ujar Donna yang terdengar seolah sedang menggumam saat pekerjaannya selesai. Aku bahkan tak yakin apakah dia menyadari kalimat itu terlontar dari bibirnya atau tidak.
Donna mengamit bahuku, lalu mengarahkanku keluar untuk kembali ke ruang musik. Saat kami masuk, Zen menatapku dengan senyum lebar mengembang di bibirnya. Namun suara deham Donna mengalihkan tatapan Zen dariku.
Zen sudah mengganti pakaian dengan jeans panjang berwarna krem dan kemeja lengan panjang berwarna hijau lumut yang digulung di atas lengan. Entah kenapa aku merasa Bu Gres sengaja memilih warna hijau agar kami terlihat serasi.
"Zen dan Mafaza dari kelas XI Bahasa II silakan naik ke atas panggung." terdengar suara pengumuman dari luar yang membuatku tiba-tiba merasa gugup.
"Yuk." ujar Zen sambil memberiku isyarat untuk mengikutinya keluar. Dia membawa gitar akustik milik klub musik bersamanya dan kami berjalan dalam diam.
Tepat di depan stand yang menjual action figure, Astro menangkap keberadaanku beberapa langkah sebelum kami berpapasan dengannya. Dia menatapku dan Zen yang berjalan bersisian dengan tatapan yang sulit kumengerti.
"Kita pulang bareng kan?" Astro bertanya yang membuat langkahku berhenti.
"Nanti aku kabarin." ujarku.
"Aku tunggu sampai kamu selesai." ujarnya sambil menatapku lekat.
Aku mengangguk dan berlalu meninggalkannya. Entah bagaimana, tapi aku merasa tatapannya masih mengikutiku.
Aku dan Zen melaporkan diri pada panitia yang berjaga di samping panggung. Panitia mengizinkan kami naik ke panggung sesaat setelahnya. Zen mendahuluiku naik dan duduk di kursi yang disediakan khusus untuk pemain gitar dengan mikrofon yang mengarah ke gitarnya, lalu dia mengetes gitarnya untuk menyesuaikan nada.
Aku berdiri di sebelahnya, tiga langkah di depan. Aku menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan untuk menenangkan diri sesaat sebelum memperkenalkan diri, "Selamat sore. Kami dari kelas XI Bahasa II. Namaku Mafaza dan ada Zen dengan gitar akustik. Kami akan membawakan lagu Bright yang dipopulerkan oleh Echosmith untuk kalian."
Aku melihat Donna membawa teman-teman kelas kami ikut maju menonton di depan panggung. Mereka meneriakkan nama kami bergantian yang entah bagaimana membuat kerumunan murid kelas lain mengikutinya. Sedangkan di kejauhan, aku melihat Astro sedang menatap kami dengan posisi bersila di bawah pohon besar. Helaian rambutnya terbang terbawa semilir angin yang melewati tubuhnya.
Aku memberi tanda pada Zen untuk memulai petikan gitar. Saat aku mendengar intro, gugupku perlahan menghilang. Aku mulai membuka suara dan mulai menyanyi, "I think the universe is on my side. Heaven and Earth have finally aligned. Days are good and that's the way it should be."
Aku mendengar teman-teman kami ikut menyanyi dan entah bagaimana membuatku merasa lebih percaya diri. Kurasa aku akan menganggap penampilan ini sebagai hadiah untuk semua orang yang telah bekerja keras untuk hari ini.
Gemuruh teriakan yang memanggil nama kami bergantian mengakhiri penampilan kami. Donna dan Tasya menyodorkan buket bunga padaku dari bawah panggung, aku menerimanya dengan senang hati. Walau aku tahu buket bunga itu aku sendiri yang membuatnya.
Aku dan Zen menundukkan bahu sejenak dan meninggalkan panggung sesaat setelahnya. Saat kakiku menginjak lantai halaman, hatiku terasa lega sekali. Hal yang tak direncanakan ini ternyata berjalan baik.
Teman-teman kami menyambut dengan suara riuh saat kami menghampiri mereka. Wajah mereka dipenuhi euforia dan mereka meminta kami berfoto bersama.
"Aku bantuin kamu jadi videografer ya kalau kamu mau bikin cover lagu. Astaga, aku kok jadi terharu! Thank you, Faza, Zen." ujar Tasya sambil memelukku.
"Kayak sama siapa aja sih." ujar Zen yang terlihat nyaman dengan dirinya sendiri.
Aku hanya bisa menanggapi mereka dengan senyum. Mataku mencari keberadaan Astro yang masih berdiri di bawah pohon, tapi dia segera bangkit dan pergi. Melihatnya mengalihkan tatapannya dariku dengan punggungnya yang menjauh, meninggalkan rasa tak nyaman di diriku yang sulit kumengerti.
=======
Di draft pertama ada lirik lagu di chapter ini judulnya Bright dari Echosmith, tapi udah nou edit. Silakan cari lagu itu di platform musik yang kalian punya.
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!
Regards,
-nou-