Derasnya hujan dan petir diluar nyatanya tidak mampu meredam pertengkaran hebat yang terjadi dalam sebuah rumah mewah di sebuah kawasan elit di kota Sydney, rumah tiga lantai yang lebih tepat disebut mansion itu biasanya sangat damai. Namun tidak dengan malam ini.
Pasangan suami istri yang sudah menikah lebih dari lima belas tahun itu terlibat pertengkaran hebat pasca sang istri mendapati penghianatan besar yang dilakukan suaminya. Diceraikan secara diam-diam membuat wanita bernama Paola Richards murka, semua pengorbanan yang dilakukannya bertahun-tahun untuk sang suami Dario Richards hilang tanpa sisa.
Kehidupan rumah tangga Dario dan Paola berjalan sangat harmonis selama bertahun-tahun, dikaruniai seorang putri cantik bernama Crystal yang lahir di lima tahun usia pernikahan mereka membuat Dario dan Paola semakin mencintai satu sama lain. Namun pada akhirnya janji sehidup semati itu akhirnya ternoda saat godaan datang menghampiri kapal yang dinahkodai oleh Dario Richard yang sedang berada di puncak kejayaanya, seorang gadis muda bertubuh molek dengan mulut manis datang ke perusahaannya dan menawarkan dirinya yang begitu ranum pada Dario yang pada saat itu mengalami puber kedua. Alhasil, pernikahan suci yang dibangun dengan cinta dan kesetiaannya itu kandas ketika gadis muda itu datang kembali pada Dario dengan membawa hasil pemeriksaan dokter yang menunjukkan bukti kalau dirinya sedang hamil dan semua kehancuran besar itu pun akhirnya dimulai.
"Kurang apa diriku mendampingimu, Dario?"
"Apakah pengorbanan yang aku lakukan selama lima belas tahun ini tidak kau anggap?"
"Kau benar-benar mematahkan hatiku, Dario. Kau menghancurkan aku, kau mencurangi kesetiaan yang kubangun selama berpuluh-puluh tahun ini."
Dario Richard yang sedang dibutakan kemolekan tubuh sang istri muda mengabaikan jerit tangis wanita yang sudah menemaninya dari nol itu. Dario sama sekali tidak merasa bersalah sudah menghianati Paola, cinta pertamanya sejak duduk dibangku sekolah menengah pertama.
"Aku tidak meninggalkanmu dengan tangan kosong Paola, aku memberikanmu sebagian dari harta yang aku miliki untuk bekalmu melanjutkan hidup ke depan. Dan untuk Crystal, dia akan ikut denganku. Masa depannya lebih terjamin jika dia ikut denganku dan ibu barunya yang…"
"TIDAK!!!" Paola berteriak histeris. "Aku tidak akan membiarkan putriku diasuh wanita lain, Crystal ikut denganku. Aku yang akan menjaganya."
Dario mendengus kesal. "Jangan egois Paola, masa depan Crystal masih panjang. Dia harus meneruskan pendidikannya di sekolah yang bagus. Karena itu dia harus ikut denganku."
"Kau benar-benar egois, Dario. Kau bukan hanya merusak pernikahan kita, kau juga ingin merebut putriku satu-satunya." Air mata Paola kembali menetes deras membanjiri wajahnya. "Jika kau ingin merebut Crystal, langkahi dulu mayatku."
"Paola!!!"
"Aku yang mengandung dan melahirkan Crystal, aku yang menyusui Crystal siang dan malam, aku yang mendidiknya dengan penuh kesabaran, aku yang membentuk kepribadiannya hingga seperti saat ini dan kau dengan tega ingin merusak semua yang sudah aku bangun dengan susah payah itu? Tidak, aku tidak akan membiarkanmu merusak putriku," ucap Paola dengan tegas. "Jika kau ingin meninggalkan aku silahkan pergi, aku tidak akan melarangmu ataupun menahanmu. Namun jika kau ingin membawa Crystal pergi bersamamu maka lewati dulu mayatku."
Mendengar tantangan Paola membuat Dario gelap mata, menggunakan tangan kanannya yang kuat Dario mencengkram leher Paola dengan kuat dan menahannya ke dinding.
"Kau yang memaksa aku melakukan ini, Paola," desis Dario tidak merasa bersalah.
"Aku akan melakukan apapun untuk menyelamatkan masa depan putriku."
Dengan wajah yang basah air mata Paola berkata. "K-kau sendiri yang sudah merusak masa depan dan kebahagiaan putrimu Dario."
"Diam," bentak Dario tepat didepan wajah Paola. "Perempuan tidak berguna sepertimu tidak pantas bicara seperti itu padaku, seorang CEO yang memiliki ribuan pegawai. Diatas kertas sudah jelas aku jauh lebih mampu daripada dirimu untuk mengurus anak, jadi jangan keras kepala. Biarkan Crystal ikut denganku."
"Kau tega Dario," isak Paola serak, suaranya nyaris tidak terdengar. "Kau tega melakukan ini padaku, aku benar-benar tidak menyangka kau akan melakukan ini padaku."
Dario menyeringai sinis. "Kau yang sudah memaksaku berbuat sejauh ini, seandainya saja sejak awal kau bersikap kooperatif padaku mungkin saja semua ini tidak harus terjadi. Jika saja sejak awal kau menerima perceraian ini dengan lapang dada semua ini tidak akan terjadi, hubungan kita juga pasti akan baik-baik saja."
"Tidak ada satupun wanita di dunia ini yang terima diceraikan dengan cara seperti ini Dario, apalagi karena wanita lain." Paola berusaha bicara dengan tenang meskipun saat ini suaranya tersendat-sendat. "Tidak ada satupun wanita yang akan diam saja diceraikan Dario."
"Persetan!!"
Blarrr….
Crystal yang sedang berada diatas sofa langsung terbangun dari tidurnya saat kilat menyambar bumi dengan kerasnya, menimbulkan suara dan percikan cahaya terang di langit Sidney dalam sekejap.
"Pertengkaran itu lagi," gumam Crystal serak, Crystal tidak sadar jika saat ini wajahnya sudah dibasahi oleh air mata.
Sembilan tahun sudah berlalu sejak Crystal melihat pertengkaran besar kedua orang tuanya di rumah lamanya yang ada di Sydney, Crystal yang saat itu tidak sengaja terbangun dari tidurnya yang nyenyak dikejutkan dengan suara keras dari sang ayah yang sedang menahan ibunya di dinding dengan tangan besarnya yang sudah bercokol di leher sang ibu. Crystal yang saat itu tidak tahu apa-apa hanya bisa menangis tanpa suara di bawah meja melihat perlakuan kasar sang ayah pada ibunya yang hanya bisa menangis.
Bahkan setelah delapan tahun berlalu Crystal yang saat ini sudah menjadi gadis remaja masih mengingat dengan sangat jelas kata demi kata yang diucapkan sang ayah pada ibunya.
Seorang ayah yang seharusnya menjadi panutan dan cinta pertama untuk anak gadisnya tidak bisa Crystal temukan pada sosok ayahnya yang memilih pergi dan tinggal bersama keluarga barunya, meninggalkan Crystal yang terluka batin bersama ibunya yang dicampakan dengan kejam.
"Dario Richard." Crystal mengeja nama ayah kandungnya dengan lambat-lambat, memperpanjang silabel nama pria yang sudah membawanya ke dunia. "Kau yang membuatku membenci laki-laki, kau yang membuatku tidak percaya cinta dan kau sudah membuat ibuku meninggal dengan tragis."
Air mata Crystal menetes deras saat mengingat ibunya, wanita anggun murah senyum itu meninggal dengan cara paling mengenaskan yang pernah Crystal lihat. Seorang anak umur sepuluh tahun yang dilukai berkali-kali oleh kejamnya takdir yang mengacaukan kebahagiaan keluarganya.
"Sampai dunia hancur pun, aku tidak akan pernah memaafkanmu, Dario. Aku tidak akan pernah memaafkanmu."
****
Setelah kematian sang ibu yang tragis dua hari pasca sang ayah pergi meninggalkan rumah mereka, Crystal akhirnya dibawa petugas dinas sosial ke panti asuhan yang ada di kota Sydney.
Crystal yang masih berusia sepuluh tahun itu hanya bisa menangis dalam keputusasaan saat dunianya dijungkir balikkan dalam waktu yang singkat, dari seorang princess yang hidup dengan nyaman berubah menjadi seorang anak tanpa orang tua yang bertahan hidup dari belas kasih para donatur yang menyumbang di panti asuhan tempatnya dibawa oleh dua orang wanita petugas dinas sosial saat itu.
Tidak ada yang tahu bahwa Crystal adalah putri pertama Dario Richard sang pengusaha sukses yang sedang bersinar di Sydney, yang mereka tahu Crystal adalah anak dari seorang wanita depresi yang memutuskan bunuh diri dengan menyayat pergelangan tangannya dengan pecahan vas di dalam bathtub. Tidak ada satupun petugas panti yang berusaha mencari tahu lebih lanjut latar belakang Crystal.
Tahun demi tahun berlalu, Crystal tumbuh menjadi seorang gadis remaja cantik yang pintar. Sudah tidak terhitung banyaknya pasangan suami istri yang ingin mengadopsi Crystal, namun tidak ada satupun dari pasangan-pasangan itu yang berhasil membawa pulang Crystal kerumahnya. Tidak ada yang tahu apa alasan mereka gagal, yang pasti hanya Crystal satu-satunya anak gadis yang tinggal paling lama di panti asuhan.
Hingga akhirnya Crystal memutuskan keluar dari panti untuk tinggal mandiri diulang tahunnya ke tujuh belas.
Dan saat ini adalah tahun kedua Crystal tinggal di rumah sewa sederhana yang berada di atas rooftop sebuah apartemen yang berada di pinggiran kota Melbourne.
Sebenarnya tempat tinggal Crystal saat ini sangat amat tidak layak, tempat tinggal Crystal lebih mirip gudang daripada disebut sebagai tempat tinggal. Sangat kecil, minim ventilasi serta sangat tidak nyaman. Jika panas menyengat maka Crystal akan kepanasan dan jika sedang hujan maka Crystal juga akan kedinginan. Belum lagi dengan aroma menyengat yang setiap hari Crystal hirup, Crystal benar-benar dipaksa bertahan dengan semua itu. Karena hanya tempat itulah yang mampu Crystal sewa untuk dijadikan tempat tinggal.
Dering alarm dari ponsel pemberian sang pemilik restoran tempatnya bekerja membuat Crystal tersadar dari lamunannya pagi ini. Setelah terbangun dari tidurnya sejak tiga jam yang lalu karena mimpi buruk yang selalu menjadi teman tidurnya setiap malam Crystal tidak tidur lagi, Crystal hanya duduk menatap gelapnya malam melalui satu-satunya jendela yang ada di rumah tinggalnya.
"Ah sudah waktunya bekerja." Crystal bicara sendiri didalam rumah tinggalnya yang sangat tidak layak itu.
Dengan langkah yang sedikit diseret Crystal berjalan menuju kamar mandi untuk menyegarkan diri, kamar mandi dengan air yang melimpah itu adalah satu-satunya alasan Crystal tetap bertahan di tempat tinggalnya saat ini. Pasalnya air adalah kebutuhan paling dasar setiap manusia dan tempat tinggal Crystal yang tidak layak itu memberikan air melimpah untuknya menyegarkan diri setiap harinya.
Menggunakan seragam kerjanya yang kebesaran, Crystal turun melalui tangga yang cukup ekstrim. Beruntung pekerjaannya sebagai tukang cuci piring di restoran China mengharuskannya menggunakan celana panjang, karena itulah Crystal sama sekali tidak memiliki masalah ketika harus naik turun tangga melingkar menuju tempat tinggalnya yang berada di lantai paling atas bangunan apartemen lima lantai itu. Keadaan benar-benar menjadikan Crystal gadis yang kuat.
"Selamat pagi," sapa Crystal sopan pada Nyonya Lu sang pemilik restoran yang selalu menjadi orang pertama yang datang.
Nyonya Lu tersenyum. "Hari ini jauh lebih pagi daripada biasanya, apa kau tidak bisa tidur lagi?"
Crystal mengangguk malu-malu.
"Apa karena hujan tadi malam?" tebak Nyonya Lu dengan tepat.
"Benar, hujan dan petir adalah dua kesatuan yang membuat saya sangat tidak nyaman. Padahal untuk sebagian orang hujan dianggap sebagai berkat, sungguh miris sekali," ucap Crystal pelan dengan ekspresi yang tidak terbaca. Meskipun sedang meluapkan isi hatinya namun Crystal begitu pintar menjaga emosinya.
Nyonya Lu terkekeh. "Berkat dan kutukan beda tipis, aku harap suatu saat kau akan menyukai hujan yang menyenangkan itu."
Crystal mengangkat kedua bahunya. "Entahlah kapan saya akan menyukai hujan."
Nyonya Lu menggelengkan kepalanya, karena sudah berhasil membuka pintu restorannya, wanita tua yang masih sangat sehat itu melangkah masuk dan diikuti Crystal satu detik setelahnya.
"Sampai kapan liburan semester mu kali ini, Crys?"
Crystal yang baru saja memakai celemek menoleh ke arah Nyonya Lu. "Sampai akhir bulan ini, Nyonya."
"Masih ada dua minggu lagi."
"Iya, karena itu saya akan mengambil waktu penuh selama dua minggu kedepan," ucap Crystal penuh semangat, membayangkan jumlah dolar yang akan dia terima dari Nyonya Lu membuat Crystal bersemangat untuk bekerja.
Nyonya Lu menggelengkan kepalanya. "Jika kau tidak keberatan aku tidak bisa menolak, bukan?"
Crystal terkekeh senang. Karena waktu terus berjalan Crystal pun mulai bekerja menyiapkan peralatan masak untuk koki dan para asistennya, meskipun tukang cuci piring adalah pekerjaan paling rendah di dapur namun Crystal menyukainya.
Tukang cuci piring adalah satu-satunya pekerjaan yang membuatnya minim berinteraksi dengan pengunjung, karena itulah Crystal sangat menyukai pekerjaannya.
Satu demi satu pekerja restoran datang, mulai dari koki utama hingga para asistennya dan pelayan. Semuanya mulai sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, namun ada satu pekerja yang belum datang dan dia adalah Rose sang kasir yang jelita. Gadis berambut blonde yang menjadi primadona di restoran China itu selalu terlambat jika di akhir pekan seperti hari ini.
"Kurang dua menit," ucap Nyonya Lu ramah pada Rose yang baru saja masuk ke dalam restoran, nafasnya sedikit tersengal-sengal karena baru saja berlari.
"Kau adalah salah satu karyawan favoritku, Rose."
Meskipun tahu Nyonya Lu sedang menyindirnya, namun Rose tetap tersenyum lebar. Menunjukkan senyum pamungkasnya untuk menarik perhatian pelanggan. "Saya terlalu lelap tidur malam ini karena hujan, Nyonya. Karena itulah saya sedikit terlambat, tapi meski begitu saya belum telat, bukan?"
Nyonya Lu menoleh ke arah Cyrstal yang sedang membantu asisten koki mencuci bahan makanan. "Menyenangkan sekali punya dua karyawan yang satu menyukai hujan dan yang satu membenci hujan, aku rasa kalian berdua akan cocok."
Rose mengernyitkan kening. "Oh thanks, aku tidak mau menambah teman dengan seseorang yang tidak pernah tersenyum."
Rose benar, selain pada Nyonya Lu sang pemilik restoran Crystal tidak pernah tersenyum pada orang lain. Karena itulah Rose menolak berteman dengan Crystal meskipun mereka ada di satu tempat yang sama.
"Aku sudah punya banyak teman menyenangkan dan tidak mau menambah seorang teman aneh yang akan merusak circle pertemananku, Nyonya," imbuh Rose kembali seraya melepas jaket yang menutupi seragam kerjanya.
Nyonya Lu menggelengkan kepalanya. "Crystal gadis yang menyenangkan jika kau sudah mengenalnya, aku yakin kau tidak akan menyesal berteman dengannya. Apalagi umur kalian berdua tidak berbeda jauh selain dari itu kalian juga sama-sama memiliki wajah yang cantik, aku rasa kalian bisa menjadi teman akrab di masa depan."
Rose mengerucutkan bibirnya, dia tidak suka mendengar perkataan Nyonya Lu yang selalu berusaha mendekatkan dirinya dengan si tukang cuci piring yang tidak pernah tersenyum itu. Tidak lama setelah Nyonya Lu pergi perlahan Rose menoleh ke arah dapur, mencuri pandang pada Crystal yang saat ini sedang mengikat rambut panjangnya secara asal.
Bibir Rose menipis. "Sepertinya Nyonya Lu benar, gadis aneh itu cukup lumayan. Rasanya Eddie akan senang jika aku membawanya."
Bersambung