Download App

Chapter 90: Gemas

Ryan tak menjawab, hanya menatap ke Ajat, yang sebagai lawan bicara Ryan tak tahu apa arti tatapan itu. Hanya membuat orang yang melihatnya jadi salah tingkah.

"Fuuuh.. Apa yang dipikirkan suami teh Icha ya? Sepertinya orang yang cukup berbahaya." Ajat mulai menerka-nerka

"Astaghfirullah! Aku lupa meninggalkan suamiku sendiran" Kira yang tak sengaja melempar pandangan ke meja makan, sangat khawatir melihat gesture tubuh Ryan, segera menghampiri meja makan dan menemui Ryan.

"Suamiku.."

"Naik apa kau ke sini ShaKira Chairunisa?" Ryan bertanya ke Kira tapi pandangannya masih ke Ajat.

"Ah, itu.. Nanti aku bahas di rumah bersamamu.. Aku minta kunci kost! Tolong berikan padaku, suamiku.."

"Mana aku tahu di mana?" Ryan mengernyitkan dahinya, menatap Kira.

"Ih, ada di tasku. Yang di bawa Asisten Andi." Kira menjelaskan. Dan Ryan paham yang dimaksud Kira. Dia segera mengeluarkan handphonenya, meminta Andi untuk datang.

"Tuan muda!" Asisten Andi berteriak dari luar.

"Tunggu. Jangan berlari ke sana!" Ryan memegang tangan Kira, tak ingin Kira lari menghampiri Asisten andi. Ryan lalu berdiri dan menggandeng tangan Kira keluar.

"Aku tak akan membiarkanmu bertemu Andi sendirian. Aku juga tak akan meninggalkanmu dengan lelaki di meja makan itu. Kau harus bersamaku." Ryan sedikit overprotective.

"Ini tuan Muda.."

"Ryan, ayo minta kakimu." Kira sudah jongkok untuk memakaikan sepatu Ryan

"Kau mau pergi sekarang?" tanya Ryan.

"Iya," Kira mengangguk. "Urusanku sudah selesai..

"Andi, berikan keluarga ini satu juta dollar! Mereka telah menjaga keluargaku dengan baik!"

Kira menghentikan. Memasang sepatu Ryan dan berdiri menatap Ryan

"Suamiku.. Tadi apa yang kau katakan?"

"Ehmm.. Kau mendengarnya kan!"

"Katakan sekali lagi.. Aku mohon!" Kira menatap mata Ryan

"Berikan keluarga ini satu juta dollar?"

"Bukan... Bukan kalimat yang itu!" Kira memaksa

"Mereka telah menjaga ke.." Ryan menghentikan kata-katanya dan menatap kesal ke Kira "Hey mau apa kau menyuruhku mengulang kaimatku! Aku tak mau! Pakaikan cepat sepatuku!" wajah Ryan kali ini agak sedikit merah.. Ryan tak berhasil menutupi perasaannya kali ini.

"Suamiku.. Kau menganggapku keluargamu.. Apa kau serius?" Kira masih menunggu jawaban Ryan..

"Sepatuku.. Pakaikan sepatiku!" Ryan masih tetap tak ingin menjawab Kira.

"Tuan Muda.. Kau.. Ah.. Harusnya cepat kau katakan.. wanita ini bisa jadi milikmu selamanya kalau kau mau mengatakannya!" Asisten Andi sangat gemas.

"Suamiku.." Kira tak ingin memaksa Ryan lagi, tapi Kira langsung memeluk Ryan erat-erat. "Terima kasih kau mau menganggapku sebagai keluargamu. Terima kasih!" akhirnya, setelah sekian bulan bersama.. Ada sedikit kebahagiaan yang dirasakan Kira yang bersumber dari kata-kata Ryan..

"Aku menginginkan sebuah keluarga.. terima kasih kau telah menganggapku sebagai bagian keluargamu.. Aku sangat bersyukur terima kasih, Ya Rob!" hati Kira sangat bahagia. Setelah sekian lama menanti, akahirnya doanya terkabul. Sikap Ryan membaik bahkan menganggapnya sebagai keluarga.

"Kau memang bodoh!" Ryan kesal, tapi tetap membalas pelukan Kira.

"Aoa yang ada di otaknya sih? Kenapa dia begitu bodoh tak juga mengerti perasaanku? Fuuuuuh! Dan kenapa aku juga mengatakan dirinya bodoh lagi? Bagaiaman sih bersikapndan berkata lembut padanya? Kenapa sulit sekali?" hati Ryan sangat kesal, menurutnya, kebodohan Kira membuat Ryan sulit untuk berkata lembut padanya.

Kira mengangguk.

"Ya.. Ya.. Aku memang bodoh. Tapi terima kasih, suamiku. Sudah menganggapku keluargamu! Terima kasih." respon Kira terhadap kata-kata Ryan tadi.

"Hah, sehari tak menghinaku, apa akan membuatmu.mati, suamiku? Kau sangat senang menghinaku, ya... tapi biarlah.. Toh kau sudah baik padaku dengan menganggapku keluargamu. Hihi" Kira hati kecil Kira sangat bahagia.

"Sudah, jangan memelukku seperti ini.. Ayo pulang, aku sudah mengantuk karena kebanyakan makan!"

"Hah.. Aku ga mau pulang dulu.. The Valley Cafe.. Ayolah.. Satu tempat lagi, kau sudah janji padaku.." Kira merengek dan memelas pada Ryan, seperti anak kecil.

"Apa belum kenyang juga? Masih mau makan?" tanya Ryan lagi.

"Bukan masalah makan.. tapi aku memang mau ke tempat itu... Ayolah suamiku.. Tempatnya indah kalau didatangi malam hari. Bisa melihat kota bandung dari sana, dan lampu-lampu itu seperti bintang yang ada di darat.

"Huuuffh.. Baiklah.. Baiklah.. Aku antar kau ke sana, pakaikan sepatuku dulu!"

"Terima kasih, suamiku!" Kira segera memakaikan sepatu Ryan dan masuk ke dalam untuk berpamitan

"Neng Icha, nanti main-main ya ke sini lagi!" umi merangkulKira, dan sedikit berat melepas Kira.

"Iya, nanti aku mampir, insya Allah. Terima kasih, umi, Lina , Aa Ajat, dan titip salam untuk Buya."

"Hati-hati di jalan, Teh Icha.."

"Permisi, ini mohon di terima!" Asisten Andi memberikan amplop berisi cek dengan jumlah yang telah disebutkan tadi oleh Ryan.

"Hmm.. Tidak perlu.. Kami memang menyayangi teh Icha dan mau membantu tulus."

"Umi, terimalah.. Kalau tak di terima, suamiku akan marah padaku! Kira berbisik, tapi tetap masih terdengar oleh Ryan dan Asisten Andi.

"Hmm.. Baiklah.. Semoga kalian berdua akur terus.. Nanti, mampir ke sini, bawa anak kalian, ya!"

"Hihi.. Iya umi. Aku pamit dulu. Assalamu'alaikum

Kira berpamitan dan meninggalkan keluarga barunya di Bandung.

"Wah, teh Icha, mobilnya bagus banget!" Lina nyeletuk saat mengantar Kira ke luar pagar.

"Hihi.. bukan punyaku, Lin, tapi punya suamiku." jawab Kira yang sedang menggandeng Ryan.

"Ayo naik!"

"Jangan mobil ini sumiku.. Minta di supirin aja.. Kau sudah lelah, kan.. Hari ini sudah banyak menyetir!" Kira menunjuk mobil di belakang yang dinaiki asisten Andi.

"Naik ini saja, aku ingin berdua denganmu!" Ryan memaksa, dan menggandeng Kira memasuki mobil.

"Ryan.." Kira memanggil Ryan saat mobil sudah melaju meninggalkan rumah keluarga Lina.

"Apa? Bicara jangan setengah-setengah!"

Kira menyandarkan kembali kepalanya di tangan kiri Ryan..

"Aku suruh bicara, kenapa justru bersandar?"

"Aku mau bersandar.. Aku kan sudah bilang kalau aku memrindukanmu.." Kira masih bersandar pada Ryan saat mengatakannya.

"Wanita ini.. Kau sudah gila Ryan.. Kau bahkan begitu patuh pada wanita ini sekarang. Haisssshhh. Kemana harga diriku. Kenapa aku ini? Aku dulu bahkan tak seperti ini dengan Cassey. Tapi dengannya.. Hufffh.. Apa dia membuatku ketularan bodoh?" sepanjang jalan menuju The Valley, Ryan hanya membiarkan Kira bersandar di tangannya. Bahkan Ryan tak mengeluh sama sekali walaupun tangannya sudah terasa pegal.

"Apa kepalamu tak pegal bersandar seperti ini?" tanya Ryan ke Kira yang masih menempel ditangannya. padahal sudah lebih dari satu jam.

"Aku takut tak bisa mmegangmu lagi kalau sampai rumah nanti." Kira menjawab jujur.

"Jangan khawatir.. Cassey tak akan berbuat apa-apa padamu selama aku didekatmu.

"Ryan.. Apa kau tak mencintainya lagi?"

"aku sudah lupa bagaimana aku bisa mencintainya."

"Bagaimana kalau kau sudah ingat nanti? Apa kau akan menyesal dengan berkata kasar seperti itu paadanuya?"

"Sudahlah, jangan khawatir tentang Cassey.. Fuuuuh.. Kau kenapa bodoh sekali Shakira Chairunia?"

"Aku tak akan memanggilnya Cassey kalau aku tak ingatmasa lalu kami. Ah, wanita ini.. Di mana dia taruh otaknya sih!" Ryan semakin kesal.

"Apa aku salah lagi?"

"Fuuuuuh... Sudah, jangan di bahas! Kau bisa membunuhku dengan menyetir sambil marah-marah nantinya!"

"Ryan kenapa kau selalu marah padaku?"

"karena kau bodoh! Fuuuh.. Diamlah! Jangan pancing aku untuk berbuat kasar padamu lagi!"

"Apa sih yang ada di otaknya? Apa sulit untuk mengetahui perasaanku padanya? Kenapa dia bodoh sekali? Aku bersamanya, bahkan rela meluangkan waktuku yang berharga untuk menjadi supirnya, aku tak berkata kasar padanya apa sulit untuk berpikir dirinya penting untukku? Kenapa harus bicara soal Cassey lagi? fuuuuih!" Ryan tak tahu bagaimana cara membuat Kira sadar akan pentingnya dirinya untuk Ryan.. Segala cara dilakukannya, tapi dari perbuatannya, itu masih juga belum bisa membuat Kira sadar.

"Suamiku.. Apa yang di ambil wanita itu dari tasku?"

"Wanita mana lagi yang kau bicarakan?" Ryan menanggapi masih dengan perasaan kesalnya.

"Yang di gudang tadi, yang kau bilang untukku tapi aku belum sadar. Apa itu?"

"Aaah!"

"Barang apa itu?" Kira bertanya sangat antusias.

"Kau bodoh, harusnya kau cek semua isi tasmu! Kenapa bertanya sekarang padaku setekah barang itu sudah aku perintahkan untuk di buang?"

"Fuuuh.. Apa-apaan dia.. Aku tak akan menjawab barang apa itu.. Harusnya dia melihat isi tasnya, bukan bertanya padaku seperti ini sekarang! Rasa cintaku sudah aku ungkapkan di sana, tapi dia tak memperdulilannya! Sssshhh aku gemas sekali dengannya!" Kesabaran Ryan sudah habis. Dan tinggal emosinya.

"Suamiku.. Tapi aku benar-benar ga tahu! Kenapa tak memberitahuku saja?"

"ShaKira Chairunisa, kau berhasil membuatku marah! Buka bajumu!"


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C90
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login