Download App

Chapter 2: Perkenalan

Wajah Clara terasa sedikit memerah. ‘Nggak salah nih aku ngobrol dengan ngasih info seperti tadi?’ tanyanya dalam hati. Clara lalu mencoba untuk menyingkirkan bayangan orang itu dari pikiran ketika ia pulang. Bukan pulang ke rumah tapi ada urusan di kantor notaris yang harus ia lakukan dalam rangka pembelian rumah baru mereka.

*

Lyn itu sahabat Velove di sekolah yang sama. Di gedung sekolah berlantai 5 yang dikelola Yayasan St. Bernardo dan menampung pendidikan mulai dari TK sampai SMA, keduanya banyak satu kelas. Love baru masuk di sekolah sejak kelas 7 dimana Lyn malah sejak kelas 4. Mereka berkali-kali berada di kelas yang sama – dan memilih untuk berada di bangku yang sama – sampai saat ini ketika berada di kelas 12.

Kedekatan keduanya dengan cepat terjalin sehingga pada akhirnya mereka jadi saling tahu kehidupan masing-masing. Di kelas saat ini, mereka bahkan sudah banyak saling tahu kehidupan paling pribadi termasuk soal hiper sensitive yakni seks. Kendati sudah saling terbuka, sudah ada kesepakatan tidak tertulis bahwa keduanya tidak boleh ngulik terlalu dalam untuk soal yang satu itu jika pembeberan informasi malah akan menimbulkan ketidaknyamanan pada salah satu pihak.

Keduanya sudah sama-sama tidak lagi virgin, itu yang keduanya sudah sama-sama tahu. Bedanya hanya satu. Love tidak mau menceritakan pada siapa ia menyerahkan keperawanannya. Beda dengan Lyn yang sudah menceritakannya pada Love bahwa pelakukan adalah Fathur, kekasihnya. Tapi, sebagaimana disepakati di atas, salah satu pihak tidak boleh terlalu kepo sampai mengulik terlalu jauh dimana hal itu bisa menimbulkan ketidaknyamanan pada salah satu pihak. Velove merasa tidak perlu menyampaikan – setidaknya buat sementara ini – siapa pria yang menjadi bajingan sehingga menjadi ‘beruntung’ atau ‘kurang ajar’ atau ‘berbahagia’ atau ‘terkutuk’ karena bisa merenggut mahkotanya yang berharga. Pengalaman itu menurutnya bukan pengalaman manis apalagi romantis sehingga dampaknya pun ia jadi agak dingin terhadap pria. Padahal, siapa orang di satu gedung St. Bernardo yang tidak mengenal kecantikan gadis ini.

Kalau Lyn merasa pengalaman itu sebagai peristiwa mengasyikkan untuk dikenang, hal sebaliknya lah yang ada dalam pemikiran Love. Apa yang dialami sebetulnya bukan sebuah pemer*osaan sama sekali. Tapi tetap saja itu jadi pengalaman buruk dan sedikit menimbulkan rasa trauma dalam diri Love.

Terlepas dari itu semua, ada satu kesamaan di antara mereka adalah bahwa kasus lenyapnya virginitas atas mereka berdua terjadi di rumah masing-masing, satu tahun lalu. Bahkan ternyata peristiwa itu pun terjadi di bulan yang sama. Entah siapa yang berpikir lebih dahulu, tapi kesamaan waktu dan tempat membuat mereka jadi merasa senasib dan menyatu.

Friends forever, itu menjadi moto mereka berdua.

*

Urusan Clara di kantor Notaris sudah selesai. Ia dan Cahyo memang baru saja secara resmi menempati rumah baru mereka.

Sebuah rumah yang dibeli nyaris tanpa persetujuan suaminya, Cahyo. Ada rasa kesal yang luar biasa dalam diri Cahyo terhadap Clara karena keputusan pembelian. Isterinya memang tidak puas dengan rumah kontrakan mereka dan sudah memutuskan untuk membeli rumah itu. Sebuah rumah tua yang akan menjadi rumah masa depan mereka dan terletak di pinggiran kota. Clara merasa mendapatkan berkah bahwa ia bisa mendapatkan rumah tua itu karena menurutnya ada ruangan yang cukup untuk dirinya membuka klinik di rumah mereka yang baru tapi gedung lama itu.

Untuk alasan itu, ya, Cahyo setuju. Tapi ia punya banyak keberatan. Pertama, dari lokasinya yang di pinggir kota yang sudah pasti akan berdampak pada mobilitas mereka bertiga yaitu dirinya, Clara, dan adik iparnya, Velove. Kedua, rumah itu berada pada lingkungan yang sepi dan terkucil. Lantas, bagaimana klinik akan ramai dikunjungi kalau letaknya tersendiri? Alasan ketiga adalah alasan paling kuat. Ia sudah dua kali meninjau rumah itu dan menyadari bahwa itu sebuah rumah tua eks peninggalan zaman kolonialisme Belanda. Sebuah fakta yang membuat ia tidak nyaman karena merasa rumah semacam itu – walau tidak 100% - kemungkinan sudah ada ‘penunggunya’.

Rumah itu merupakan peninggalan zaman colonial dengan arsitektur Belanda yang kuat. Karena lokasinya yang sedikit terpisah, rumah itu jadi hijau karena dikitari banyak tumbuhan dan pepohonan. Baik tumbuhan dari rumah maupun dari lingkungan sekitar. Banyak jendela dan atap trapesium lebar membuat sirkulasi mengalir sangat lancar dan itu menjadi salah satu alasan kuat yang mendorong Clara membujuk Cahyo untuk membelinya. Clara adalah seorang dokter yang baru saja mendapatkan izin praktek. Untuk itu sebuah ruangan untuk praktek adalah sebuah keharusan baginya dan rumah itu memiliki 4 kamar yang bisa mengakomodasi semua orang. Masing-masing akan ada satu kamar untuk tempat praktek, untuk dirinya dan Cahyo, untuk adiknya Velove. Satu kamar tersisa akan disiapkan saat Clara dan Cahyo dianugerahi seorang buah hati. Mereka belum 3 tahun menikah. Usia Clara 40 tahun sedangkan Cahyo 3 tahun lebih muda darinya. Mereka masih belum mendapatkan momongan walau pun mereka sudah memeriksakan diri ke banyak ginekolog. Sejauh ini tak ada yang perlu dikhawatirkan soal reproduksi karena keduanya selalu dinyatakan sehat.

Rumah peninggalan Belanda itu juga memiliki satu buah gudang yang dibangun terpisah. Walau menempel dengan gedung utama, orang harus berputar melalui jalan belakang untuk memasukinya.

Setelah aktifitas melelahkan selama tiga minggu penuh dengan memindahkan barang dari rumah kontrakan semua proses akhirnya selesai. Mereka sudah melanjutkan aktifitas sehari-hari di rumah baru yang – sayangnya – tidak memiliki tetangga karena lokasinya yang sedikit terkucil.

Oh ya, sebetulnya mereka memiliki satu tetangga. Rumahnya hanya sepelemparan batu saja jaraknya. Tapi sejak pertama kali meninjau dan berkali-kali bolak-balik bahkan hingga hari ini, ia tidak pernah melihat penghuninya. Menurut penjualnya, penghuni rumah itu hanya satu orang. Maryoto, itu namanya. Dikenal memang sangat jarang bergaul, penyendiri, tak pernah terlihat kedatangan keluarga, maka dengan usianya yang di atas lima puluh, orang itu seolah menunggu mati sebelum kemudian ditemukan orang lain. Kendati begitu ia memiliki seorang putera, Kartono yang sesekali mengunjungi orangtuanya di sana.

*

Sebuah pesan email baru saja Clara baca melalui laptopnya di rumah. Pesan dari Aliff, seorang mitra kerjanya yang jadi expatriate dan ditempatkan di Boston, Amerika Serikat. Mereka masuk perusahaan hampir bersamaan 6 tahun lalu, hanya saja Aliff lebih berpengalaman kerja di bidang peralatan ultra sonografi sehingga jabatannya secara organisatoris satu level di atas Clara. Mereka sudah mulai tertarik dan sudah saling curhat yang makin lama menjadi curhatan yang sangat pribadi. Tapi hubungan mereka hanya sampai sebatas itu saja karena Clara agak takut. Ia tidak berani terlalu jauh karena Aliff sudah menikah. Tapi belakangan situasi ini tetap saja membuat keduanya makin dekat. Di beberapa kesempatan curhatan mereka menjadi makin dalam sampai menyinggung yang sangat pribadi. Hal ini berlangsung sampai Clara kemudian menikahi Cahyo tiga tahun lalu. Kendati begitu, rasa tertarik keduanya tetap tidak padam. Cinta memang misterius dan kadang ‘tak tahu diri’ karena berani menghampiri ketika keduanya sudah menikah.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C2
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login