Download App

Chapter 4: Goresan Luka

"Kak Alan! tunggu sebentar!" Lili kecil berlari-lari ke arah Alan yang tengah bersiap-siap memasuki mobilnya untuk berangkat ke kampus. hari ini adalah hari pertama Alan menjalani hari-harinya sebagai seorang mahasiswa.

"apa yang kau lakukan pagi sekali di depan rumahku?" Alan menaikkan alisnya heran. Lili masih mengatur napasnya yang sesak karena buru-buru berlari menghampiri Alan dengan membawa tas kecil bersamanya.

"pulanglah, aku mau berangkat dulu" Alan hendak memasuki mobilnya dan mengabaikan Lili yang misuh-misuh memperbaiki dandanannya.

"tunggu dulu kak!" Lili menahan tangan Alan dan buru-buru mengeluarkan sesuatu dari tasnya.

"dimakan ya kak, Lili buatin khusus buat kak Alan!" Lili menyodorkan sebuah kotak bekal lengkap dengan minumnya.

"apa ini??" Alan terlihat tidak berminat melihat sesuatu yg dibawakan Lili.

"bekal" jawab Lili dengan polosnya.

"kau pikir aku bocah ingusan sepertimu?" Alan mendengus kesal. kadang-kadang bocah ini selalu melakukan hal-hal yang tidak perlu membuat pria ini merasa kesulitan menghadapinya.

"memangnya kenapa? tidak boleh ya?" Lili menatapnya dengan penuh harap. nada bicaranya sudah tidak seceria tadi.

"aku tidak menyuruhmu melakukannya" jawabnya Alan ketus. Lili tampak kecewa mendengar perkataan Alan.

"maaf, aku hanya ingin membuatkan sesuatu untuk merayakan hari pertamamu kuliah di universitas terbaik itu" Lili mengeluarkan suaranya dengan lirih dan mulai memasukkan kembali kotak bekal ke dalam tasnya karena tak kunjung diterima oleh Alan.

"haaahhh. mulai lagi.." Alan menghela napas berat sambil memutar bola matanya lelah.

"mana sini!" dengan kesal Alan mengambil bekal tersebut dari Lili dan buru-buru memasuki mobilnya.

"aku bisa terlambat jika harus berlama-lama menghadapimu, dasar bocah!" Alan menginjak pedal gasnya tanpa mengucapkan selamat tinggal pada Lili.

"Kak, ini minumnya!" Lili berlari kecil dibelakang mobil Alan yang belum melaju dengan kencang.

"tidak perlu!" jawab Alan setengah berteriak dan berlalu meninggalkan Lili berdiri di depan rumahnya.

"huuuu, dasar. jutek-jutek tapi mau juga. dasar tsundere!" Lili cekikikan sendiri dan segera bergegas pulang sebelum mamanya mencarinya. sungguh hari-hari yang membahagiakan baginya sebelum semuanya berubah.

***

Lili mengerjabkan matanya. Iris matanya menangkap cahaya yang merayap masuk melalui celah jendela kamar. Kepalanya terasa pusing.

masa-masa kecilnya bersama kak Alan menjadi bunga tidurnya malam ini. hanya itu satu-satunya penghibur paling indah dibalik kejadian pahit yang dialaminya beberapa saat yang lalu.

ia melirik keperutnya, ada lengan kekar melingkar possesive disana. tubuhnya dipeluk erat oleh tubuh kokoh di sebelahnya. Pikirannya melayang menerawang kejadian yang dialaminya semalam.

Hatinya pilu mengingat bagaimana Alan menggagahinya dengan brutal tanpa perasaan. Berkali-kali menghujamnya menorehkan sejumlah luka luar dalam. Mengoyak kalbu memecahkan tangis hingga tak bersisa. ia limbung dan tersesat dalam kesedihan yang tak berujung. Lili melirik bercak darah yang berleleran di sprai putihnya. itu darah perawannya yang di renggut paksa tanpa cinta oleh Alan semalam, pikirnya dalam hati. ia baru teringat bahwa Alan membuatnya pingsan dan tak sadarkan diri. mungkin hanya itu yang membuat Alan bisa berhenti. Lili tidak pernah tahu Alan ternyata sebuas itu.

Dengan sisa tenaga yang dimiliki, Lili memindahkan tangan itu dari tubuhnya. Ia mencoba beringsut dari ranjang kingsize yang sudah tak berbentuk itu dengan susah payah, jangankan untuk berjalan normal, untuk bergerak saja sekujur tubuhnya terasa ngilu.

"Sshh" Lili menggigit bibir bawahnya menahan nyeri yang mendera tubuh bagian bawahnya. tidak, tidak hanya tubuh bagian bawahnya, seluruh tubuhnya terasa remuk redam. Luka serta lebam berwarna biru-keunguan tersebar di tubuhnya. Jangan lupakan fakta bahwa Alan menggunakan kekerasan untuk mengatasi perlawanan yang Lili coba lakukan semalam.

Lili mencoba berpijak di lantai marmer itu namun ternyata ia tak cukup kuat menopang tubuhnya sendiri. Rasa sakit di selangkangannya sangat menyengat membuat sendi dan tulangnya seolah tak berfungsi.

"Arrghh.." air mata ikut jatuh seirama tubuhnya yang membentur lantai cukup keras. Bibirnya terkatup rapat namun air mata terus jatuh dari pelupuk mata seolah tak ada habisnya. Ia menggigit bibir bawahnya kuat.

tak lama kemudian Lilipun mendengar pergerakan di atas ranjang namun enggan untuk sekedar melihat ke arah Alan di atas ranjang, ia terlalu sibuk menahan perasaan yang berkecamuk dalam dirinya.

'kau membuatku sadar, hujan tak selalu indah. karena mengenalmu, aku selalu kuyup terkena hujan air mata'

"Lili..." Alan berdiri dihadapan Lili yang masih terduduk tak berdaya di lantai. Ia telah memakai celana pendek menutupi tubuh bawahnya. tanpa bertanyapun Alan tahu Lili sedang 'tidak baik-baik saja'

Lili yang sebelumnya tidak bergeming terkesiap mendengar alunan nada rendah itu, sontak ia mengeratkan genggaman selimut yang menutupi tubuhnya. Secara otomatis ia memasang sikap defensif terhadap Alan, suaminya sendiri. tangannya bergetar mencengkeram selimut.

Lili sama sekali tak mengeluarkan suara dari bibir ranumnya. Ia bahkan beringsut menjauh dengan tubuh bergetar hebat ketika Alan mencoba mendekatinya. Lili tak mampu menutupi rasa takutnya terhadap pria itu, ia masih shock. Ia takut Alan akan berbuat kasar lagi terhadap dirinya. Ingatannya masih segar tentang bagaimana Alan mengasarinya semalam. Ia bahkan belum menerima kenyataan bahwa Alan mampu berbuat sekejam itu padanya.

"kemarilah.." Alan menatap Lili sendu. Suaranya terdengar sangat lembut melihat Lili yang begitu lemah dan rapuh dihadapannya. Wajahnya pucat, tubuhnya kurus dan sekarang ia terluka sedemikian rupa dengan tatapan kosong di mata bulat indahnya. Seperti kaca retak yang hanya menunggu tiupan angin lembut untuk memporak-porandakannya menjadi kepingan-kepingan kecil. Sorot mata Alan terlihat sulit diartikan ketika mendapati tubuh Lili yang terluka lebam cukup parah, ia sadar semua itu adalah murni karena ulahnya.

Lili tidak menanggapi Alan, ia hanya berdiam dan menundukkan wajahnya. Hatinya merasa enggan menatap pria yang sangat ia cintai ini. Setelah kejadian semalam ia telah memutuskan untuk memasrahkan hatinya terhadap kenyataan yang ada. Kenyataan bahwa Alan tidak akan pernah mencintainya. Ia tidak bisa melihat Alan seperti dulu lagi saat harapan itu belum dimusnahkan.

"kemarilah, aku kan membantumu ke kamar mandi" Alan berusaha meraih Lili, namun Lili tampak sama sekali tak ingin disentuh Alan. ia masih terus bersikap defensif terhadap suaminya ini. hatinya begitu terluka. ia trauma dengan pemerkosaan yang dilakukan pria dihadapannya ini terhadap dirinya semalam, Namun bukan Alan namanya jika tidak memaksakan kehendak. meski Alan berusaha mendekati Lili dengan lembut, tetapi tetap saja Lili merasa takut. kalau saja Lili dalam keadaan yang memungkinkan, ia pasti sudah berlari sejauh mungkin bahkan sebelum Alan sempat bangun dari tidurnya.

Alan mengabaikan perlawanan tak berarti yang mampu dilakukan Lili ketika ia mengangkat tubuh Lili dalam rengkuhan kokohnya. Lili memekik saat Alan tak sengaja menyentuh memarnya. Keduanya masih terdiam ketika Alan mulai mengisi air di bath up kamar mandi. Ia menyiapkan semua keperluan Lili dan meninggalkan Lili di kamar mandi. Semua dilakukan dalam keheningan dan sorot mata yang sulit diartikan.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C4
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login