Download App

Chapter 5: Pelindung Atau Pembawa Masalah?

Langit begitu biru dengan awan putih yang beriringan menghiasi hari baru. Matahari kian naik menunjukkan diri, seakan berkata aku adalah raja hari. Najwa baru terbangun dari mimpinya, ia ingat harus kembali bersekolah hari ini. Bolos di hari kemarin untungnya tidak diketahui oleh kedua orang tuanya, namun bila ia tidak memberikan surat, maka absensi kemarin akan menjadi alfa.

Najwa merasa bimbang, hatinya begitu ragu untuk mengatakan. Akhirnya ia memilih untuk mandi terlebih dahulu, coba berpikir bila dirinya baik-baik saja, namun kenyataannya tidak.

***

Di sisi lain, Revanza baru selesai sarapan pagi seperti biasa. Roti tawar di panggang dengan margarin dan diberikan telur mata sapi, lalu segelas susu coklat hangat yang menemani. Setiap hari, Revanza selalu melakukan kegiatan ini secara terus-menerus, hingga pada hari ini ia merasa ada yang berbeda. Dirinya merasa bersemangat berangkat sekolah.

Dingin, kaku, tidak sabar, ingin menang sendiri, masa bodo, dan tidak sabar. Semua hal yang dimiliki oleh Revanza seakan-akan mengubur kesempurnaan dirinya yang dibilang sebagai sang pangeran. Namun untuk pertama kalinya, ia merasa harus cepat sampai ke sekolah.

"Bi, tolong minta Pak Bondan untuk antar Revan," pinta Revanza.

"Hah? Bibi kira kamu naik bus? Serius mau diantar sama Pak Bondan?" tanya Bi Ningsih kembali.

"Iya, Bi …."

Revanza mengambil ranselnya, ia segera ke gerbang depan sambil mengambil beberapa cemilan rengginang.

Pak Bondan dengan mobil besar hitam bertipe SUV mewah keluaran Eropa sudah siap. Revanza segera masuk ke dalam mobil. Ia segera memasang earpod mahal miliknya di kedua telinga. Satu lagu galau menjadi teman untuk Revanza dalam memulai hari. Pak Bondan segera menjalankan mobilnya.

***

"Kamu sudah sarapan?" tanya Mama.

"Najwa sarapan di sekolah saja, aku minta lontong sama bakwannya, yah, Ma?" Najwa mengambil dua lontong dan 3 bakwan untuk menemani perjalanannya.

Najwa segera meninggalkan kios berlantai 3 yang merupakan rumahnya. Di lantai bawah digunakan untuk berjualan bebek khas Madura, di lantai dua dan tiga untuk tempat tinggal Najwa bersama kedua orang tuanya.

"Agak pedas …."

Najwa melahap satu lontong berisi sayuran dan potongan cabe rawit. Ia menghentikan angkot biru di depan rumahnya. Saat angkot tiba, ia harus berdesakan dengan penumpang lainnya yang mayoritas adalah anak sekolah, akhirnya Najwa duduk di dekat pintu.

Pikirannya kacau, masalah bolos kemarin menjadi momok menakutkan baginya. Banyak hal yang ia risaukan, misalnya serbuan main hakim sendiri dari para pemuja sang pangeran. Dan juga panggilan guru mengenai bolos sekolah kemarin.

***

Di depan gerbang berwarna hijau dengan papan nama SMA MERAH PUTIH, Pak Bondan memarkir mobilnya. Revanza turun dari mobil dan pamit dengan Pak Bondan.

"Nanti pulang mau dijemput?" tanya Pak Bondan.

"Nggak perlu, nanti Revanza mau pergi dulu." Revanza segera masuk ke dalam.

Beberapa siswi melihat penampakan mobil hitam mewah milik Revanza, mereka semua semakin tergila-gila dengan sang pangeran. Jarang sekali ia melihat pangeran menunjukkan tajinya sebagai crazy rich.

"Revan, kamu gak apa-apa? Kemarin kamu kenapa?" Nadira langsung menghampiri Revanza yang baru ingin masuk ke dalam kelas.

"Menyebalkan, berisik!" Revanza mengeluh dalam hati.

Tanpa berkata apapun, ia melewati Nadira. Tatapan matanya sangat dingin, ia memilih kursi yang strategis.

"Ke-kenapa lo duduk di belakang!" Ratih sangat terkejut saat Revanza memilih untuk duduk di belakang meja ia dan Najwa.

Guntur yang baru kembali dari toilet merasa terkejut saat melihat Revanza duduk di paling belakang. Padahal ia sudah menyiapkan posisi meja yang bagus.

"Lo mau duduk di belakang banget?" tanya Guntur.

"Iya, kenapa?" Revanza melirik tajam.

"Dasar, kadang-kadang gue merasa sulit buat baca pikiran lo, Van." Guntur mengambil ransel miliknya dan meletakkannya di samping Revanza.

"Lo kenapa pindah?" tanya Revanza.

"Seorang ayah harus menjaga putranya dengan baik, dan gue gak mau lo sendirian." Guntur meringis.

"Ayah? Lo kira gue bocah ingusan?" Revanza merasa kesal.

Tidak lama kemudian, Najwa tiba di kelas. Kepalanya tertunduk, ia begitu takut melihat para singa betina a.k.a para gadis di kelasnya. Najwa menggenggam erat tas ransel hello kitty miliknya, coba melirik ke arah para gadis, dan tatapan tajam penuh dendam yang Najwa dapatkan.

"Lo sakit?" tanya Ratih.

"Hah, nggak, cuma takut gara-gara bolos kemarin," jawab Najwa.

"Kenapa? Lo gak suka kemarin kita pergi ke taman burung?" tanya Revanza.

Sekejap saja, Najwa merinding. Sekujur tubuhnya seperti terkena aliran listrik saat mendengar Revanza bicara. Ia segera menoleh ke belakang. Najwa baru sadar bila Revanza dan Guntur duduk di belakang mereka. Padahal biasanya tidak ada siswa lain yang duduk di belakang mereka.

"Taman burung!" Ratih dan Guntur sama-sama berteriak.

Mereka langsung melirik tajam Revanza dan Najwa.

"Bu-bukan begitu …."

Najwa seperti sedang berhadapan dengan monster hydra berkepala 9. Tatapan tajam Revanza sangat menakutkan.

"Lalu?" Revanza menarik kerah baju Najwa.

Para gadis a.k.a singa betina memperhatikan aksi Revanza dan mengabadikannya dengan kamera ponsel.

"Tampar mukanya!" seru salah satu gadis.

"Jambak rambutnya!" teriak gadis lainnya.

"Revanza! Tolong berhenti! Kamu gak boleh kasar dengan seorang gadis." Nadira datang dan melerai pertengkaran itu.

"Ini struk pengeluaran kemarin. Lo harus ganti sekarang juga." Revanza mengeluarkan gulungan kertas berisi catatan pengeluaran kemarin.

"Astaga! Dia benar-benar kasih struk pengeluaran kemarin ke gue! Gila ini orang! Dasar gak ikhlas!" keluh Najwa dalam hati.

Najwa memeriksa kertas itu, ia melihat beberapa detail dan harga yang tertera.

"Kenapa ada biaya ganti rugi untuk 'malu' di warung bakso!" Najwa merasa ada yang janggal.

"Itu karena lo makan seperti bebek, gue harus menahan malu," jawab Revanza.

Nadira bersama para gadis yang tidak paham dengan pembicaraan mereka berdua hanya bisa bersorak untuk mengejek Najwa.

"Cih, dia benar-benar hilang otak!" Najwa merasa kesal.

"Bayar, sini …." Revanza mengulurkan tangannya.

"Bayar, woy!" seru beberapa gadis.

"Malu-malu bebek lo!" teriak yang lainnya.

Najwa bingung harus melakukan apa. Tekanan dari ejekan para gadis membuat mentalnya jatuh. Ia seperti diserang oleh segerombolan singa betina di Padang Savana, Afrika. Kepalanya tertunduk takut, telinganya merasa bising mendengar semua ejekan dari mereka semua.

BRAAAK!

Gebrakan keras terdengar. Revanza bangun dan melirik tajam ke semua gadis dan siswa lain.

"Berisik! Apa kalian gak punya kerjaan selain bully? Dasar, miskin!"

Amarah Revanza benar-benar sudah berada di ambang tepi jurang. Ia melampiaskannya kepada mereka semua.

"Sepertinya dark prince sudah bangun," ucap Guntur.

"Dark prince?" Ratih bingung.

"Sisi gelap dari Revanza yang asal ceplos saat bicara. Dia gak segan-segan untuk menghina lawannya." ungkap Guntur.

Para gadis merasa terkejut, ini pertama kalinya mereka melihat Revanza sangat marah.

"Re-Revan?" Nadira coba meredam amarah Revanza.

"Apa! Jangan sentuh!" Revanza menghempaskan tangan Nadira yang ingin menyentuh bahunya.

Najwa masih tertunduk takut. Psikisnya terkena serangan fatal. Ia benar-benar tidak tahu harus bagaimana.

"Pak Bondan! Tolong jemput di sekolah, Revan mau bolos lagi!"

Satu panggilan yang menyatakan 'GUE BOSNYA, ADA MASALAH!' menjadi bentuk pembuktian diri bila Revanza memiliki tingkatan berbeda dari mereka semua.

Revanza mengambil ranselnya, ia menarik tangan Najwa dan membawa ransel pink milik Najwa. Ratih dan Guntur terkejut, Revanza menarik paksa Najwa keluar kelas.

"Lo mau ikut, gak!" Revanza berteriak ke Guntur.

Guntur yang masih berusaha mencerna kejadian ini hanya bisa mengangguk. Ia melihat ke arah Ratih yang duduk di depannya.

"Ikut juga?" tanya Guntur.

"Bo-boleh?" tanya Ratih.

Akhirnya mereka berdua segera bangun dan mengejar Revanza dan Najwa.

Revanza berhenti di area parkir motor. Ia melihat ke arah Najwa. Ia sedang menangis, Najwa coba menutupi air matanya yang terus mengalir.

"Maaf …."

Revanza mengusap air mata Najwa. Ia memberikan tas pink milik Najwa.

"Kita bolos lagi? Gue gak mau bolos lagi," pikir Najwa.

"Lalu, lo mau jadi bahan tertawaan mereka!" Revanza sangat kesal.

Guntur dan Ratih yang baru tiba hanya bisa memperhatikan mereka berdua. Baru pertama kalinya Guntur melihat Revanza murka.

"Gue itu gak kaya seperti lo! Gue butuh sekolah untuk bisa kaya, gue butuh nilai bagus untuk bisa kerja, gue butuh uang untuk bisa hidup!" Najwa mengungkapkan perasaannya.

"Gue gak bisa seperti lo yang setiap ada masalah langsung pergi. Orang tua gue pasti khawatir, Van …."

Najwa semakin tidak bisa membendung air matanya. Ratih langsung merangkul bahu Najwa. Ia mengusap bahunya berkali-kali untuk menenangkan Najwa.

"Kalau begitu gue akan izin ke orang tua lo," ucap Revanza.

"Hah?" Guntur dan Ratih terkejut.

"Apa maksudnya?" Najwa menoleh ke arah Revanza.

"Kita ke rumah lo, gue mau cerita kejadian kemarin. Lalu, gue juga mau minta izin untuk pergi ke tempat lain." Raut wajahnya sangat serius.

"Hah?" Guntur dan Ratih kembali terkejut.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C5
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login