Download App
33.33% Re:START/if

Chapter 18: 12- Mengejar ke belakang, berlari ke depan (Part 02)

Pada salah satu lorong Mansion, Julia mengendap-endap di belakang Odo yang berjalan kembali menuju kamarnya. Ekor gadis pelayan itu bergerak ke kanan dan kiri, sorot matanya terlihat seperti seorang predator yang siap menerkam mangsanya yang tidak lain adalah anak berambut hitam di depannya.

"Nyaaa~" Dengan hasrat binatang liar, Julia menerkam ke arah Odo dan hendak menutup kepalanya dengan kemeja yang Ia bawa. Tetapi sebelum Demi-human tersebut bisa menyentuhnya, Odo bergerak dengan sangat cepat dan terlihat seperti tiba-tiba menghilang, lalu muncul lagi di belakang gadis kucing tersebut.

Bruk!

Julia jatuh tersungkur dengan posisi bokong terangkat, berserta gaunnya. Karena posisi tersebut, Odo yang tadi menghindar dengan cepat langsung dapat melihat celana dalam hitam berenda milik gadis berseragam pelayan itu. Odo terkejut, tetapi bukan karena melihat celana dalam berwarna hitam Julia, melainkan karena ada hal aneh di sekitar pangkal ekornya. Di dekat pangkal ekor yang menjuntai panjang dan bergerak penuh energi, terdapat satu pangkal ekor lagi dari ekor yang patah dengan rapi dan panjangnya hanya kurang dari sepertiga panjang ekor yang masih utuh. Odo baru pertama kalinya melihat hal itu meski telah lama bersama Julia.

"Dua ekor ....?" pikir Odo

Saat gadis kucing itu tergesa-gesa dan segera menurunkan gaunnya yang terangkat, lalu duduk melipat kakinya ke belakang, Ia menoleh ke arah Odo seraya bertanya, "Tuan Odo ..., Anda melihatnya?" Wajahnya terlihat merah saat bertanya seperti itu.

Sadar kalau yang dikhawatirkan Julia bukan soal ekor dan hanya celana dalam yang tak berarti bagi Odo, anak berambut hitam itu menatap tajam, dan menjawab, "Hmm, hitam berenda?"

Wajah Julia langsung memerah. Segera bangun dan merapikan pakaiannya seraya memegang kemeja di tangan dengan kencang sampai kusut, Gadis Kucing itu melontarkan makian verbal, "Dasar mesum! Tuan Odo mesum!!"

"Haha." Odo hanya tertawa garing mendengar hal klise seperti itu. Saat Julia hendak melancarkan tamparan ke arahnya, dengan gerakan sangat cepat Odo menghindar seperti menghilang dan kembali muncul di belakang gadis itu. Kesal tamparannya tidak kena, Julia mencobanya lagi dan lagi. Beralih dari hanya tamparan, gadis itu bahkan melancarkan pukulan dan tendangan sampai serangan sihir. Meskipun begitu, tidak ada satu pun yang bisa mengenai tubuh Odo.

"Ke-Kenapa gak kena-kena!!?? Bukannya Anda sedang mengantuk? Kenapa bisa menghindar seperti itu!!??" ucap Julia seraya terus mencoba menyentuh Odo.

"Aku menanamkan gabungan sihir sensor dan sihir pelontar dalam skala mini. Kalau Mbak Julia berada dalam jarak kurang dari setengah meter, secara refleks aku akan menggunakan sihir pelontar dengan kekuatan kecil dan bergerak cepat menghindar .... Khusus hanya Mbak Julai!"

Mendengar itu, Julai berhenti menyerang dan berdiri diam dengan wajah tertunduk. "Hanya saya ..., hanya saya yang tak bisa ....." Wajah gadis pelayan itu terlihat berkaca-kaca, seperti kucing yang merajuk ingin masuk ke dalam rumah majikannya. Melihatnya seperti itu, Odo menonaktifkan sihir yang dirancang Auto Senses yang tadi dikatakannya.

"Tentu saja itu hanya bercanda, jangan murung dong, Mbak Julia."

"Sungguh?"

"Sungguh, sungguh. Kalau tidak percaya, coba saja ...." Odo merentangkan kedua tangan. Melihat itu, Julia berjalan mendekat dan berlutut untuk menyesuaikan tinggi dengan Odo, lalu memeluknya. Tidak seperti sebelumnya, Odo tidak tiba-tiba menghindar dan Julia bisa benar-benar menyentuhnya.

Jilat ....

Julia tiba-tiba menjilat pipi Odo. Terkejut dengan hal itu, anak berambut hitam tersebut melirik dengan dingin dan merendahkan. Julai tersadar kalau tindakannya tadi itu benar-benar karena insting, melihat tatapan Odo yang seakan melihat belatung, gadis itu sedikit cemas. "Tu-Tuan Odo ..., ini ...."

Perlahan Odo melepaskan pelukan Julia, lalu mengambil satu langkah ke belakang. Tanpa mendengarkan alasan gadis itu, Odo langsung berbalik dan berlari kencang kabur darinya. Secara insting, anak itu merasakan hal bahaya kalau terus bersama Julia, dalam beberapa artian menyangkut hal-hal seperti kewarasan dan moral.

Melihat Tuan Mudanya berlari terbirit-birit, itu terasa lebih para daripada saat dirinya terpergok sedang melakukan hal memalukan beberapa waktu yang lalu. Tak ingin situasi berubah canggung lagi dengan Tuan yang dilayaninya itu, dalam hitungan kurang dari satu detik, Ia bangun dan langsung melecing mengejar Odo.

"Tungguuuu!! Tuaaan!!"

"EH!" Jangan Odo berdegup kencang melihat Julia mengejarnya, karena rasa takut tentunya.

Kejar-kejaran seperti kucing dan tikus di lorong, pada akhirnya Odo sampai salah mengambil jalan dan malah berakhir ke lorong yang mengarah ke kamar mandi utama. Tidak punya rencana lain, Odo langsung masuk ke dalam kamar mandi dan menutupnya rapat-rapat.

Julia menyusul, dan tentu saja tidak berani mengejar masuk sampai ke dalam kamar mandi. "Tuan, biar saya bantu gosok punggung Anda!" ucap Julia.

"Gak usah!"

"Sabun!? Anda lupa itu?!"

"Sudah ada!"

"Kalau handuk!?

"...." Odo tidak merespons. Anak itu sedikit membuka pintu dan mengintip keluar. "Tolong ambilkan, Mbak ...."

"Hmm, tentu saja .... Saya ambilkan ..... Kalau sekalian saya bantu goso⸻"

"Gak usah!" Odo langsung membanting pintu dan menutup rapat-rapat.

Melihat reaksi seperti itu, Julia tersenyum senang karena memang anak tersebut terlihat seperti anak puber pada umumnya. Tidak seperti saat hari sebelum Odo kabur ke Dunia Astral dan terlihat sangat menakutkan, Odo yang dilihatnya tadi adalah anak yang Julia kenal sejak masih bayi sampai sebesar itu.

"Syukurlah ..., dia tidak berubah .... Sungguh," pikir Julia sambil beranjak dari depan pintu kamar mandi untuk mengambil handuk.

Dari balik pintu kamar mandi, Odo terduduk dengan tatapan gelap dan bersandar pada pintu yang tertutup. Tatapannya penuh beban, penuh rasa lelah, dan rasa hampa yang tidak seharusnya ada pada anak seumuran dirinya. Menundukkan wajah dan duduk meringkuk, Odo menghela napas penuh rasa lelah.

"Punya sesuatu untuk dijaga ternyata sangat melelahkan .... Apa aku memang orang yang seperti ini, ya? Rela berjuang sampai seperti ini demi keluarga ...? Demi orang lain ? Bukannya ..., aku ini orang yang egois?"

««»»

Setelah membasuh tubuh dan berganti pakaian dengan baju yang sering dikenakan seperti kombinasi kemeja putih dan celana hitam, Odo berjalan di lorong Mansion menuju ke suatu tempat. Di belakang anak berambut hitam tersebut, Julia mengikutinya setelah meletakkan pakaian anak itu yang kotor ke ruang belakang untuk dicuci oleh pelayan lain.

Berbeda dengan Julia yang perasannya sedang cerah dan wajahnya berseri karena beberapa alasan, Odo terlihat sangat lelah dan matanya sangat mengantuk. Meski secara fisik tubuh Odo memang tidak terlalu kelelahan karena efek Inti Sihir yang dirombak Reyah, tetapi secara pikiran anak tersebut memang terlihat sangat kelelahan. Sesekali menghela napas, Odo tetap melangkahkan kaki tanpa memedulikan orang yang mengikutinya.

"Tuan Muda, Anda mau pergi ke mana?" tanya Julia. Odo langsung terusik dan tidak bisa mengacuhkannya.

"Perpustakaan ..., setelah itu ke hutan," jawab Odo.

"Eh!? Hutan Pohon Suci!?"

"Hutan di dekat Kota Pesisir ...."

"Hmm? Mau apa memangnya?"

"Berburu ...."

"Lagi ...? Bukannya ..., katanya tadi mau kembali ke kamar dan membuat rencana atau apalah yang sebelumnya Tuan bicarakan dengan Tuan Besar?"

Odo berhenti melangkah, begitu pula Julia. Anak itu menoleh ke belakang dan melihat ke arah Demi-human tersebut, lalu berkata, "Aku sudah membuatnya. Aku bilang pada mereka kalau rencananya masih dalam proses hanya karena untuk mendapat kesan saja. Kalau aku langsung menyerahkan intinya semua, mereka pasti akan berkata tidak-tidak nantinya."

Tatapan anak tersebut saat mengatakan hal rumit membuat Julia sekilas terkejut. Apa yang ada pada Odo, terasa mirip saat Dart bertarung dengan serius seperti yang dulu pernah dirinya lihat.

"Oh iya ..., kata Tuan ada rencana B dan C selain yang diserahkan tadi .... Anda menjelaskan rencana B, tapi rencana C itu apa isinya?" tanya Julia.

Tanpa menjawab terlebih dahulu, Odo berbalik dan kembali berjalan ke depan. Julia mengikutinya, dan saat itu Ia mendengar apa yang menjadi jawaban pertanyaannya.

"Membantai ... monster ....?"

Langkah Julia terhenti, melihat Odo yang berjalan menyusuri lorong. Perkataan yang terlontar dari mulut kecilnya itu bukanlah hal yang normal, terutama untuk anak-anak sepertinya. Meskipun merasa gentar sesaat mendengar perkataan Odo, pada akhirnya Julia tetap mengikuti anak tersebut karena khawatir.

.

.

.

Berjalan beberapa menit, Odo dan Julia sampai di perpustakaan Luke Scientia yang terletak di samping Mansion. Membuka pintu dan masuk, anak berambut hitam tersebut langsung melihat ruangan luas penuh dengan lemari-lemari yang raknya penuh dengan buku. Tempat yang memiliki 12 lantai dengan bagian tengah dari lantai dua sampai terakhir berongga sehingga dapat melihat bagian langit-langitnya yang cekung itu seperti biasanya terasa sunyi. Melangkahkan kaki di dalam tempat tersebut dan melihat ke kanan dan kiri, Odo menemukan seseorang yang jarang terlihat di tempat tersebut.

Pada kursi di dekat tangga menuju lantai dua, terlihat Mavis duduk dengan ditemani pelayan pribadinya. Pada meja di depan kursi yang diduduki, terdapat poci dan cangkir keramik yang berhiaskan pola Bunga Sepatu, dan beberapa cemilan seperti kue kering dan manisan plum dalam stoples kaca. Tidak seperti beberapa minggu lalu, Mavis terlihat lebih cerah wajahnya dan sangat sehat, sorot matanya terang, dan bibirnya merona merah muda. Mengenakan gaun panjang sampai mata kaki berwarna abu-abu gelap, Ia memegang buku sihir dan terlihat sedang meneliti sesuatu.

Melihat ke arah pintu yang dibuka, dengan senyuman dari wajah cerah Mavis berkata, "Odo ..., anakku .... Hari ini mampir ke sini, ya?" Mendengar itu, Odo berjalan ke arah ibunya tersebut. Anak berambut hitam yang berpakaian kemeja putih dan celana panjang berwarna hitam gelap itu masih terlihat mengantuk seperti sebelumnya, meski sudah mandi dan berganti pakaian.

"Selamat pagi, Ibunda ..., Mbak Fiola," sapa anak berambut hitam itu saat sampai. Melihat kalau anaknya terlihat sangat mengantuk dari wajahnya, Mavis bertanya, "Apa kamu kurang tidur, anakku? Dan juga, ini sudah siang hari, loh."

"Hmmm, ya ... kurang tidur ...." Odo mengangguk-angguk mengantuk, matanya sekilas terpejam dan terbuka. Fiola dan Mavis bingung melihat anak tersebut bisa berjalan sampai ke perpustakaan dengan kondisi mengantuk berat seperti itu. Gadis rubah berekor sembilan yang berdiri di belakang Mavis menggerakkan kedua telinganya dengan rasa penasaran. Demi-human tersebut seperti biasanya mengenakan pakaian khas Kekaisaran berupa Kimono yang sedikit terbuka dengan kombinasi warna merah dan hitam.

"Memangnya apa yang Anda lakukan sampai-sampai kurang tidur? Bukannya Tuan Muda belakangan ini sering sekali di kamar Anda?" tanya Fiola.

Menggantikan Odo, Fiola yang berdiri di sebelah anak itu menjawab, "Dengar, Nyonya, Fiola, Tuan Muda ternyata di kamar bukannya sering-sering istirahat selama seminggu ini setelah baru saja kembali dari Dunia Astral, tapi malah bikin dokumen aneh dan bahkan tadi sampai ngajak ribut para pejabat di halaman samping, loh!"

"Dokumen aneh?" Mavis bingung.

"Jangan sebut itu aneh, Mbak. Itu sangat penting, tahu." Odo melihat ke arah Julia, dan karena sedang mengantuk, matanya yang setengah terbuka terlihat tajam. Demi-human berambut keperakan itu memalingkan wajah, merasa sedikit takut akan tatapan tersebut.

"Dokumen apa, Odo?" tanya Mavis.

"Ah ..., hanya sedikit coba-coba buat bantu Ayah .... Lebihnya, nanti Ibunda tanya saja pada Ayah."

Jawaban anak tersebut membuat Mavis memasang wajah curiga, sedangkan Fiola dan Julia sedikit menatapnya dengan tajam. Mengacuhkan semua itu, Odo mendongak dan meliat ke atas seperti sedang mencari sesuatu.

"Hmm, anakku ..., kau sedang mencari sesuatu, ya? Apa itu alasanmu datang kali ini setelah sekian lama terus berada di kamar ...?" tanya Mavis dengan nada sedikit ingin bergurau. Mengamati kembali cara bicara dari ibunya itu, Odo baru sadar kalau memang seperti itulah sifat asli ibunya. Mavis tergolong hampir mirip dengan Reyah secara sifatnya yang seperti wanita dewasa yang menawan dan cara bicaranya yang berkesan seperti orang kelas atas, kepribadiannya yang seperti itu kembali lagi setelah kondisinya membaik.

Melihat ke arah ibunya yang sedang memangku buku itu, Odo berkata, "Aku mencari buku sihir tentang cara penanaman struktur pada objek atau medium, apa Ibunda tahu buku yang memuat tentang itu?"

Pertanyaan itu membuat Mavis sedikit senang karena rasa ketertarikan anaknya itu pada sihir tidak hilang meski sudah menguasai banyak sihir. "Hehem, kau cenderung lebih suka dengan sihir, ya? Bunda senang .... Jujur, Bunda kira kamu akan cenderung seperti Ayahmu yang sukanya latihan pedang melulu saat seusiamu sekarang ini .... Apa lebih baik tidak usah belajar teknik pedang dan belajar sihir saja, Odo?"

Mendengar perkataan itu, ketiga orang di tempat itu terdiam, mereka tidak menyangka Nyonya Keluarga Luke berkata seperti itu. Sedikit memalingkan pandangan dari ibunya tersebut, Odo berkata, "Kalau Ayah dengar itu, dia pasti heboh loh, Bunda ...."

"Yah, memang sih. Dart sudah memutuskan kalau anak yang lahir laki-laki maka akan dijadikan pendekar pedang dan kalau perempuan akan dijadikan penyihir, sayangnya Bunda tidak punya hak ambil bicara tentang keputusannya itu meski engkau anakku, Odo."

"Apa Ayah setegas itu?" tanya Odo.

"Tidak juga ..., itu sudah tradisi. Ketetapan Kerajaan Felixia yang tak bisa diubah."

Kata-kata yang keluar dari Mavis dengan wajah seriusnya membuat Odo sesaat heran. Wajah seperti itu sangat jarang diperlihatkan oleh ibunya, dan itu juga menandakan kalau dikatakannya itu perlu Odo pikirkan lebih lanjut.

"A-Apa maksud Bunda?" tanya Odo.

"Apa kamu tahu tentang Tiga Keluarga Besar di Kerajaan Felixia ini?"

"Ya, kurang lebih. Tiga Keluarga Besar itu terdiri dari keluarga kita ini, keluarga bangsawan Rain, dan Keluarga Kerajaan Felixia itu sendiri, 'kan? Memangnya ada hubungnya, Bunda?"

"Kalau sudah tahu itu, bukannya seharusnya kamu sudah tahu hak dan kewajibannya, bukan? Pada dasarnya kerajaan ini dibentuk oleh ketiga keluarga bangsawan ini. Oleh karena itu, peraturan yang ada sudah semacam tradisi yang tak bisa dilanggar. Pada keluarga kita ini, nama Luke diberikan tugas untuk memberikan keamanan dan kekuatan bagi Kerajaan, oleh karena itulah keluarga kita ini merupakan keluarga yang disebut tempat lahirnya para Ahli Pedang, selain itu juga keluarga ini memiliki hak militer kuat nomor dua setelah Keluarga Kerajaan. Karena itu, sebagai penerus tunggal kamu harus ahli dalam ilmu pedang, Odo."

Odo terdiam dan memikirkan tradisi yang dikatakan Mavis. Dalam hal terebut, Odo sedikit mengerti hak dan kewajiban Keluarga Luke yang telah menjadi tradisi. Dari hal tersebut, anak itu juga dapat menyimpulkan kelak nanti apa yang terjadi kalau Ayahnya sampai dicabut gelar bangsawannya. Kewajiban yang dipikul Keluarga Luke bukanlah hal yang remah, sebab itu kegagalan dan dicabutnya gelar bangsawan pasti akan dilanjutkan dengan hukuman. Memahami hal itu, anak berambut itu kehilangan pilihan untuk tidak memedulikan masalah yang sedang melanda wilayah kekuasaan ayahnya tersebut.

"Akh, ujung-ujungnya aku kali ini juga tidak boleh gagal, ya? Padahal belum sebulan, malah langsung situasi kritis ...," pikir Odo.

Melihat ke arah Ibunya dengan wajah yang sudah tidak terlihat mengantuk, Odo bertanya, "Kalau keluarga lain, tugas dan kewajibannya apa?"

"Hmm, apa kamu tertarik dengan hal-hal seperti ini, anakku?"

"Ya, nanti aku akan jadi penerus, bukan?"

"Memang sih, tapi saat usiamu mencukupi, nanti Dart juga akan memanggil pembimbing untuk mengajarimu tentang sistem pemerintahan dan tradisi semacam ini."

"Tak ada salahnya kalau tahu lebih dini, 'kan? Beritahu dong, Bunda ...." Anak itu memasang tatapan penuh rasa ingin tahu, dan hal itu bukan rekayasa karena memang itulah sifat dasar dari anak tersebut.

"Y-Ya ..., benar juga sih. Jadi, kamu benar-benar ingin tahu tentang Keluarga Besar lainnya?" tanya Mavis, dan Odo mengangguk langsung.

"Hmm, coba lihat dulu keluarga Rain .... Sejauh mana kamu tahu tentang para bangsawan Rain, anakku?"

"Setahuku, keluarga itu kebanyakan kerja di kantor dan merupakan keluarga paling kaya dan semacamnya," jawab Odo.

"Ya, memang keluarga Rain kebanyakan kerja di kantor-kantor pemerintah. Tapi, bukan itu yang menjadi faktor utama keluarga Rain. Pada dasarnya mereka adalah keluarga yang berkontribusi dengan pikiran, mereka menyumbang ide dan sistem-sistem pemerintahan di Kerajaan Felixia. Keluarga Rain juga bergerak di bidang perkembangan diplomasi dan masalah pengembangan teknologi serta lain-lain. Ya, intinya berbeda dengan Luke yang berperan sebagai pelindung, Rain lebih semacam pembangun," jelas Mavis.

"Eng ..., kalau begitu, kerjanya Keluarga Kerajaan Felixia itu apa?"

"Mereka mengatur, memimpin, dan menjaga keberadaan Kerajaan Felixia ini."

Jawaban itu sedikit membuat Odo bingung. Pada penjelasan Mavis sebelumnya, seharusnya hanya dengan dua Keluarga Besar saja sudah bisa menjalankan seluruh hal tersebut dan Kerajaan Felixia dapat berdiri tanpa masalah.

"Keluarga Felixia adalah para Keturunan Dewa, darah yang mengalir pada nadi mereka berbeda dengan para makhluk yang ada di dunia ini dan merupakan kunci untuk membuat kontrak dengan para Roh Agung," lanjut Mavis.

Mendengar itu, Odo sesaat terkejut. Pada saat yang sama, dirinya langsung sadar mengapa Kerajaan Felixia bisa memiliki banyak Roh Agung yang berhasil dikontrak dan bisa ada media untuk pergi ke Dunia Astral. Dewa, makhluk kuno yang pada perang Dewa dan Iblis turun ke daratan dan secara tidak langsung memberikan pengetahuan Ilahi. Dari hal itu, dapat diketahui alasan mengapa peninggalan kuno yang tak bisa ditemui di tempat lain bisa ada di beberapa tempat di tanah Kerajaan Felixia.

"Para Dewa tidak hanya meninggalkan pengetahuan, tapi juga keturunan, ya?" pikir Odo.

Odo menarik napas dan menenangkan diri. Dalam benaknya, Ia merasa kalau kelak nanti akan menemui hal yang lebih mengejutkan daripada seekor naga ganas yang ternyata adalah Putri dari Dewa Naga yang dikutuk.

"Hmmm, kurang lebih aku paham, Ibunda .... Kalau begitu, aku naik dulu ya, mau cari buku ...."

"Tunggu, kamu ingin cari buku tentang metode menanamkan struktur sihir pada medium, bukan?"

"Ya ...."

"Kalau begitu, biar Bunda saja yang ajarkan itu padamu .... Daripada belajar dari buku terus, bukannya lebih cepat kalau belajar dari ahlinya langsung?"

Odo tidak jadi beranjak dari tempat, lalu menatap seraya berkata, "Sungguh? Bunda bisa?"

"Tentu saja. Keahlian Bunda bukan hanya sihir cahaya dan sihir suci, membuat struktur sihir dan penanamannya pada medium juga Bunda ahli. Memangnya siapa yang mendesain perpustakaan yang bahkan bisa menampung wujud fisik Roh Agung di dunia nyata ini?"

Pada akhirnya, Odo menarik kursi dan duduk untuk mendengarkan pembelajaran dari ibunya tersebut. Melihat hal itu, Julia mengambil poci dan cangkir untuk mengganti tehnya dengan yang lebih hangat. Untuk Fiola, gadis rubah berekor sembilan itu hanya berdiri di belakang Mavis dan mendengarkannya menjelaskan pengetahuan sihir pada anaknya.

Pada lantai dua perpustakaan Luke Scientia, Vil melirik ke bawah dari pembatas karena mendengar suara ramai Odo yang terdengar penuh semangat bertanya. Roh Agung beratribut air itu melayang di udara dengan dikelilingi gelembung air, hanya mengamati anak dan ibu di bawah sana yang penuh kebahagiaan dalam momen berharga itu.

"Mavis ..., aku harap kebahagiaanmu itu terus berlangsung. Kau yang telah menolongku dan mengabulkan mimpiku ..., kebahagiaanmu juga adalah kebahagiaanku," pikir Vil. Roh yang memiliki perawakan perempuan memasang wajah senang, tersenyum dari balik cadar yang dikenakannya.

««»»

Pada halaman samping kediaman Luke, Dart dan orang-orangnya selesai melakukan pendataan semua barang yang akan digunakan untuk bantuan kepada desa dan kota yang berpotensi mengalami krisis parah pada musim dingin yang akan segera datang. Dari data yang ada, jumlah bantuan yang disiapkan secara menyeluruh yaitu, 500 kotak kayu berisi daging hewan buruan dan ternak dalam kondisi telah diawetkan dengan cara pengasapan, 200 kotak kayu berisi ikan air asing yang telah dikeringkan, dan lebih dari 300 kantong gandum yang masing-masing beratnya mencapai 20 kilogram. Karena memang akan menghadapi musim dingin, semua bahan pangan tersebut dibeli dengan kualitas rendah tetapi dengan harga normal. Dari hal tersebut, bisa dikatakan utang wilayah kekuasaan Marques Luke mencapai jutaan Rupl.

Menyelesaikan semua tugas yang ada, hari tak terasa sudah sore dan mulai gelap. Setelah Dart memperkenankan para penjabat beristirahat atau pulang, dan memerintahkan beberapa lagi untuk menjaga barang-barang, Ia meninggalkan tempat untuk membasuh tubuh karena belum sempat beristirahat dari pagi.

Berjalan memalui halaman depan yang penuh dengan bunga dan beberapa tanaman herbal, pria tua itu tertarik mampir ke perpustakaan di dekat Mansion karena merasa ingin bertemu istrinya yang sejak sembuh lebih sering berada di tempat tersebut. Membuka pintu lebar-lebar dan melihat ke dalam, seperti yang diduga memang Mavis berada di dalam tempat tersebut.

"Sayangku ..., senang melihatmu cerah seperti dulu ...." Dart berjalan menghampiri Mavis yang duduk di kursi dekat tangga menuju lantai dua. Saat pria tua berbadan kekar itu mendekat, Mavis meletakkan buku yang sedang dibaca ke pangkuan, lalu mulai menutup hidung.

"Sayang ..., kamu belum mandi? Baumu kecut," ucap Mavis dengan frontal.

Dart tidak memedulikan itu. "Haha! Ini bau kerja keras," ucapnya dengan penuh rasa percaya diri. Mavis menyipitkan mata, menurunkan tangan dari hidung dan menghela napas. Sifat suaminya sebenarnya memang seperti itu, selalu bersemangat dan berkata tak jelas. Melihatnya kembali seperti dulu seperti itu, Mavis tersenyum kecil dan merasa bahagia bisa sembuh dari kutukan.

Sekilas Dart melihat ke arah Fiola, dan gadis pelayan pribadi Mavis itu menunduk hormat. Kembali memasang wajah bersemangat, Dart melihat ke atas meja dan menemukan ada dua cangkir di sana. "Apa ada orang lain datang? Ah ..., apa Odo?" tanya Dart.

"Ya ..., anak itu tadi datang ke sini."

"Hmm, padahal katanya mau lanjut buat dokumen di kamar, dia sampai sempat datang ke sini, ya .... Oh iya, ngomong-omong, sebenarnya apa yang kamu lakukan di tempat ini, istriku?" tanya Dart sambil mendekatkan wajahnya pada Mavis. Wanita itu mendorong wajah Dart menjauh, lalu memasang wajah sedikit cemberut. "Jangan dekat-dekat seperti itu," ucapnya.

"Ya, aku hanya meneliti beberapa sihir yang mungkin paling tidak bisa meringankan pekerjaanmu .... Sedang ada masalah, 'kan?" lanjutnya.

Dart sedikit terkejut karena Istrinya tahu. "Kamu dengar dari siapa?" tanyanya.

"Dari angin ...."

"Maksudmu dari kabar angin?"

"Sihir angin .... Lebih tepatnya, sihir yang menghantarkan suara melalui udara dan mengirimnya ke tempatku."

Jawaban itu sesaat membuat Dart terdiam. Keahlian Istrinya itu memang lebih dari kebanyakan penyihir lain karena memang dia adalah salah satu dari orang yang mendapat bimbingan dari Penyihir Agung di Miquator.

"Jadi, kamu sedang meneliti sihir untuk membantuku, ya?" tanya Dart.

"Ya, begitulah."

"Hasilnya apa?"

"Rune untuk menanamkan sihir gravitasi dalam objek."

Jawaban Mavis sedikit membingungkan Dart. Karena pria itu pada dasarnya tidak terlalu paham tentang sihir, Ia tidak terlalu mengerti apa arti dari hasil penelitian Mavis tersebut.

"Dari wajahmu itu, pasti tidak paham, ya?" tanya Mavis.

"Ya ..., begitulah." Dart sedikit memalingkan pandangan.

Dari pada menjelaskan secara lisan, Mavis memilih untuk memberikan contoh nyata. Ia membuat Rune di atas buku yang dipangku, lalu menanamkan sihir gravitasi. Pada saat Rune diberi Mana, buku tersebut melayang ke udara setinggi beberapa puluh sentimeter.

"Seperti yang kau lihat," ucap Mavis.

"Oh ..., maksudmu dengan memberikan sihir pada benda, itu bisa memudahkan untuk mengangkutnya? Benar begitu? Dengan menulis Rune itu pada tiap kotak, pasti akan lebih mudah mengangkutnya!" Dart langsung paham maksud Mavis, pria itu lebih cenderung cepat mengerti saat melihat secara langsung daripada dijelaskan dengan kata-kata.

"Benar, tapi kalau aku menulisnya pada semua barang-barang yang mau diangkut, itu terlalu lama dong. Karena itu, Odo menyarankan untuk menulisnya pada sebuah papan kayu yang nantinya di atasnya baru diletakkan barang-barang yang mau diangkut ke kereta atau gerobak. Sihir ini tidak memiliki batasan berat dan hanya memiliki batasan ketinggian mengapung di udara sekitar 30 sentimeter, karena itu bisa sangat efektif untuk mengangkut .... Yah, kekurangannya hanya batas waktunya paling lama hanya 40 detik saja saat mengapung," jelas Mavis. Buku yang melayang jatuh kembali ke atas pangkuannya.

"Oh ..., memang praktis juga .... Ngomong-omong, anak itu pergi ke mana? Dia tadi di sini, 'kan?" tanya Dart.

"Dia pergi ke kamar, katanya ingin membuat rancangan atau semacamnya ...."

"Permisi." Julia tiba-tiba datang dan masuk melalui pintu perpustakaan, ketiga orang yang sedang berkumpul tersebut langsung melihat ke arah gadis pelayan yang datang dengan membawa tumpukan kertas perkamen di tangannya.

"Apa itu, Julia?" tanya Dart saat Julia sampai.

"Saya kurang tahu Tuan Besar, tapi kata Tuan Muda ini rincian rencananya ...."

"Hmm, sudah jadi?" Dart terkejut. Ia menerima dokumen yang terdiri lebih dari 30 lembar tersebut, lalu meletakkannya ke atas meja.

Pria itu mengambil lembar paling atas, lalu membacanya. "Odo nya ke mana? Apa dia masih di kamar?" tanya Dart.

"Eh? Bukannya Tuan Odo tadi datang ke tempat Anda di halaman samping? Untuk berdiskusi lagi ...?" ucap Julia dengan bingung.

"Eh? Tadi aku tidak bertemu Odo, loh." Dart berhenti membaca dan terlihat terkejut.

"Julia, jangan bercanda! Odo sekarang ada di mana?" tanya Mavis yang mulai cemas.

"S-Saya tidak bercanda, Nyonya. Tuan Muda bilang mau pergi ke tempat Tuan Besar dulu, karena itu Ia memerintahku untuk pergi ke kamarnya untuk mengambil dokumen dan membawanya ke perpustakaan ...."

"Kenapa harus perpustakaan?" tanya Dart dengan nada tinggi.

"Eehh, saya tak tahu, Tuan," jawab Julia.

"Ini dokumen memang rincian dari rencana yang Odo serahkan sebelumnya, jadi kenapa harus dibawa ke perpustakaan dan bukan ke tempatku?" tanya Dart kembali.

"Sa-Saya tidak tahu .... Tuan Muda hanya bilang cari saja dokumennya di kamar, nanti antarkan ke perpustakaan .... Saat masuk kamar, ternyata kamarnya sangat berantakan, jadi saya sempatkan dulu merapikan sebelum mengantar dokumennya ke sini ...," jawab Julia.

Pada saat itu, keempat orang di tempat itu merasa kalau apa yang terjadi sekarang sangat tidak wajar, baik itu secara Timing atau tempat dan kondisi. Itu terasa memang semuanya telah disengaja dan diatur dengan sangat rapi. Di saat suasana hening untuk sesaat, tiba-tiba suara dari arah pintu utama perpustakaan memecahkan suasana.

"Tu-Tuan Dart!! Ada yang menggunakan Po-Portal Dunia Astral!!" ucap Lizardman yang tiba-tiba datang tersebut.

"A-Anak itu!!"

"A-Anak itu!!"

Mavis dan Dart langsung tahu siapa pelaku yang menggunakan portal tersebut. Dari semua apa yang terjadi sekarang, tidak salah lagi orang yang menggunakannya adalah Odo.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C18
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login