Download App

Chapter 10: Negeri Abadi

ku yang sedang memegang tangan ibuku yang sudah hampir sehari tidak sadarkan diri, hanya di temani suara alat pendeteksi detak jantung di samping ranjang ibu, suara alat itu yang stabil seolah menjadi pengantarku untuk tertidur, aku memandangi wajahnya seperti tak lagi kuat menahan penderitaannya lebih dari 14 bulan ini, seketika suara alat pendeteksi detak jantung itu melambat tak seperti biasanya, membuatku kaget dan segera berlari keluar kamar untuk meminta pertolongan petugas rumah sakit,

"dokterrrrr.... susterrr, tolong" teriakku dari depan pintu begitu panik

"iya iya ada apa?" seorang perawat datang dengan setengah berlari

"tolong periksa ibu sy"

"iya anda tunggu diluar dulu ya"

aku menunggu diluar dengan penuh perasaan cemas serta khawatir menunggu kabar dari ibu sambil memegang kalung emas berbentuk hati yang ia berikan kepadaku kemarin dan berkata bahwa ia menyayangiku, di dalam mata kalung bebentuk hati itu tertulis "Tenri Viany" namanya beserta tanda tangannya. ibu juga mengatakan suatu pesan tentang Ayahku, orang yang paling ku tuntut atas semua kejadian pilu hidup kita, orang yak tak bertanggung jawab.

"Afdhan, jangan membenci ayahmu, aku tau ia tidak bersalah, hanya aku yang kecewa terhadap keadaan dan keputusan orang tuanya yang tak menganggap aku ada" kata ibuku sambil memegang tanganku.

meskipun begitu dia harus tetap mempertanggung jawabkan apa yang sudah ia lakukan kepada ibu dan juga kepadaku, bahkan berusaha untuk mencari atau menghubungi kami pun tidak, membiarkan ibu menanggung penderitaannya seorang diri, aku bahkan tak mengingat wajahnya, orang yang paling berpengaruh atas kepedihan yang ibu rasakan sekarang.

tak lama kemudian datang seorang dokter paruh baya beserta dua asistennya yang lalu masuk ke kamar ibuku dan wajahnya yang terlihat panik,melihat hal itu semakin membuatku takut akan sesuatu terjadi pada orang yang paling ku sayangi itu, di samping itu aku yang sudah tidak tega lagi melihat penderitaan yang di rasakan oleh ibu, berdoa kepada sang Pencipta agar mengakhiri penderitaan ibu, jika tidak dengan kesembuhan yang diberikan, biarlah ia pergi ke hadapan Tuhan daripada terus menahan rasa sakit yang begitu menyiksanya.

sampai akhirnya ia tak lagi kuat menahan rasa sakit itu dan harus menyerah terhadap penyakitnya, saat mendengar kabar dari luar kamar bahwa ia telah tiada, seolah berguncang dunia, sesak nafasku, hilang semua pikiran di kepala, hanya terbayang sosok orang yang sembilan bulan mengandungku, rintihan tangisnya saat melahirkanku, bertahun-tahun membesarkanku dengan kasih sayang mendidik dan mengajariku, saya bayangkan jerih payahnya darah tangisannya menghadapiku, membimbingku orang yang keras kepala, nakal, tak suka di atur nan egois. hilanglah ladang pahala buatku untuk membahagiakannya di dunia.

bercucur air mata ini, belum siap menerima bahwa akan ku lewati hari hari tanpa seorang yang tidak pernah menyerah menghadapiku, tempatku mengadu mengutarakan resah dan ragu, tiada lagi yang mengusap kepalaku dikala aku hampir tertidur, tiada lagi yang memakaikanku selimut di kala aku tertidur di depan televisi karena capek bermain, tiada lagi kasih sayang terbesar yang dianugerahkan tuhan untukku.

aku terlahir bukan dari orang yang berada namun dia selalu berusaha agar aku mendapatkan apa yang aku inginkan. pundaknya dia berikan untuk menjadi tempatku berpijak perlahan menggapai mimpi. tangannya terbuka memohon doa pada yang kuasa agar aku dapat menggapai apa yang selalu ku impikan. hingga dia pasti lupa dengan kesehatannya karena memikirkan kesehatanku, dia pasti lupa mendoakan dirinya karena sibuk mendoakanku, dia pasti lupa dengan kebahagiaannya karena sibuk membahagiakanku.

"maafkan aku Ibu kadang tak sengaja melukai hatimu.

kebaikan dan pengorbananmu takkan bisa tergantikan dengan apapun yang ku lakukan didunia,

engkaulah satu satunya manusia yang menyayangi tanpa ada batasnya.

ya Tuhan terima kasih engkau Telah mengakhiri penderitaan ibu

dan tempatkanlah ia sebaik baiknya tempat di sisimu.

~~~~~~

seminggu setelah Ibu berpulang ke hadapan tuhan, aku yang kini menghabiskan hari - hariku di kota ini sendirian akhirnya merasakan juga ternyata inilah kesendirian yang ibu rasakan selama ini. aku tau ia pasti sudah bahagia disana, karena Tuhan telah menyudahi penderitaannya di dunia, aku tau semua yang hidup di dunia adalah kepunyaan Tuhan, Dia berhak mengambil apa yang menjadi kepunyaanNYA kapanpun Dia mau, dan sesungguhnya kita hanyalah pemegang amanah.

meskipun begitu tak bisa ku tutupi di hati ini masih tersisa penyesalan terhadap diriku sendiri bahwa aku belum sempat membahagiakannya selama ia masih hidup, atau sekedar tertunduk mendengarkan nasihat - nasihatnya, belum sempat melihatku wisuda, yang menjadi impiannya, belum sempat memperkenalkan wanita yang nantinya menjadi pengganti sosoknya di hidupku.

ku duduk di kursi di ruang tengah tempat ibu biasa bersantai, tempat biasa ia menasehati aku, jangan lakukan ini, jangan lakukan itu, sambil mengingat ingat semua tuturnya, mengingat semua perkataan dan perintahnya padaku yang sempat aku abaikan. hingga kini ia telah tiada barulah aku sadar betapa berharganya nasihat - nasihat ibu, begitu berharga kehadirannya dalam hidupku.

menyadari bahwa setiap manusia akan berpulang dan menghadap Ilahi, dan kematian akan datang kapan saja tanpa menunggu kau sakit atau menunggu kau siap terlebih dahulu. kita semua akan mengalami ini, karena ini adalah takdir yang sudah ditentukan, seperti semua hal yang diciptakan berpasang - pasangan kehidupan juga berpasangan dengan kematian, kehilangan orang yang kita cintai, satu persatu orang terdekat dan terkasih akan meninggalkan kita, tidak menutup kemungkinan besok adalah giliran kita untuk menghadap sang Pencipta.

yang tersisa kini hanyalah keikhlasan menyadari tentang kepergian, bahwa ia bukan semata mata menghilang dan meninggalkanmu namun telah mendahului kita ke negeri yang abadi, dan beristirahat disana dari segala kelelahan di dunia, tempat tujuan semua mahluk bernyawa. cara membalasnya sekarang ialah terus mendoakannya, meneruskan harapan harapannya padaku meskipun ku tau semua itu takkan membayar atas semua yang pernah ia lakukan.

Negeri abadi

senyum menawan menghampiri pelupuk mata

suara indahnya menghampiri telinga

dekapan hangat tak lagi kurasa kini

di ruangan ini rinduku pecah membasahi pipi

membuat debaran di dalam dada yang menyesakkanku

membuat getaran di kaki yang melemahkan langkahku

beristirhat tentramlah di negeri abadi

tempatmu yang layak adalah doaku

impianmu adalah jalan yang ku tuju

Afdhan Danadyaksa


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C10
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login