Download App

Chapter 3: Hari Pertama : Teman Sekelas

Murid baru tiba di lapangan akademi berkat bantuan panitia akademi. Mereka berbaris rapi untuk menunggu instruksi selanjutnya.

Murid baru semakin lama semakin banyak terkumpul di lapangan. Udara sejuk memberikan keringanan bagi murid baru di tengah lapangan.

Mereka menunggu beberapa menit dengan pertanyaan yang ada di benak mereka.

Tak lama kemudian, seorang guru berkumis dan berkacamata tiba di lapangan, lalu memberikan perhatian kepada kumpulan murid baru. Kami didampingi oleh pihak panitia akademi.

"Baiklah. Terima kasih karena menunggu dan memberi perhatian padaku. Aku adalah seorang guru yang bertugas untuk membagikan kelas kepada kalian sesuai dengan berkas di akademi ini."

"Pihak akademi sudah membagi kelas. Jadi, ketika kalian dipanggil, kalian akan diantar pihak panitia menuju ke kelas yang dituju."

"Setelah masuk kelas, kalian akan bertemu dengan wali kelas dan akrab dengan teman sekelas kalian."

"Baik. Ada yang bisa ditanyakan?" Tanya guru itu menatap para murid baru.

Karena tidak ada pertanyaan yang dilontarkan, ia pun merogoh secarik kertas dan membaca nama yang tertera di kertas tersebut.

Para guru itu menyebut nama satu persatu. Murid yang terpanggil maju ke depan dan diinstruksikan tetap tertib.

"Rivandy Lex!" Guru itu menyebut namaku.

Aku dengan cepat maju ke depan dan bergabung dengan para murid yang lain, lalu menunggu murid terakhir untuk dipanggil pada panggilan pertama.

Panggilan pertama adalah murid Kelas I Saintek A. Kelas Saintek merupakan kelas yang mempelajari ilmu dan pengetahuan berupa angka, logika,

"Kelas I Saintek A silahkan menuju ke kelas dengan dampingan panitia akademi. Selanjutnya, Kelas I Saintek B."

Aku dan murid lain yang terpanggil meninggalkan lapangan dan berjalan di depan panitia akademi. Suasana sepi dan sedikit obrolan. Aku tidak dapat diajak bicara karena mereka belum mengenalku.

[***]

Sesampainya di kelas, dengan canggung kami masuk ke kelas dan memilih kursi akademi yang kami inginkan.

Pihak panitia meninggalkan kami dan menuju ke tempatnya masing-masing. Dia akan kembali begitu bel akademi berbunyi.

Aku memilih kursi di tengah. Antara kursi di bagian depan paling bawah dan bagian belakang paling atas. Aku mendapatkan kursi bagian tengah dan duduk dengan lega.

Di saat bersamaan, seorang gadis bertubuh mungil dengan seragam akademi berada di sebelah kiriku. Rambut panjang warna maroon dan kelopak mata cokelat imut.

Aku memandang gadis itu sesaat. Tanpa disadari, gadis itu mulai cemas dan mulai berbicara. "Jangan melihatku terus, desu! Aku agak kurang nyaman bila ditatap terus, desu.*

Aku tersadar kembali. Suara itu memecahkan konsentrasi pandanganku pada gadis itu.

"Maafkan aku! Aku memandangmu cukup lama. Habisnya, kau terlihat imut."

Wajahnya memerah. Pujian itu ditolak mentah-mentah oleh gadis itu. Seakan-akan aku telah mengejeknya. "Aku bukan anak kecil, desu! Jangan panggil aku anak kecil, desu!"

"Aku tidak memanggilmu anak kecil. Aku hanya ...."

"Sudah kubilang, jangan panggil aku anak kecil, desu!" Gadis itu memarahiku.

Aku terdiam oleh gadis kecil yang imut. Suara berisik itu dapat menggangguku. Terpaksa aku harus menenangkan gadis itu.

"Kau ... gadis yang dewasa, kau tahu. Baru kali ini, aku melihat gadis yang tangguh sepertimu."

"Benarkan, desu?" Ekspresi gadis itu berubah menjadi takjub.

"Iya. Aku ...."

"Baru kali ini, ada yang tidak memanggilku anak kecil." Gadis itu menangis bangga.

Syukurlah! Gadis itu tidak marah padaku. Aku kekurangan topik pembicaraan pada gadis imut itu. Aku berbicara dengan topik seadanya.

"Ano. Aku tidak tahu aku harus memanggilmu apa. Kalau tidak keberatan, ...."

"Evelyn Emily, desu! Kamu bisa panggil aku Evelyn, desu."

"Rivandy. Itu namaku."

Aku menyebut namaku dan kami saling bersalaman. Kami memandang cukup lama dan Evelyn memulai percakapan terlebih dahulu.

"Hei, Rivandy! Aku mau bertanya, desu. Bagaimana kau bisa setinggi itu, desu? Apakah kamu punya rahasia, desu?"

"Em ... sepertinya tidak. Aku memang tidak tahu.*

"Jangan berbohong, desu! Kau pasti menyembunyikan dariku, desu."

"Aku tidak bohong. Aku tidak tahu bagaimana aku bisa setinggi ini. Mungkin susu bisa menumbuhkan tinggi badanmu."

Evelyn tertegun sejenak. Matanya berpaling dariku dan memikirkan sebuah susu. Mungkin, ini bisa membantunya.

"Begitu, desu! Kalau kamu berbohong, bersiaplah untuk menerima akibatnya, desu!" Evelyn menunjukku dengan jari telunjuk dan menuduhku sebagai pembohong.

"Aku mengerti." Aku menghembuskan nafas sebagai tanda mengerti.

Ketika kami sedang mengobrol, seorang guru berkulit hitam dan botak masuk ke kelas dan berseru,"Selamat pagi, anak-anak! Waktunya duduk!"

Semua murid duduk dengan rapi dan mengarah tatapan ke depan. Guru itu bertatapan langsung dengan para murid dan mulutnya mulai bergerak.

"Selamat pagi! Perkenalkan, namaku Boris Dryaviona. Aku mengajar guru fisika dan menjadi wali kelas kalian." Pak Boris dengan datar memperkenalkan diri tanpa basa-basi.

"Sekarang, aku ingin tahu nama kalian dan tolong perkenalkan diri sekarang juga. Apa kalian semua sudah mengerti?"

"Mengerti, Pak!"

"Bagus! Kalau begitu, perkenalan mulai dari depan kiriku!"

Siswa bagian depan kiri Pak Boris mulai memperkenalkan diri, kemudian dilanjutkan dengan siswa yang di sebelah. Itu pun berlanjut pada murid yang dibelakangnya.

"Nama yang bagus. Selanjutnya!" Pak Boris memuji sekaligus memerintah.

Perkenalan murid masih berlanjut. Setelah satu siswa memperkenalkan diri, siswa lain berdiri dan mengucapkan nama mereka. Sampai akhirnya, giliran seorang gadis yang duduk di sebelah kananku.

"Baiklah. Sekarang giliranmu, Nona!"

Pak Boris menunjuk salah seorang gadis di sebelah kananku. Gadis itu lebih tinggi dari Evelyn. Postur tubuhnya mengalami pertumbuhan.

Rambut panjang diikat dengan kuncir dua berwarna biru. Mata biru indah menandakan keimutan dan kecantikannya. Wajah elok dan rupawan yang tak terhindarkan.

Namun, suasana hatinya berbanding terbalik dengan tubuh fisiknya. Wajahnya menggelap karena suatu hal yang menyerangnya.

"Namaku ... A-Aurora Sentinel. Selamat bertemu ... denganmu."

Gadis itu duduk kembali. Pak Boris tidak nyaman dengan perkenalan Aurora. Rasanya seperti diterjang mimpi buruk.

"Agak sedikit gelap. Tidak apa. Aku tidak peduli. Selanjutnya!"

Sekarang giliranku. Aku bangkit dari tempat duduk, lalu berdiri di samping Evelyn dengan ekspresi datar. Aku mulai mengungkapkan namaku.

"Salam kenal. Namaku adalah ...."

Pak Boris memutuskan perkenalanku. Ia mencegah dan bertanya,"Tunggu! Apakah namamu Rivandy Lex?"

Aku menjawab,"Iya, Pak. Itu namaku."

"Kebetulan sekali. Kepala sekolah memanggilmu untuk mengatakan sesuatu. Setelah istirahat, aku akan mengantarmu ke ruangannya."

Sontak para warga Kelas I Saintek A menjadi ricuh. Seorang remaja yang dipanggil oleh kepala sekolah. Cibiran dan komentar yang terlontarkan memicu keributan di kelas.

Mungkin mereka berpikir aku adalah siswa yang menari perhatian mereka. Tidak ada yang bisa kukatakan lagi mengenai mereka.

"Eh? Bagaimana bisa, desu? Apakah Kouchou-sensei yang seksi itu memanggilmu, desu?" Evelyn ikut berkomentar.

"Wah! Dia dipanggil kepala sekolah yang cantik itu."

"Beruntungnya! Jika dilihat, dia memang tampan seperti pangeran."

"Rivandy memang hebat! Dia sampai dipanggil oleh Cherry-sensei.*

"Aku iri denganmu!*

"Kenapa hidup ini tidak adil? Harusnya aku yang disana."

Dengan kesal, Pak Boris menghantamkan tinju ke meja agar tidak ada yang mencibir.

"Bisa diam tidak? Ini masih waktu perkenalan. Jadi, jangan berisik!" Pak Boris menegaskan.

Mereka semua terdiam. Keadaan kembali seperti semula. Mereka berhenti memandangku dan duduk seperti murid pada umumnya.

Pak Boris melanjutkan lagi. Setelah aku, ia menunjuk Evelyn untuk melanjutkan perkenalan dirinya.

"Setelah Rivandy, selanjutnya!"

"Siap, desu!" Evelyn bangkit secara mendadak dan siap untuk memperkenalkan diri.

"Namaku Evelyn Emily, desu. Selamat berkenalan, desu."

"Selanjutnya!"

Keadaan kembali seperti semula. Mereka melanjutkan perkenalan diri sampai barisan paling belakang. Setelah semuanya memperkenalkan diri, Pak Boris menjelaskan tentang sejarah Akademi Spyxtria dan informasi lainnya.

Suasana kelas menjadi tentram dan hening. Semua murid mendengarkan penjelasan guru mengenai sistem akademi.

[***]

Bel akademi berbunyi. Aku menghampiri Pak Boris untuk bertemu kepala sekolah. Sementara itu, Evelyn dan lainnya dipanggil oleh panitia akademi untuk mengelilingi akademi.

Tidak diketahui apa yang membuatku dipanggil oleh kepala sekolah itu. Mungkin, ini akan terungkap nantinya.


Load failed, please RETRY

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login