Download App

Chapter 2: Bab 1

"Ranaa! Kembali kamu! Dasar anak nakal! Ranaaaaa!!!" Bahar berteriak kesal setelah mengetahui salah satu sandalnya dibawa lari Ranaa. Anak itu berlari lincah melewati beberapa kardus bekas dan kaleng-kaleng yang berserakan di sekitar pemukiman pemulung itu.

"Sini Bang! Ambil sini sendalnya!" Rana berteriak balik seraya mengayun-ayun sandal di genggamannya. Tawa riang nampak di wajahnya setelah puas mengerjai Bahar, preman paling beringas yang terkenal di wilayah itu.

Plak!!

"Aww!!" Rana mengusap belakang kepalanya yang barusan dipukul seseorang dengan keras.

"Kamu berulah lagi?" Suara berat itu membuat ciut nyali Ranaa yang hampir saja membalas pukulan orang itu.

"Eh, Pak Dhe. Tidak, kok. Bukan-bukan ...."

"Bukan apa?!" Damar mendelik membuat Ranaa semakin mengkerut, "Kembalikan!"

Dengan menahan kesal Ranaa beranjak menuju Bahar yang sudah siap menghajar bocah kecil itu. Tapi, setelah Ranaa meletakkan sandal di dekat Bahar, tak ada kejadian apa-apa. Ranaa pun segera berlari menjauh sambil memeletkan lidahnya. Bahar menahan diri agar tak menerjang Ranaa demi melihat Damar yang melempar tatapan tajam padanya.

Damar. Siapa yang berani melawan lelaki itu di pemukiman kumuh tersebut. Satu-satunya pria yang disegani oleh preman-preman dan penghuni sekitar. Damar lah yang melindungi mereka dari berbagai kesulitan yang disebabkan oleh pemerintah maupun oknum-oknum yang ingin menyingkirkan mereka dari sana. Mereka kaum berpunya yang tak pernah mau berempati pada kaum rendahan. Yang hanya mau menang sendiri dan tetap menguras derita rakyat kecil. Damar berdiri di depan mereka. membungkam mulut mereka dengan aksinya yang luar biasa.

Damar membuat perkampungan kumuh itu lebih layak dihuni. Memberi edukasi pada mereka agar bisa mengelola sampah dengan baik. Menjadikan sampah sebagai sumber penghasilan yang lebih layak.

Damar berdiri di depan mereka. Memberi harapan baru pada penghuni kampung itu.

🌼🌼🌼🌼

Ranaa baru saja usai latihan taekwondo ketika dia melihat beberapa orang menyeret Damar.

"Hey! Pak Dhe! Kenapa dengan Pak Dhe?" Ranaa menerjang dua orang berbadan kekar yang mengapit Damar. Salah satunya berhasil menendang Ranaa dan membuat bocah 10 tahun itu terpelanting.

"Kamu jangan ikut campur, ya!" bentak lelaki itu kasar.

"Pak Dhe! Jangan diam saja! Jangan mau pergi! Pak Dhe! Pak Dhe!" teriak Ranaa sambil terus meronta dalam cengkeraman lelaki itu.

Tanpa disadarinya, air mata telah tumpah di pipi Ranaa. Nampak Damar memegang lengan lelaki yang membawanya, lalu berbisik singkat. Tak lama, lelaki itu pun melepas pegangan tangannya dan membiarkan Damar melangkah mendekati Ranaa.

Saat pegangan di tubuh Ranaa terlepas, bocah itu segera menghambur ke dalam pelukan Damar. Lelaki itu menepuk pelan punggung Ranaa.

"Hei! Dengar!" bisik Damar pelan di telinganya, "Jangan cengeng! Jangan mudah menangis! Tidak ada yang boleh tahu kalau kamu perempuan. Ingat itu Ranaa!"

Ucapan Damar begitu tegas terdengar. Ranaa segera menghapus air mata dan menatap nanar ke arah Damar. Lelaki itu melepas kalungnya dan memasangnya di leher Ranaa.

"Dengar! Kamu tidak boleh menyerah pada keadaan. Kamu harus berjuang demi mendapat yang kamu inginkan. Cincin itu mungkin peninggalan orang tuamu. Hanya itu yang aku temukan bersamamu dulu. Jangan mengambil asumsi sendiri, jangan mudah percaya, jangan gantungkan hidupmu pada manusia. Ingat! Kita punya Allah, Tuhan yang Maha segalanya. Semoga Dia mempertemukan kita lagi, suatu saat nanti."

"Tidak Pak Dhe! Jangan tinggalin Ranaa!" rengek Ranaa. Damar menggeleng dan memeluk Ranaa sekali lagi.

"Ingat! Kuat! Kuat! Hebat!" Ranaa menganggukkan kepala dengan mantap. Dia menahan semua rasa yang ingin meledak dalam dada. Damar melangkah pergi mengikuti dua lelaki yang kembali menggamit kedua lengannya.

Entah kemana mereka akan membawa lelaki pelindung Ranaa pergi.

🌼🌼🌼🌼🌼

7 tahun kemudian.

"Ran. Bagi dong." Bambang berusaha merebut kantong plastik berisi roti goreng dalam genggaman Ranaa.

"Eits! Sabar dong!" Ranaa mengayunkan kantong itu menjauhi Bambang, "Kamu cepet banget dateng kalau bau makanan, Mbang."

"Laper tau!"

"Ya kamu. Baru aja ngamen beberapa jam udah laper. Pegel. Gimana mau sukses?"

"Anjiiir. Ngomong sukses. Belagu! Kayak situ bisa sukses aja!"

"Bisa dong! Harus sukses!" Ranaa mengacungkan tangan keatas dengan mantap. Kesempatan itu dipakai Bambang untuk meraih kantong kresek tersebut dan berlari menjauhi Ranaa yang segera mengejarnya sambil melontarkan sumpah serapah seluruh keluarga kebun binatang.

"Copet! Copet! Copet!" teriakan di belakang Ranaa membuatnya berhenti berlari dan mulai mengawasi keadaan sekitar. Biasanya di kawasan ini tidak ada yang berani mencopet. Kenapa sekarang ada copet?

Ranaa melihat seorang pemuda kurus kecil berlari meliuk-liuk di antara pejalan kaki yang ramai. Sementara di belakangnya, seorang wanita yang Ranaa taksir berusia 25 atau 26 tahun dengan sepatu high heels-nya juga ikut berlari mengejarnya. Dia nampak kesulitan dengan sepatunya.

Ranaa segera mengejar pemuda itu. Dia tahu betul jalanan di wilayah ini. Dia mengambil jalan pintas untuk memotong laju pemuda itu.

Siyut! Brak!

"Shit! Hanc**!" umpat pemuda yang berhasil dijegal kakinya oleh Ranaa. Pemuda itu ingin bangkit dan melawan Ranaa, tapi sial. Gerakannya kalah cepat. Tangannya telah dipelintir ke belakang dengan mudahnya oleh Ranaa.

"Ampun Bang! Ampun! Sakit!" teriak pemuda itu. "Lepasin Bang! Ampun!" Pemuda itu ketakutan ketika beberapa orang beranjak mendekat. Ranaa segera menyeret tubuh pemuda itu menjauh dan mengurungnya di tembok yang ada di dekat situ.

"Siapa kamu? Copet dari mana? Berani sekali masuk dan nyopet di sini?!" bentak Ranaa.

"Ampun Bang! Aku baru kali ini nyopet Bang!" rintih pemuda itu sambil meringis.

Pelintiran Ranaa kembali menguat, "Siapa bosmu?!"

"Ga ada Bang! Sumpah!" jerit pemuda itu.

"Berani bohong, ha?!" Ranaa menguatkan kembali pelintirannya.

"Aaaa! Ampun Bang! Sakit! Ampun Bang!" teriak pemuda itu hingga wajahnya memerah

"Cepat bilang! Atau kamu mau mati di tangan orang-orang itu?" Ranaa menunjuk dengan dagunya ke arah orang-orang yang semakin mendekat.

"Iya iya Bang. Aku bilang. Jangan serahin ke mereka."

Wanita ber-high heels yang tadi mengejar pemuda itu pun telah sampai di depan mereka.

"Hah! Kamu gila, ya? Hah-hah-hah," ucap wanita itu terengah. "Kembalikan ponselku!" Dia pun menggeledah saku baju dan celana pemuda itu dengan beringas. Beberapa kali Ranaa melihat wanita itu menampar pencopet yang tak berkutik itu.

"Ayo ikut ke kantor polisi. Masih kecil udah jadi copet. Mau jadi apa kamu nanti, hah!" bentak wanita itu sambil menjewer telinga pemuda itu.

Ranaa hanya melihat saja kejadian yang sangat janggal di matanya. Kenapa pemuda itu diam saja diperlakukan seperti itu? Ada apa ini sebenarnya?

"Oh, ya. Kamu!" Wanita itu menunjuk Ranaa, "Ikut ke kantor polisi juga. Kalian para pemuda bandel. Nyusahin aja."

"Tapi ...."

"Ga ada tapi. Ayo ikut!" Ranaa terperanjat saat wanita itu dengan kasar menyeretnya bersama pemuda itu. Gila! Ternyata wanita ini kuat juga!

Ranaa mendelik saat dilihatnya pemuda itu memeletkan lidahnya.

Mereka siapa sih?


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login