Download App
66.66% SASTRA

Chapter 2: 2. Hujan dan Kisah

Satu hal yang Mark tahu tentang Riana, gadis itu menyukai sastra. Sejujurnya Mark tidak membenci gadis itu, hanya saja sifat genit dan centilnya membuat Mark tidak menyukai Riana. Menurut Mark, Arin lebih baik daripada Riana. Arin adalah gadis yang baik dan pengertian, berbeda dengan Riana yang manja dan semaunya.

"Kamu mikirin apa Azmi?" Tanya Arin.

Mark menggeleng, sebuah senyum terukir dibibirnya ketika Arin memanggilnya dengan nama Azmi. Hanya Arin yang memanggilnya begitu, membuat Mark merasa kalau Arin adalah belahan jiwanya.

"Cuma mikirin tentang Riana, cewek itu ngeselin banget." Keluh Mark, lagi-lagi pikirannya melayang kepada Riana yang selalu tersenyum genit setiap Mark berhadapan dengannya.

"Kan udah aku bilang, jangan mikirin Riana kalau kita lagi berdua. Mending kita ngomongin yang lain." Arin menggenggam tangan Mark yang berada diatas meja, mengelus punggung tangan lelaki itu.

Perlakuan sederhana Arin membuat Mark salah tingkah, kupu-kupu seakan berterbangan diperutnya.

Sore hari Mark dan Arin terasa begitu menyenangkan, hujan yang kini mengguyur Bandung seakan menambah kesan romantis antara Mark dan Arin, alunan lagu cafe yang mengalun lembut menjadi pelengkapnya.

"Ngomong-ngomong kamu ngapain nyari novel Hujan Bulan Juni?."

Mark terdiam, kalau dipikir-pikir kenapa juga dirinya mencari novel yang diadaptasi dari kumpulan-kumpulan puisi terkenal dari sastrawan Sapardi Djoko Damono. Mark merasa Riana mulai mempengaruhinya dengan segala gombalan dan puisi yang gadis itu tulis untuknya.

"Kamu tau dari siapa?" Bukannya menjawab pertanyaan Arin, Mark malah balik bertanya kepada gadis itu.

Arin menyesap minumannya, kemudian mulai membuka suara. "Dari Reno, katanya kamu yang nyari novel itu. Buat apa? Biasanya juga nggak suka baca novel sama sastra-sastra gitu."

"I-itu tante Lia yang nyari, jadi aku bantuin aja." Ucap Mark sesantai mungkin, berharap agar Arin tidak merasa curiga.

Arin mengangguk-anggukan kepalanya, atensinya telah beralih kepada ponsel pintarnya. Gadis itu mengambil gambar Mark secara candid, kemudian mengunggahnya ke sosial media miliknya agar bisa dilihat oleh Riana.

"Kamu ngapain? Ngambil foto aku ya?"

Arin tersenyum geli, mengerjai Mark adalah salah satu hobi yang menyenangkan baginya.

"Kamu ganteng kok disini, candid aja ganteng lho kamunya." Puji Arin sembari melihat kembali unggahannya.

Mark hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, sebuah senyum terbit dari bibirnya ketika melihat caption yang Arin tulis pada unggahannya.

"Caption kamu bikin aku salting tau, My Boy." Ujar Mark geli.

"Nah tuh tau kode dari aku, jadi kapan kamu nembak aku?" Tanya Arin mulai serius, lelah karena Mark tidak segera meresmikan hubungan mereka.

Pertanyaan dari Arin membuat Mark bungkam, kalau dipikir-pikir Mark hanya menggantungkan Arin selama tiga tahun belakangan.

"Tunggu aku sukses, aku cuma mau pacarin kamu kalo aku udah sukses. Kamu pantes dapet yang terbaik dari aku." Ucapan Mark terdengar tegas kali ini, tanda bahwa keputusannya sudah bulat.

"Kapan kamu sukses? Kita aja baru semester satu, masih lama waktu kamu buat sukses." Sejujurnya Arin lelah selalu digantungkan, Arin juga takut kalau sewaktu-waktu Riana dapat merebut Mark dari dirinya.

"Aku janji bakalan jaga ini buat kamu, cuma kamu Ri." Mark menunjuk dada kirinya, meyakinkan Arin agar gadis itu tidak khawatir akan rasa cintanya.

"Aku percaya kamu Azmi."

****************************

"Riana!" Seorang wanita paruh baya berlari kecil sembari mengangkat sebuah buku ditangan kanannya.

Riana yang merasa terpanggil menolehkan kepalanya, mendapati penjaga perpustakaan kampus yang cukup akrab dengannya sedang menuju kearahnya.

"Ya ampun bu Citra jangan lari-lari, nanti encoknya kambuh." Ucap Riana begitu penjaga perpustakaan berhenti didepannya.

Bu Citra memukul bahu Riana pelan, sembari memproutkan bibirnya kesal.

"Enak aja, saya nggak setua itu."

Riana tertawa pelan, berusaha sepelan mungkin agar tidak berisik dan menganggu mahasiswa lain yang juga berada di perpustakaan.

"Ibu kenapa teriak-teriak sih? Di perpustakaan kan harus tenang, nggak boleh berisik. Masa penjaga perpustakaan malah teriak-teriak."

Bu Citra menepuk dahinya, lupa bahwa kini dia sedang berada di perpustakaan.

"Saya lupa Ri, hehe." Kekeh bu Citra, "ini saya mau kasih novel yang waktu itu kamu cari. Hujan Bulan Juni kan?"

Riana mengangguk, dilihatnya buku novel yang sudah dia cari-cari.

"Ya ampun makasih banget bu, saya cari-cari lho buku ini." Ujar Riana.

Bu Citra hanya menggeleng pelan, Riana adalah gadis baik yang menjadi pengunjung tetap perpustakaan.

"Kamu kan bisa beli lewat online shop Ri, kenapa harus susah-susah nyari sih?" Tanya bu Citra yang sedikit merasa heran dengan Riana. Gadis itu lebih memilih jalur yang susah daripada yang mudah.

"Ribet bu, mahal diongkir. Makanya saya minta tolong anda buat nyariin buku ini, lebh kerasa gitu perjuangannya." Perkataan Riana membuat bu Citra mendengus kesal, perjuangan apanya? Orang bu Citra yang susah-susah membongkar seluruh isi perpustakaan pribadi mendiang ayahnya.

"Enak dikamu susah disaya Ri, saya sampe harus bongkar perpustakaan ayah saya demi cari buku itu." Keluh bu Citra.

Riana memamerkan deretan gigi putihnya, berusaha merayu bu Citra agar tidak marah.

"Tapi demi kamu, nggak masalah deh saya cari-cari buku buat kamu. Kamunya lucu sih." Ujar bu Citra lembut, " novelnya gratis buat kamu, semangat ikut lombanya Ri. Semoga puisi disukai sama penerbit ya." Sambung bu Citra.

Riana tersenyum lembut ketika bu Citra menepuk bahunya sembari pergi, tak lupa juga Riana selalu mengucapkan terima kasih kepada penjaga perpustakaan kampus.

Kini tinggal Riana sendiri, membuka lembaran novel karya Sapardi Djoko Damono. Riana ingin menjadi seorang penulis, makanya dia menyukai sastra dan bahasa. Tujuan awal Riana adalah jurusan bahasa dan sastra Indonesia, namun karena pesona seorang Markazmi, Riana malah berbelok ke jurusan bisnis dan ekonomi.

"Mencintai kamu itu bukan perkara mudah, aku harus melupakan dunia agar bisa tertuju padamu."

Entah kenapa Riana malah membayangkan sosok Mark sedang duduk manis didepannya sembari menatap heran kearahnya.

"Gila loe? Ngapain senyum-senyum sendiri?"

Mark bukan sekedar khayalan, laki-laki itu memang berada didepan Riana dan sedang menatapnya.

"Ngapain loe kesini?!" Pekik Riana.

Mark mendengus, Riana memang selalu heboh dalam segala hal.

"Numpang neduh, diluar hujan." Ucap Mark dingin.

Tangan Mark menarik novel Riana yang terbuka, melihat-lihat isinya.

"Udah dapet bukunya ternyata, gue harus kabarin Reno kalo udah dapet." Gumam Mark pelan.

"Ngomong apa tadi?" Mark terkejut ketika wajah Riana sudah tepat berada didepannya, gadis itu berdiri dan mencondongkan tubuhnya kedepan.

"Nggak ngomong apa-apa, kepi banget sih." Ujar Mark sembari menjauhkan tubuh Riana dari dirinya.

Riana mengangguk paham, kemudian gadis itu merapikan tasnya dan menarik novelnya dari tangan Mark.

"Mau kemana?" Tanya Mark penasaran.

Riana berdiri dari duduknya, berniat untuk beranjak pergi. Namun sebuah tangan menahan lengannya, menghalau dirinya untuk pergi.

"Mau kemana?" Tanya Mark heran, biasanya Riana akan betah berlama-lama didekatnya.

"Pulang, udah mau gelap." Jujur Rania masih kesal dengan Mark yang membuatnya harus dihukum tadi siang.

"Tau hujan nggak? Hujan itu air, nanti kalo loe basah kuyup terus sakit gimana?" Entah kenapa Mark bersikap seperti ini, Mark bukanlah tipe yang perhatian kepada cewek lain kecuali Arin.

Riana memutar bola matanya malas, dihempaskannya tangan Mark dari lengannya. Gadis itu terlanjur kesal dengan Mark.

"Tau payung nggak? Payung itu gunanya biar kita nggak kena hujan, jadi selamat sore Markazmi." Sinis Riana.

"Gue anter pulang, pake mobil ya." Ucap Mark lembut, sangat lembut hingga membuat Riana tak berkedip sedetik pun.

Kalau begini caranya, dapat dipastikan Riana tidak jadi marah kepada Mark. Laki-laki itu terlampau manis jika dalam mode perhatian.

Riana memilih diam, berusaha menjaga sikapnya agar tak terlalu heboh dan senang. Gadis itu hanya menjawab Mark dengan deheman sembari tangannya ditarik oleh Mark menuju parkiran kampus.

"Masuk Ri, nanti kena hujan."

Riana menuruti perkataan Mark, gadis itu buru-buru masuk kedalam mobil.

Hanya keheningan yang terjadi didalam mobil. Mark yang fokus dengan setirnya dan Riana yang berusaha menahan rasa gugupnya. Namun nihil, Riana tidak betah terus diam seperti ini.

"Loe bukannya tadi jalan sama Arin ya?" Tanya Riana, memecah keheningan diantara keduanya.

"Tadi abis jalan, gue sama Arin ke kampus buat ngambil tugasnya Arin yang ketinggalan di loker." Jawab Mark dengan fokus masih pada jalananan disekitarnya.

Riana mengangguk paham, kemudian memilih diam sepanjang perjalanan. Sedangakan Mark tersenyum lega, Riana tidak terlalu banyak bicara kali ini.

Mark sendiri juga heran dengan dirinya, kenapa juga dia tadi kekampus dan menemui Riana, bahkan dirinya meninggalkan Arin dan berbohong kalau dirinya harus segera ke kampus karena dicari dosen. Padahal, Mark sama sekali tidak memiliki janji dengan dosen manapun.

"Loe tau nggak, dulu gue kira loe cowok itu. Cowok Jogja yang yang pake gelang dari kain. Terus gue sadar kalau ternyata cowok yang pake gelang kayak gitu banyak, bukan cuma si cowok Jogja." Riana tanpa sadar berbicara tentang sosok laki-laki yang dia temui di Jogja ketika dirinya sedang mengikuti study tour waktu SMP.

Mark merasa tidak asing dengan sosok cowok Jogja yang ada dicerita Riana, entah kenapa Mark merasa kalau si cowok Jogja itu adalah dirinya.

"Emang kenapa sama cowok itu? Cinta pertama loe gitu?" Tanya Mark acuh, tidak terlalu tertarik dengan cerita Riana.

"Bukan, dia yang bikin gue suka sama sastra. Cowok yang ngasih gue selembar puisi indah."

Mark terdiam, dia rasa kalau Riana sudah mulai kembali kemode Riana yang suka menggombali dirinya.

"Bisa diem nggak? Gue mau fokus nyetir."

Setidaknya setelah itu, mereka benar-benar diam sampai perjalanan berakhir.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login