Download App

Chapter 18: Jemput

Sasya mendelik sebal karena El kini tampak duduk di depannya. Tepat sekali duduk bersebrangan di depannya. Sasya mendapati lelaki itu kadang melirik ke arahnya. Entah apa tujuan lelaki itu kemari pagi - pagi sekali. Dan Arash baru saja menanyakan hal itu kepada sang sahabat.

"Tumben lo dateng ke sini pagi-pagi banget. Mau apa?" Arash bertanya dengan dahi yang tampak mengernyit.

El berdehem pelan, lantas mengusap tengkuknya, cukup lama ia menjawab, sebelum akhirnya tampak bersuara juga, "Hm, Sasya minta jemput gue tadi."

Sialan. El sialan memang.

Sasya sudah membulatkan matanya, melemparkan tatapan tajamnya ke arah El yang menatapnya penuh kode. Arash sendiri sudah memusatkan atensinya ke arah sang adik dengan penuh kecurigaannya.

"Oh jadi ini alasan kenapa tadi sempet nolak waktu mau gue anter?" Arash bertanya dengan penuh kecurigaannya.

Sasya menghela napas berat, ia berdehem pelan dan memaksakan cengiran khasnya terbentuk, "Iya ... em gimana ya bilangnya," jawab Sasya tergagu.

Gadis itu sudah menyebutkan macam macam binatang dalam hati yang ditujukan oleh El sendiri. Arash menatap sang sahabat dan adiknya secara bergantian.

"Ada yang gue lewatin dari kalian berdua?" Arash bertanya dengan nada bassnya.

El menghela napasnya dengan berat, ia juga bingung kenapa bisa sampai di rumah Sasya seperti ini. Lelaki itu menatap Arash tanpa ragu.

"Gue searah sama tempat yang mau Sasya kunjungin. Jadi ya dia minta tolong nebeng apa salahnya?" El menjawab dengan lancar setelah sejak tadi menyusun kalimat kalimat dalam otaknya.

Sasya terkekeh pelan di tempatnya, "Bener-bener banget, Bang!" serunya girang karena El mendapat jawaban yang masuk akal.

Arash berdehem dan mengangguk-anggukkan kepalanya dengan pelan, lelaki itu lantas kembali menatap sang sahabat. Tidak seintens tadi tatapannya.

"Apa tempat yang mau Sasya kunjungin dan lo sendiri mau kemana?" tanya Arash untuk kesekian kalinya.

El mendengus sebal atas pertanyaan yang Arash lontarkan. Ya, mana tau ia Sasya berbohong akan berkata kemana. Arash sialan memang. Kalau begini kan El jadi begitu gugup.

"Eng ... ke ..." El tergagu di tempatnya. Dan beruntungnya Sasya berkata tanpa suara dan El dapat memahami artinya dengan baik. Lelaki itu tersenyum sumringah setelahnya.

"Ke rumah temennya, kan? rumah paman gue juga di daerah sekitar sana." El berujar begitu tanpa ragu.

Arash menghela napasnya berat, lantas mengangguk-anggukkan kepalanya dengan pelan, "Yaudah makasih kalau gitu. Sasya, lo sarapan dulu. Lo nggak keberatan kan, El, nungguin ini bocah dulu?" tanyanya dengan pelan.

Maka dengan buru-buru El menganggukkan kepalanya. Dan Arash segera pamit ke belakang untuk mandi. Sepeninggalan lelaki itu, Sasya langsung berdecak sebal dan mengumpati sosok di depannya yang kini malah menatapnya dengan penuh datar.

"Lo tuh argh, jangan sampe Bang Arash tahu ya. Awas ya lo, sialan!" Setelah itu, Sasya segera buru-buru meninggalkan El yang menunduk sedikit.

Lelaki itu tampak mengusap wajahnya dengan penuh kasar, "Kenapa juga gue malah jemput bocah ingusan ini?" tanyanya dengan penuh kebingungan pada dirinya sendiri.

El menghela napasnya berat dan menggelengkan kepalanta dengan pelan. Ia sendiri juga tak mengerti kenapa bisa bisanya sampai menjemput Sasya. Aneh, kata itu ia katakan untuk dirinya sendiri yang seperti orang yang tak mempunyai kesadaran macam ini.

Cukup lama menunggu, sampai akhirnya Sasya datang dengan balutan pakaian rapi dan tas selempang warna hitam milik gadis itu.

"Udah?" El bertanya dengan nada datarnya.

Sasya memutar bola matanya, "Menurut sana? Liatnya udah apa belum?" serunya dengan penuh sebal.

El mengedikkan bahu acuh lantas bangkit dan berjalan keluar lebih dulu. Tak lupa ia menyalami sosok Bunda Sasya yang sejak tadi masih berbincang dengan lelaki seusianya di teras depan. Tak lupa El menyalami lelaki paruh baya dengan balutan jas itu juga.

"Hati-hati, Nak El." Falisya berkata begitu.

Sasya menatap El sinis, gadis itu lantas ikut menyalami sang Bunda, "Sasya pamit, Bun, ke rumahnya Naka."

Falisya mengernyit dahi di tempatnya, tampak kebingungan sendiri, "Kok bisa jadi sama Sasya, El? Bang Arashnya di dalem kok."

El menghela napasnya dengan berat, lantas menyunggingkan senyum ramahnya, "Sasya mau sekalian nebeng, Bunda, jadi ya sekalian aja."

Bunda ber-oh ria, lantas mengucapkan ucapan terima kasih pada sahabat putranya karena sudah mau menebengi Sasya. Lain dengan putrinya yang malah menatap El sinis.

"Ayo, buruan!" seru Sasya.

El menganggukkan kepalanya pelan namun tak kunjung beranjak dari sana membuat Sasya mengernyitkan dahinya dengan penuh kebingungan.

"Nungguin apa lo?" Sasya bertanya dengan nada tak santai.

El mengangkat salah satu alisnya, "Lo belum pamit sama Om ...," ujarnya menggantung.

Sesaat, Sasya paham atas apa yang El maksud. Bunda sendiri yang mendengar hal itu langsung bersuara menegur.

"Sasya kok gitu? Harus sopan sama Om Toni," ujar Bunda pelan.

Sasya mendengus sebal, melirik Om Toni yang tersenyum ramah ke arahnya, "Nggak apa-apa, Fal, namanya juga anak anak."

Sasya menghela napas berat saat El menyenggol lengannya. Gadis itu mau tak mau menyalami tangan Om Toni. Lantas segera menarik El pergi. Sudah jelas dari tingkah Sasya, kalau gadis itu sama sekali tak menyukai Om Toni yang gencar sekali mendekati Falisya selama ini.

Sasya ... takut Bundanya terluka untuk yang kedua kalinya. Sudah cukup ayahnya yang melukai. Jangan ada lagi.

***

"Lo tuh, gue nggak minta lo jemput kenapa mesti jemput gue sih?!" Sasya berseru dengan suara menggebu-gebu.

El mendengus saja, tak berniat menjawab malah fokus menyetir. Tatapannya lurus ke depan, enggan menoleh ke arah gadis cerewet di sampingnya sekali saja. Pantang sekali sepertinya.

"Lo tuh kalau orang ngomong tatap orangnya kek, nggak ngehargai banget." Sasya meraung-raung di tempatnya.

El berdehem, lantas menolehkan kepalanya, "Jadi lo mau gue tatap?" tanyanya dengan suara rendahnya.

Membuat Sasya berdehem pelan dan tampak cukup ketar ketir di tempatnya. Pasalnya tatapan El kali ini cukup intens walau hanya beberapa detik saja.

Sasya tak tahu kenapa pipinya jadi terasa sepanas ini. Ah, El sialan memang.

***

Akhirnya setelah perjalanan panjang, Sasya dan El tiba di restaurant milik El. Sasya segera keluar dari mobil El, disusul oleh sang pemilik mobil.

"Besar juga," gumam Sasya ketika melihat restaurant milik El yang menjulang tinggi di depannya.

"Ayo, jalan, ngapain lo ngelamun?" El bertanya sarkas dan berjalan lebih dulu di depannya.

Sasya menghela napasnya dengan berat lantas berjalan mengikuti langkah El di depan sana.

"Jadi gue jadi apaan di sini jadinya? Manager kah atau ap--"

"Babu lah, apalagi?" El buru buru memotong, membuat Sasya mendengus sebal untuk kesekian kali akibat ulah lelaki itu.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C18
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login