Download App
Sebelum Aku Mencintaimu Sebelum Aku Mencintaimu original

Sebelum Aku Mencintaimu

Author: ChikaLarasati

© WebNovel

Chapter 1: 1

Tak ada yang patut dibenarkan dari pertemuan kita. Andai wajah kaku dan pemalu-mu tak pernah menarik perhatianku, aku tidak perlu bertaruh bahwa hati penuh durimu dapat kutaklukkan. Sejak awal aku tahu, aku punya sejuta cara untuk menaklukkan wanita rapuh sepertimu. Tapi kau tak pernah memperingatkanku bahwa kau juga mampu menguasai perasaanku, dengan mudah bahkan.

Pantaskah aku mencintaimu?

****

13 September 2019

Langit kota Jakarta cerah dan udara panas seperti biasanya. Cukup sulit aku menyesuaikan diri untuk tinggal di sini beberapa tahun lalu. London, tempatku sebelumnya, punya langit yang lebih gelap dan hampir setiap hari merintikkan hujan. Sejak awal Jakarta memang begitu mencolok. Terlalu ramai dan gaduh. Tapi aku punya bakat untuk terlihat nyaman walau sebenarnya kuanggap tempat ini neraka. Bukan berarti aku ingin keluar dari neraka ini. Aku suka kobaran api di kota Jakarta. Membakar orang-orang yang pantas mendapatkannya.

Hari ini adalah hari pernikahan Adhi. Dia teman satu stambukku saat kuliah jurusan Hukum dulu. Pasangannya pun teman satu kampus kami kala itu, dari jurusan Ilmu Politik. Mereka memang sudah berpacaran sejak masa kuliah dulu. Aku dan Adhi sangat dekat sebelum kami akhirnya wisuda. Adhi lulus lebih dulu dariku. Dia memutuskan untuk melanjutkan studinya agar bisa jadi pengacara seperti sekarang ini, sementara aku memutuskan untuk mendalami dunia akting yang sudah kugeluti sejak masa SMA.

"Raka...." Sebut Adhi sambil memelukku ketika aku menjabat tangannya. Adhi menepuk-nepuk pundakku dengan tangan besarnya. "Thanks udah datang, bro." Ucapnya.

Aku melepaskan pelukan Adhi dan balas menepuk lengannya yang semakin besar sejak dia tidak mengikuti hobi olah raga-ku lagi. "Sama-sama." Kataku.

Lalu kami berdiri membelakangi meja sajian dan memandang ke bagian paling depan gedung pesta, tempat istrinya sedang sibuk berfoto dengan teman-temannya. "Gue beruntung bisa dapat wanita setulus Mega." Kata Adhi.

Aku mengambil gelas berisi air lemon yang terletak di atas meja dan meneguk isinya. Aku tidak tertarik dengan percakapan yang diundang Adhi. Paling pernikahan mereka hanya bahagia di awal layaknya pernikahan-pernikahan lain.

"Wulan apa kabar?" Tanya Adhi.

"Wulan mana?"

"Yang kemarin ikut ke pesta nikahnya si Adam." Ucap Adhi mengingatkan.

"Oh, Wulan itu…" Kataku. Wulan lawan mainku di film yang kubintangi tahun lalu. Aku tidak pernah punya hubungan khusus dengan Wulan. Kala itu kami hanya sering menginap di hotel untuk—kau tahu apa. "Gak tau gua." Jawabku singkat.

Adhi menyeringai sambil bergeleng kepala. Dia ikut mengambil gelas berisi air lemon dan meneguknya. "Parah lo." Kata Adhi kemudian. "Gue mau aja kenalin lo ke adek gue. Kalian cocok, sama-sama pemilih. Cuma yakin gua, lo-nya yang gak mau dicomblangin begitu."

Aku mengangkat bahu setuju.

Adhi sedang menceritakan tentang adiknya—yang mana tidak kupedulikan saat sebuah pesan membuat ponselku bergetar. Aku mengambil benda kotak hitam itu dari saku belakang celana dan membaca isi pesan dari Astrid, managerku.

"Peran Dinda Martinez digantiin sama Mawar Nirwana, artis baru yang biasanya nampil di sinetron. Jadwal syuting film 'Labirin' jadi diundur ke minggu depan."

Aku menyeringai membaca pesan Astrid. Tentu saja gadis murahan itu mengundurkan diri. Baru berkenalan sebulan, dia sudah menyerahkan semuanya padaku. Dan sekarang dia tidak akan sanggup menjalani syuting dengan pria yang mencampakkannya setelah merusak kehormatan yang dia jaga selama ini. Dan untuk penggantinya, Mawar Nirwana… Walau aku belum pernah mengenalnya, tapi yang satu ini pun akan kuhancurkan dengan mudah.

Adhi kembali menepuk pundakku, membebaskanku dari lamunan kepuasan. Adhi menunjuk ke arah depan dengan gerakan kepala, seorang gadis berkulit agak kecokelatan berjalan ke arah kami. Tubuh gadis itu dibalut dengan gaun peach dengan tali bergantung dari bahu sampai bagian belakang pinggang, seolah pamer dengan warna kulitnya yang diidamkan oleh orang-orang Eropa pada umumnya. Rambut berwarna mahogany sepanjang dada gadis itu diikat setengah, dan setengahnya lagi dia biarkan tergerai.

Gadis itu berjalan kian mendekat dengan langkah anggun dan menyapa kami dengan senyum malu-malu.

Adhi berdiri di samping gadis itu. "Ini Mawar, adik gue." Kata Adhi.

Aku menjulurkan tangan sambil senyum basa-basi. "Raka Augustus." Kataku, menyebutkan nama panjangku. Aku selalu menyebut nama panjangku tiap kali berkenalan dengan orang baru.

"Saya sudah tahu." Kata gadis itu dengan suara lembut. Lalu dia membalas tanganku dan kami saling berjabat tangan. "Mawar Nirwana. Saya yang akan jadi pasangan kamu di film Labirin." Katanya sambil senyum paksa, lalu melepaskan jabatan tangan kami.

Aku diam.

Adhi melirik aku dan Mawar secara bergantian. "Jadi kalian bakalan main film bareng?"

Aku senyum puas. Siapa sangka Mawar Nirwana muncul lebih cepat dari yang kuduga. "Kamu cantik." Kataku.

"Gua?" Adhi menunjuk wajahnya dengan telunjuk untuk meledekku, tau kalau aku sedang berusaha mencuri hati adiknya.

Aku hanya tersenyum membalas Adhi dan kembali melirik wajah Mawar. Gadis itu tengah menoleh ke arah lain. Aku tidak dapat menebak pikirannya saat ini. Entah dia menoleh karena sedang tersipu atau malah tidak menyukai caraku memujinya.

"Boleh minta nomer handphone kamu?" Tanyaku dan berhasil membuat Mawar melirikku.

"Astrid udah punya nomer Jenny." Tolak Mawar.

"Jenny?"

"Asisten saya." Jawabnya.

Mawar kembali melirik ke sudut lain ruangan pesta. Dia terlihat seperti seorang pengatur pesta yang sedang sibuk.

"Mas lima menit lagi balik ke meja mas ya." Ucap Mawar pada Adhi.

"Iya adek gue yang cantik." Jawab Adhi.

Mawar kembali melirikku dan kembali senyum paksa. "Saya pamit dulu." Sambungnya, dan berlalu meninggalkan kami sebelum sempat aku menjawab.

Aku menatapi punggung Mawar ketika dia berlalu. Berwajah cantik dan kulitnya pun bagus. Mungkin wanita itu sudah terbiasa jual mahal. Tapi itu tidak akan berlangsung lama. Kebanyakan wanita jual mahal agar terlihat mahal.

Adhi melemparkan senyuman ledeknya padaku. Adhi adalah saksi bahwa aku belum pernah menerima penolakan seperti ini. Aku melirik temanku itu. Kupastikan kali ini aku juga tidak akan mendapat penolakan.

"Gue minta nomer HP adek lo dong." Kataku.

"Anjir. Beneran naksir lo sama adek gue?"

Aku senyum. Memasang wajah tulus palsu adalah keahlianku. Bahkan seorang pengacara yang belajar tentang psikologis manusia seperti Adhi pun selalu tertipu dengan mudah. "Iya." Jawabku.

Permainan baru akan dimulai.

****


Load failed, please RETRY

New chapter is coming soon Write a review

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C1
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login