Download App

Chapter 2: Mencarimu

William pun kembali ke kantor CIA mengendarai mobil mustangnya dengan satu tangan karena pergelangan tangannya masih terluka. Ia sangat mencemaskan keadaan Sia, Jack belum memberikan kabar apapun mengenai keberadaan Sia. Hal itu membuatnya semakin panik mengingat ia tak mengenali seseorang yang membiusnya waktu itu.

Akhirnya ia pun sampai dengan waktu yang sedikit lebih lama karena patah di pergelangan tangannya membuat William kesulitan untuk mengendalikan setir mobilnya. Ia pun segera turun dan memarkirkan mobilnya di halaman CIA sembarang saja. Ia meminta tolong kepada petugas keamanan di sana untuk merapikan parkirannya, petugas itupun tak keberatan.

William langsung naik ke atas menuju ruang kerja Rika. William sudah siap kena amukan chief Rika mengingat ia tak mengindahkan pesan Jack untuk meneleponnya. William mengatur nafasnya dan mengetuk pintu ruang kerja Rika.

TOK.. TOK.. TOK.. Ceklek, William masuk begitu saja tanpa menunggu persetujuan Rika. William tertegun melihat banyak orang di ruangan Rika. Ia terlihat bingung dan berdiri di samping Cecil yang ternyata ada di sana juga dengan Jack dan Catherine. Mereka berbicara menggunakan bahasa Inggris.

"What is wrong? Kenapa kalian berkumpul di sini?" tanya William menatap semua orang seksama.

"William, apa kau tahu kenapa Sia meninggalkanmu?" tanya Rika menatapnya tajam.

"No, aku ditembak bius oleh seorang lelaki yang aku yakini dia pergi menculik Sia." Jawab William yakin.

"Hmm, sepertinya Sia tak diculik, William. Ia memang pergi meninggalkanmu." Ucap Rika to the point.

William tertegun, ia tak paham dengan maksud ucapan dari Rika.

"Apa maksudmu? Aku tak mengerti, lagipula.. hey, Jack! Mana permintaanku, aku memberikanmu tugas kecil dan kau malah mengabaikannya." Tegas William yang kini beralih pandang menunjuk Jack kesal.

"Aku sudah melacaknya. Ponselnya aktif hingga di bandara Washington Dulles International Airport (MAP) setelah itu menghilang." Ucap Jack terlihat gugup.

"What? Maksudmu.. Sia menginggalkan Amerika? Dia pergi kemana?" Tanya William bingung.

"Entahlah, aku tak tahu. Sinyalnya tak muncul lagi sampai sekarang." Jawab Jack sembari memasukkan kedua tangan ke saku celana kainnya.

"William, jika kau menganggap ini sebagai urusan pribadi aku tak mengizinkannya tapi jika kau menggunakannya untuk menyelidiki keterlibatan Sia, aku akan mendukungnya, hanya saja dengan satu catatan." Tegas Rika tiba-tiba.

"Dukungan apa yang kau berikan?" tanya William bingung.

"Aku akan memasukkan Sia ke dalam daftar mafia yang diburu, buronan lebih tepatnya." Ucap Rika sembari menyilangkan kedua tangannya.

William tertegun seketika. Cecil dan semua orang menatap William seksama tanpa ekspresi sedikitpun.

"But.. tapi kau sudah berjanji akan melepaskan Sia dan tak akan memenjarakannya!" bentak William dengan mata melotot.

"Jangan berteriak padaku! Kau ceroboh, dengan mudahnya kau dibius dan membuat Sia pergi begitu saja. Kita bahkan belum mengintrogasinya mengenai bisnis terselubung Julius Adam dan kini saksi kita pergi entah kemana. Selena tak bisa memberikan petunjuk apapun bahkan Yena juga. Kau membuat kesalahan fatal, William." Ucap Rika yang terlihat kesal.

William mengusap mulutnya dan bertolak pinggang. Ia berfikir sejenak.

"Baiklah, masukkan dia ke daftar pencarian mafia. Aku tak keberatan tapi jangan lukai Sia, bagaimanapun dia sudah menolong kita." Ucap William mencoba bernegosiasi dengan Rika.

"Sudah kubilang kan, sampai kapanpun seorang polisi tak akan pernah bisa hidup bersama dengan seorang penjahat." Ucap Rika tajam.

William melirik Rika dan menggerakkan dagunya.

"Sia bukan penjahat, ia bukan gadis semacam itu. Ia hanya dibesarkan di lingkungan yang salah. Aku akan membawanya kembali, jadi berikan kasus ini padaku. Aku tak akan melakukan kecerobohan lagi. Aku berjanji." Ucap William mencoba meyakinan Rika.

"Well, berilah dia kesempatan, Rika. Obsesinya mendapatkan Sia lebih besar ketimbang agent lainnya." Ucap Cecil menyarankan.

Rika menghela nafas pelan.

"Baiklah, ku beri kau kesempatan, tapi ingat jika kau sampai mengacaukanya lagi atau melepaskannya saat kau mendapatkannya, aku tak segan akan membebakanmu juga, William." Ucap Rika tegas.

William terkejut dengan ucapan Rika, tapi cintanya yang dalam pada Sia membuatnya mengangguk setuju. Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu dan membuka pintu perlahan.

"Hallo, execuse me. Agent William. Kami sudah menemukan identitas lelaki yang membiusmu dari gambar yang dilukis petugas di mansion Rio tadi. Apa kau mau mengeceknya?" tanya petugas Ara yang berwajah Asia berasal dari Jepang.

"Yes, of course, Ara." Jawab William cepat.

William pun pamit keluar ruangan dan pergi mengikuti Ara ke ruang pencarian data. Rika dan yang lainnya juga ikut dengannya. Ara sebagai kepala dibidang itu pun memberikan komando kepada petugas di sana mengenai hasil pencariannya.

"Oke, ini dia. Namanya Christopher Brian, orang Amerika Selatan. Berumur 42 tahun, berambut cokelat, tinggi 180 cm, bermata hitam dan kini ia tinggal di Rusia. Tapi lucunya, ia salah satu anak buah dari mafia yang paling diburu di seluruh dunia. Dia anak buah dari Antony Boleslav mafia Rusia anggota 13 Demon Heads. Jadi, kau tahu apa artinya kan, William?" ucap Ara sembari menaikkan kedua alisnya melirik William dengan senyum tengilnya.

William shock saat itu juga.

"Bingo. Wah.. wah.. siapa sangka akhirnya kita bisa terlibat dalam penangkapan anggota dewan juga. Hmm, ini menarik. Jadi bagaimana William? Apa kau bisa melakukannya?" tanya Rika tersenyum miring padanya.

"Tak mungkin Sia terlibat lebih dalam dengan dunia mafia. Ia pasti diculik, Antonio pasti memanfaatkannya. Ia tahu jika Sia anak Julius. Selama ini kita tak pernah menang melawan anggota dewan, aku cukup yakin Sia dalam bahaya mengingat ia dibawa oleh para mafia keji itu." Terang William masih mencoba membela Sia, kekasihnya akan ketidak terlibatannya dalam dunia mafia.

Tiba-tiba ponsel William berdering, ternyata itu telepon dari petugas olah TKP di mansion Rio. William pun mengangkatnya.

"Ya hallo, ada apa?"

"William, kami menemukan sepucuk surat yang dituliskan seseorang bernama Amanda di kamar Sia. Surat itu terselip di bawah bantal. Di sini tertulis jika Amanda adalah ibu Sia. Aku akan mengirimkan barang bukti ini segera ke kantor." Ucap petugas TKP itu serius.

William langsung memetikan ponselnya dan terlihat lesu. Ia terlihat gontai dan duduk di salah satu kursi kerja di ruangan itu. Semua orang menatapnya seksama bingung dengan sikap William yang tiba-tiba memegangi kepalanya tertunduk dan terlihat frustasi. Cecil pun menghampirinya.

"Ada apa, William. Siapa yang menelepon tadi?" tanya Cecil yang mencemaskan keadaan William yang tiba-tiba bersikap tak biasa.

William mendongakkan wajahnya hingga Cecil bisa melihat kesedihan dimata agent muda itu. Cecil terdiam dan menatap mata biru William lekat.

"Dia memang meninggalkanku dan memilih kembali bersama keluarganya." Ucap William sedih.

Cecil dan semua orang terlihat iba dengan kondisi William tapi mendadak William berdiri dan kembali berjalan mendatangi Ara, terlihat Ara gugup seketika dan memundurkan tubuhnya karena William berdiri persis di depannya.

"Cari tahu mengenai almarhum ibu Sia, Amanda." Ucapnya tegas dengan sorot mata tajam.

"O.. oke," jawab Ara terlihat gugup dan segera memerintahkan petugas di depannya untuk mencari data mengenai ibu Sia. Rika menatapnya tajam.

"Ada apa, William, apa kau mengetahui sesuatu?" tanya Rika curiga.

"Ibu Sia harusnya sudah meninggal tapi telepon barusan sepertinya membuktikan hal lain. Aku ingin kejelasannya." Ucap William tajam.

"Oke dapat. Amanda Theresia. Ia meninggal karena kecelakaan saat berada di mobil ambulance di California, Amerika. Mobil ambulance itu tercebut di sungai dan mayat Amanda tak ditemukan. Polisi pun membuat laporan jika Amanda tewas saat kecelakaan tersebut meski tanpa bukti. Hmm ini aneh, karena di sini tertulis jika Julius Adam, mantan suaminya yang mengizinkan untuk membuat berita kematian mengenai tewasnya Amanda." Ucap Ara menjelaskan.

Rika pun menatap seluruh orang seksama.

"Jangan-jangan berita kematian itu dipalsukan? Tapi kenapa?" tanya Catherine bingung.

"Entahlah, tapi aku akan mencari tahu. Jadi Rika, aku dengan senang hati akan membongkar kasus ini untukmu. Bagaimana?" ledek William dengan seringainya.

"Menyebalkan. Sudah cepat kerjakan. Jangan buang waktu." Ucap Rika terlihat kesal menaikkan bola matanya.

William tersenyum puas. Ia pun segera meminta Jack, Catherine dan Ara untuk tetap memberikan informasi yang kini terfokus pada pancarian Sia. Kini William pun ikut membidik Antony Boleslav mafia dari 13 Demon Heads.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login