Download App
Soon : one love, one life, one more change Soon : one love, one life, one more change original

Soon : one love, one life, one more change

Author: Earth_912

© WebNovel

Chapter 1: Bab 1

Mata dengan gradiasi kecokelatan lembut itu baru saja terpejam setelah waktu menunjukkan pukul dua dini hari. Wanita dengan tatanan rambut sebahu berwarna cokelat yang senada dengan hazel matanya baru saja menyelesaikan debat menegangkan dengan kedua orang tuanya yang memaksanya menikah dengan pria yang belum pernah ditemuinya. Ya, mau tidak mau pada akhirnya gadis itu menerima dengan berat hati keinginan kedua orang tuanya. Terutama ketika sudah menyangkut tentang Ibunya—membuatnya tak pernah bisa menolak sekali pun ingin.

"Aku bahkan belum merasakan bagaimana rasanya bekerja setelah berjuang keras dengan ilmu hukum yang aku pelajari di bangku kuliah selama hampir empat tahun. Dan sekarang, lihatlah! Mommy dan Daddy memintaku untuk segera menikah tanpa memberiku izin terlebih dahulu menghirup udara kebebasan," gerutunya pelan seraya mencoba mengingat percakapan kedua orang tuanya usai makan malam dan menyita waktu sampai dini hari ini.

Dalam benaknya, gadis cantik ini berpikir seperti apa rupa calon suaminya.

Calon suaminya?

Bibirnya sedikit tersenyum menyebut lelaki yang belum pernah ditemuinya dengan kata "calon suaminya".

"Oh astaga." Helanya sambil menghirup udara lebih dalam lagi.

Tak dipungkiri jika hatinya sedikit menghangat. Entahlah. Sepertinya menerima keinginan orang tuanya adalah pilihan yang tepat. Setidaknya inilah cara berbalas budi untuk Ibunya yang sudah melahirkan dan merawatnya. Menyayangi dengan tulus dan menjaganya dengan sepenuh hati. Juga untuk Ayahnya yang selalu menjaganya dari hal apa pun.

Perlahan, mata indahnya mulai terpejam menuju alam bawah sadarnya. Dengan senyum tipis yang tak pernah hilang dari bibirnya.

Bahwa esok adalah hari terindah yang akan dilaluinya setelah hari ini banyak hal yang dilaluinya.

Aleeta Markle namanya.

***

"Kau hanya harus menerimanya. Tolong, Mom hanya memintamu satu hal. Perlahan, kau akan mencintainya. Percayalah, Mom tak akan membuatmu menyesal karena mengenalnya. Gadis itu gadis yang tepat untukmu," tutur seorang wanita paruh baya kepada seorang pria jangkung yang tak lain adalah putranya sendiri.

Putra sulungnya yang telah menjelma menjadi pria tampan penuh pesona dan berkharisma. Tak ayal, hal itu membuat sang Ibu khawatir luar biasa. Pasalnya, di luar sana banyak para wanita yang mengelu-elukan namanya. Tak hanya satu dua dari relasi bisnis suaminya yang menginginkan putranya untuk dijadikan suami bagi anak-anak mereka.

Pria tampan dengan sorot mata tajam itu hanya mampu menghela nafas panjang dan tersenyum tipis kepada Ibunya. Jika sudah Ibunya yang meminta tak akan pernah bisa ia menolaknya.

"Mom, aku hanya mencintai satu gadis di dunia ini. Sungguh Mom! Aku mencintai Elora dan kami saling mencintai." Ungkapnya sedikit memberi penjelasan kepada wanita paruh baya yang dipanggilnya Mom. Wanita yang 27 tahun lalu melahirkan juga merawatnya dan memberinya kasih sayang yang tiada berujung.

Wanita itu hanya tersenyum tipis. Sudah menduga akan mendapat jawaban seperti ini dari putra kesayangannya. Sambil berjalan dan mendekat serta memberinya pelukan hangat untuk putra tercintanya.

"Rasanya baru kemarin Mom memberimu ASI dan sekarang lihatlah kau sudah lebih tinggi dari Mom. Good night sunshine," ucap sang Ibu sembari berlalu. Pergi meninggalkan putranya dan memberi ruang untuk berpikir.

Pria itu membalas senyuman Ibunya dan membalas pelukannya.

"Terima kasih Mom. Kau yang selalu mengerti aku."

***

"Hei bangunlah sweety. Jangan buat calon suamimu berpikir kau gadis yang pemalas. Kau harusnya bangun lebih awal dari ayam. Tapi lihatlah, kau sungguh gadis pemalas," decak kesal seorang pria dengan rambut yang sedikit berantakan karena baru saja berenang di pagi hari yang cukup dingin, musim gugur baru saja datang seminggu yang lalu.

Wanita yang di bangunkannya hanya menggeliat pelan dan merapatkan selimut tebalnya pada tubuh mungilnya.

"Oh ya ampun! Aku tak percaya jika gadis ini adalah adik kandungku. Kenapa sifatnya bertolak belakang denganku. Hei! Aleta bangunlah sebelum aku menarikmu ke kamar mandi," seru pria yang notabennya adalah kakak sulungnya.

"Diam, Pete! Sungguh terkutuk kau yang mengganggu waktu tidurku," balasnya sengit. Aleta kesal pada hal-hal sekecil ini. Tidur adalah bagian dari hobi dan waktu yang selalu di tunggunya. Bukankah semalam Aleta masuk ke dalam kategori bergadang? "Kau tahu, aku hampir kehilangan kehalusan kulitku karena tidur di dini hari."

Aleta Markle adalah putri kedua di keluarga Markle dari pasangan William Markle dan Sandy Markle.

Sang Kakak—Peter Markle—hanya berdecak kesal sambil meninggalkan sang Adik. Peter sadar jika bungsu dari kalangan mana pun adalah ras terkuat yang tak pernah bisa dikalahkan. Menyingkir dari sana, Peter gelengkan kepalanya. Tingkah Aleta gak mencerminkan seseorang yang sudah berusia lebih dari matang untuk menikah.

"Kau akan menyesal sungguh. Calon suamimu itu akan datang satu jam lagi. Dan lihatlah! Kau bahkan belum apa-apa."

Mendengar penuturan Peter, Aleta segera bangun dan duduk di ranjangnya, mencoba mencari kebenaran dari bola mata Kakaknya.

"Benarkah? Tapi Mommy dan Daddy tak memberi tahuku. Jangan coba-coba membohongiku Pete!"

"Aku tak berbohong. Tanyakan saja pada Mommy. Daddy bahkan pergi ke bandara untuk menjemput calon suami juga Ibu mertuamu itu Adik manis." Usai dengan kata-katanya Peter Markle, si anak tertua dari keluarga Markle pergi keluar dari kamar Aleta dan menuruni tangga untuk menemui Mommynya yang sedang kerepotan menyiapkan masakan.

"Morning Mom," sapanya pada sang Ibu sembari mengecup pipi kirinya.

"Morning sweety. Kau sudah membangunkan Adikmu?" tanya sang Ibu sambil tak melepas spatula di tangan kanannya.

"Sudah Mom. Mungkin akan bersiap sebentar lagi. Aku bahkan tak percaya jika dia Adikku. Sungguh bertolak belakang denganku. Memangnya apa yang Mom makan ketika mengandungnya?"

"Entahlah. Mom juga lupa. Kau ikut sarapan bersama kami dan juga Justin serta Ibunya bukan? Mom harap kau mau menyambutnya. Bagaimana pun dia akan menjadi Adik iparmu."

"Hm. Aku akan bersiap Mom." Pete hengkang dari sisi Ibunya dan menuju lagi ke lantai dua di mana kamarnya berada.

***

Alexander Watson melangkah turun dari jet pribadi yang membawanya juga Ibunya ke Toronto. Bisa ia lihat pepohonan yang mulai meranggas, musim gugur baru saja menyapa Toronto. Kota kelahirannya. Rasanya sudah lama Justin tak pulang ke sini. Terakhir kali ketika natal dua tahun lalu dan selebihnya waktunya ia habiskan untuk belajar bisnisnya di Belanda dan mengurus beberapa cabang kantor di sana.

Alex kembali ke Toronto. Mengurus perusahaan di sini dan menerima perjodohan juga menikah dengan gadis pilihan Ibunya. Alex akan mencoba menerimanya. Sekali pun ia tak memiliki rasa cinta untuknya. Cinta ini masih tetap untuk Elora. Gadis keturunan Jerman yang mampu meluluh lantakkan hatinya dalam satu kali pertemuan dan membuatnya tergila-gila hanya dengan senyumnya.

Baik Alex mau pun Eleanor belum mengakhiri hubungan ini dan Alex akan menikah dengan gadis lain. Sedikit tidak adil karena Ayahnya tak bisa menerima gadis pilihannya. Dan itu membuatnya tertekan selama hampir satu tahun terakhir. Namun Alex tahu, Ayahnya inginkan dirinya mendapatkan yang terbaik. Mungkin setelah pernikahan ini, ia akan menemui Elora di Los Angeles. Di apartemen yang biasa di tempati bersama Elora selama hampir tiga tahun ini.

"Alex? Kau melamun?" Suara Ibunya—Malle—sedikit membuatnya kaget namun dengan cepat Alex menguasai air mukanya dan tersenyum simpul padanya.

"Hanya sedikit berpikir Mom," jawabnya singkat dan kembali menarik koper-koper yang berukuran tak terlalu besar.

"William sudah menunggu kita. Cepatlah. Aku tak ingin membuatnya menunggu.

"Ya." Alex hanya menjawab singkat dan bergegas menuju ke arah pintu di mana pria paruh baya yang notabennya adalah sahabat juga calon mertuanya menunggu.

"Kuharap kau tak terlalu lama menunggu. Cuaca sedikit buruk dan penerbangan delay selama 30 menit," tutur Malle kepada pria yang bernama William Markle itu sambil menunjukkan senyum yang sedikit menyesal.

"No problem Malle. Aku baru saja tiba. Oh hai Alex. Kau sudah sangat dewasa dan tampan sekarang." Pria itu menyapa juga memberikan pelukan singkat pada Alex.

Alex hanya tersenyum dan mengangguk serta membalas pelukan singkatnya. Selanjutnya, William menggiringnya dan Ibunya menuju mobil serta sopir yang sudah menunggu di parkiran.

Dapat Alex lihat pemandangan dari luar jendela yang sepi karena waktu menunjukkan pukul enam pagi. Ya, Alex dan Ibunya mengambil penerbangan pagi dan sampai Toronto di saat orang-orang masih bergelut asik dengan selimut tebalnya.

"Aku benar-benar merindukan kota ini," batinnya sambil memasang earphone dan mendengarkan lagu dari Ipodnya.

***

Aleta tak pernah berpikir pria berparas tampan ini adalah calon suaminya. Lelaki dingin dan sedikit angkuh. Terlihat dari bagaimana cara dia memandang orang lain.

Alexander Watson.

Aleta mengingat nama itu bahkan menyimpan dalam memori otaknya. Apakah sikapnya memang seperti ini. Acuh dan tak pernah peduli? Oh, dan jangan lupakan soal tatapan tajam matanya juga sikap dinginnya. Jika saja mata berhazel cokelat madu dapat membunuh orang, Aleta orang pertama yang akan mati terbunuh oleh sorot tajamnya.

Namun entah kenapa, sejak satu jam yang lalu Aleta mencuri pandang dengannya, Aleta justru semakin sangat ingin mengenalnya.

Apakah Aleta salah? Maklum, Aleta belum pernah berpacaran atau menjalin hubungan dengan pria mana pun. Dan apa nama dari perasaan yang saat ini Aleta rasakan? Aleta seperti terhipnotis, terlena oleh pesona tampan juga kharismanya.

Mati-matian Aleta meredam semua perasaan itu. Hatinya belum sepenuhnya menerima pria ini. Aleta bahkan tak tahu apa yang akan di alaminya jika sudah menikah nanti.

Aleta ingin menolaknya, sungguh. Namun Ibunya selalu memberinya penjelasan bahwa Alex, pria berwajah dingin itu adalah pria baik. Hanya perlu waktu untuk saling mengenalnya maka benih cinta akan bisa tumbuh. Klasik sekali, 'kan cara pikir orang tuanya?

Aleta tidak yakin, dengan dirinya sendiri bahkan hatinya.

Sarapan pagi ini diiringi dengan dentingan suara sendok dan piring yang saling beradu. Sesekali Ayah dan Ibunya mengajak Malle berbincang. Aleta tak sedikit paham karena fokusnya terpecah.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C1
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login