Download App

Chapter 2: Sahabat

Hiii

Happy Reading!

***

Bumi kini terasa dingin usai di basahi oleh rintik hujan semalaman penuh, Meski cuaca tampak mendung dan dingin, hal tersebut sama sekali tidak memadamkan api semangat Ziya Hafizha Al Qadriya, gadis yang baru berusia 20 tahun dini hari tadi terlihat sangat bahagia.

"Fufufufu! Kayaknya hari lahir gue pembawa keberuntungan! Gajian di hari ultah? Wahahahahahhaa!" suara tawa menggelegar dari kamarnya tidak membuat penghuni rumah penasaran, mengingat pemilik suara itu adalah Ziya, maka semua ini adalah hal yang normal. Setelah mengeringkan rambut pendek gaya Classic Pixie berwarna Ash, Ziya memakai hoodie oversizenya dan beranjak keluar dengan dompet di tangan.

Ceklek!

"Mau kemana?" seseorang bertanya sangat dekat dari kuping Ziya. Gadis itu terlonjak lalu segera berbalik, ketika tahu siapa yang bertanya, Ziya memukul punggung pria yang kini tertawa puas. "Abaaaaaang! Ish! Jangan kaya setan deh!" omel Ziya menggerutu sebal.

Perkelahian kecil tak terelakkan, lebih tepatnya Ziya memukul kakak iparnya dengan gemas. Kejadian yang menurut keduanya lucu itu di saksikan langsung oleh ibu Ziya, Amelia. Tidak ingin putrinya bercanda lebih jauh dari itu, dia mendekat. Menepuk bahu Ziya pelan hingga kedua orang yang tengah bercanda tersentak kaget. "Iih, kok Mama ikut-ikutan ngagetin adek?! Ngeselin kalian mah!" Ziya mengembungkan pipinya sebal.

Mata hazel Amelia terang-terangan tidak senang dengan kedekatan mereka berdua hingga di sadari oleh menantunya sendiri, tentu saja setelah berbicara pada Arman, suami anak sulungnya. Barulah Amelia menarik tangan Ziya. "Fiona tadi nyariin kamu, Reta rewel banget katanya."

Sadar kalau ibu mertuanya kurang suka dengan kedekatannya dengan adik Fiona, istrinya. Arman tersenyum kecut, "Iyaa, aku ke kamar dulu, Ma." pamitnya tidak digubris oleh Amelia.

Heran melihat sisi dingin sang ibu kepada suami kakaknya, kening Ziya berkerut, dia menggaruk pipi kebingungan. Apakah ada masalah yang tidak Ziya ketahui? Mama marah sama Bang Arman karena apa ya?' batin Ziya bertanya-tanya.

"Kamu mau kemana? Kok gak pake celana?" pertanyaan beruntun dari Amelia membuyarkan lamunan Ziya, gadis yang baru berusia 20 tahun itu tersenyum lebar. Dagunya terangkat seolah tengah bersombong ria pada sang ibu.

"Pake celana kok! Aku mau nongki bareng Rani sama Putri di Cafe Melati! Ini hari spesial, Ma! Spesial!" Ziya menekankan deengan mata berbinar.

Meski tahu kemana arah pembicaraan Ziya, Amelia tersenyum samar. "Dalam rangka apa?" tanya Amelia sok penasaran, ada kesenangan teraendiri ketika putrinya sangat bahagia seperti sekarang. Ziya tidak menjawab, anak gadisnya itu justru kembali mengembungkan pipinya sebal. Geli dengan tingkah sang anak, Amelia tak tahan dan mencubit pipi chubby Ziya.

"Hayooo! Mau ngambek sama Mama?" tanya Amelia jahil. Rasa sakit yang semakin terasa ketika Amelia menarik pipinya membuat Ziya terpekik, dia memukul tangan sang ibu pelan seraya merengek. "Hueee, Mamaaa! Ampunn.. Adek minta ampun, Mamaaa!"

"Mama, jangan gangguin adek mulu napa, kasian dia.."

Jika saja sekarang Hafizh yang notabene-nya suami Amelia tidak menegur istrinya, mungkin sampai matahari terbenam Ziya akan terus di kerjai oleh wanita yang telah melahirkannya 20 tahun lalu. Sambil membentuk love menggunakan kedua tangannya untuk sang Ayah, Ziya berlari keluar, firasatnya mengatakan kalau tidak cepat-cepat keluar, maka ibunya akan segera melarangnya pergi dikarenakan cuaca yang mendung.

Drrrttt!

Begitu masuk ke dalam mobil milik ayahnya, getaran dari ponsel yang kini ada di saku hoodie Ziya rasakan. Itu pasti adalah notifikasi pesan yang mungkin dikirim oleh kedua sahabatnya, Ziya segera mengambil ponsel pintar dan membuka satu grub di aplikasi whatsapp.

Ciwi bikini bottom

Rani

Jadi gak sih? Gue udah nunggu di Cafe Mawar! Lu bedua ngapa ngaret sih?!

Putri

Lah kok di Cafe Mawar?

Rani

Hah? Maksudnya gimana? Janjian di Cafe Mawar kan?

Putri

Hadeh, punya temen kok gaada yang bener. Satu buta, satunya ngaretan

Me

Ko gue di sindir?

Kening Ziya berkerut tak suka ketika melihat pesan yang datang dari Putri, sahabat sekaligus rekan penulisnya. "Ni orang ada masalah apa dah, sama gue?" Ziya bergumam kebingungan. Setelah memberi tahu Rani lokasi yang benar, baru lah Ziya mematikan ponsel pintar dan mulai melajukan mobil milik ayahnya.

***

Klining!

"Selamat datang di Cafe Melati.."

Ziya mengangguk samar untuk membalas sapaan waiters yang berdiri di tempat kasir yang ada tak jauh dari pintu masuk. Mata hazel itu mengedarkan pandangan untuk mencari di mana temannya duduk, setelah berhasil menemukannya, Ziya berjalan mengendap-endap ingin mengejutkan Rani dan Putri yang kini berdebat. Sayang seribu sayang, bukannya berhasil mengejutkan mereka berdua, Ziya justru mendapat omelan lanjutan dari Putri.

"Duarr..."

"Apa?! Yaya, lo juga sama! Kalian kenapa sih? Janjian kan jam 9, ini udah jam berapa? Jam 11 anjrot! Lumutan gue nunggu kalian!" damprat Putri mengamuk layaknya seorang ibu yang memarahi anak-anaknya.

Tidak suka mendapat omelan dari orang yang memberikan info setengah-setengah padanya, emosi Rani tersulut. "Heh! Yang ngasih info nanggung siapa?! Lu bilang janjian di Cafe biasanya! Gue juga udah datang jam 9, tapi malah salah Cafe!"

"Heh! Lu pikir aja! Seringan nongki di Cafe Melati, apa Cafe Mawar?! Ya Cafe Melati lah! Cafe mawar ada di kota sebelah! Makanya gunain tu otak! Emang Yaya diizinin nyetir ampe pergi ke kota sebelah?!" hardik Putri membuat Rani terdiam.

Merasa kikuk lantaran kini dia dan dua sahabatnya menjadi pusat perhatian pengunjung lain, Ziya tersenyum malu. Dia sedikit membungkuk pada pengunjung lain lalu ikut duduk. "Kalian gak malu apa? Noh, di liatin orang!" bisik Ziya tepuk jidat sendiri lantaran malu karena masih di tatap orang lain.

Tersadar kalau mereka sangat berisik, keduanya melirik sekitar. "Jangan nyinyir napa!" Putri sengaja mengeraskam suaranya ketika mendapati lima remaja perempuan yang ada di sana bisik-bisik setelah menatap dirinya dan Rani. Karena di sindir secara terang-terangan, lima remaja itu tersentak. Mereka menandaskan minuman yang sepertinya baru di pesan dan pergi dari Cafe Melati.

"Anjir, Putu! Anak orang ketakutan!" pekik Ziya tertahan. Bisa-bisanya sahabat yang lebih tua dua tahun itu membuat pengunjung lain angkat kaki dari Cafe tersebut. Dan itu pun hanya dengan satu kalimat pendek!

"Udahlah Yaya, gausah dipikirin. Mending pesan makanan kuy! Abis Zuhur gue mau jalan sama Ayang!" desak Rani membuat Putri dan Ziya kompak memasang wajah ingin muntah. Di antara mereka bertiga, memang hanya Rani lah yang menjalin hubungan asmara. Kalau bertanya bagaimana dengan Ziya dan Putri, maka jawabannya adalah, mereka terlalu asik membucin dengan lelaki 2d dan lelaki fiksi.

"Ayang mulu lu! Ada gak sih kepikiran buat nyariin Keiji buat gue?" Ziya menuntut minta di carikan pria yang jelas-jelas tidak nyata. Di sebelah Putri mengangguk setuju, "Iya nih, lagi butuh Koutaro buat nemanin hari-hari suram guee.." rengek Putri membuat Rani jengah.

Dia juga ingin mencarikan pujaan hati untuk dua sahabatnya, tapi Rani bisa apa kalau mereka berdua terlalu jatuh hati dengan lelaki yang tidak nyata? 'Emang yah, kalo udah bucin jadi buta fakta.' pikir Rani jengah.

***

Makasih udah baca, lup yuuu!


Load failed, please RETRY

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login