Download App

Chapter 2: Kesedihan mendalam

Selesai berpakaian, Lisa membawa Cantik ke lantai bawah untuk sarapan bersama Kirana dan Sam.

Cantik keluar dari lift di tuntun Lisa.

Tak tak tak suara teman setianya yang mengejutkan Kirana. Dia menyipitkan mata, menatap cantik lebih lekat dari ujung rambut hingga kaki lalu kembali lagi menatap wajah gadis itu dengan seksama. Ia tak tahu kalau Cantik buta karena tadi terlalu gembira hingga ia tak memperhatikannya dengan baik. Matanya beralih menatap anaknya yang sedang memandangi gadis itu dengan penuh cinta. 

Kirana menatapnya tajam, ia merasakan darahnya mendidih, tubuhnya seketika bergetar. Ia mengepalkan kedua tangannya dengan mulut terkatup sembari mengeretakan gigi. Ia merasa marah, merasa telah ditipu oleh anak kandungnya sendiri. Dia memang sangat menginginkan seorang menantu. Namun, ia menginginkan menantunya kelak seorang gadis yang sempurna, yang berkelas, bukan gadis buta sepert ini. 

Cantik duduk di samping Sam. Kirana memandangi gadis itu dan sang anak bergantian. Sam tak menyadari tatapan sinis sang ibu. Matanya terlalu disibukan dengan wajah gadis cantik yang kini tengah duduk dengan tenang disampingnya.

"Sam." Kirana memanggil anaknya.

"Mmm," jawabnya tanpa menoleh. Ia memiringkan wajah seraya bertopang dagu hingga matanya dapat lebih leluasa menatap wajah cantik itu dari depan.

"Apa kau serius ingin menikah dengannya?" tanya Kirana dengan wajah memerah marah. Ia mulai kesal, apa lagi kala melihat kelakuan anaknya saat memandangi gadis itu, anaknya menatap Cantik dengan tatapan penuh kekaguman.

Sam menoleh menatap lekat ibunya. Ia sudah menduga jika ibunya mungkin tidak akan setuju jika dia menikahi Cantik. Dengan mantap dan penuh keyakinan Sam mengangguk. "Tentu saja aku serius, aku belum pernah seyakin ini." Matanya menatap ibunya dengan serius lalu ia merapatkan bibirnya.

"Tapi kenapa dia? Tak bisakah kau mencari yang normal?" tanya Kirana. Dia mengerutkan kedua alisnya, matanya menatap Sam dengan tatapan tajam.

Sam menghela nafas panjang lalu ia memijat keningnya. "Lagi-lagi kata normal yang keluar dari mulutmu, aku rasa ibu yang tidak normal bukan aku," jawab Sam ketus.

"SAM!" Kirana menggebrak meja. "Kau sudah keterlaluan. Ibu hanya ingin kau menikah dengan wanita yang terbaik." Kirana murka. Ia berdiri dengan kasar hingga membuat tubuh Cantik tersentak. "Dia itu cacat, Sam. Apa yang kau harapkan dari perempuan cacat sepertinya," sentaknya dengan jari telunjuk yang menunjuk ke arah Cantik dengan bengisnya.

"Cantik adalah wanita terbaik dari yang terbaik, Ma. Sudahlah, jangan dramatis gitu, ibu hanya cukup tau saja. Mau merestui atau tidak? Itu bukan masalah untukku, aku akan tetap menikahinya meski tanpa restumu, aku tak masalah," jawab Sam dengan acuh tah acuh.

"Kau anak kurang ajar, anak tak tau diuntung," pekiknya. Kirana sangat kesal saat ini, ia tak dapat mengendalikan amarahnya.

Cantik tak tahan mendengar pertengkaran ibu dan anak itu, ia merasa canggung dan tak nyaman. Dia memang cacat tetapi, dia mempunyai harga diri. Dia tidak bisa menerima penghinaan ini. Bagaimana pun ini lah dirinya apa adanya, beginilah keadaannya. Tak ada siapa pun yang berhak menghakimi atau pun mencela keadaannya. Ia berdiri lalu berbicara dengan lantang. "Maafkan saya sebelumnya Nyonya, saya memang bukan perempuan yang sempurna. Jika Nyonya tidak ingin putramu menikahiku, aku tak masalah. Dari awal aku tak pernah mencintainya dan aku tak ada niatan untuk menikah dengannya." 

Cantik menarik nafas dalam sebelum kembali berbicara, "Dan Sam, maafkan aku tidak bisa menerima lamaranmu. Aku tau niatmu itu baik dan mulia. Namun, pernikahaan bukanlah hal yang main-main, kita membutuhkan restu kedua orang tua. Rumah tangga memerlukan bimbingan mereka, bagaimana kita akan menjalani kehidupan berumah tangga kita jika orang tuamu saja tak merestuinya? Itu tidak bisa di benarkan, bagaimana pun orang tuamu yang telah merawat dan membesarkanmu. Jika mereka tak merestui pernikahanmu denganku, maka kita tidak bisa melakukannya," tuturnya dengan raut wajah tanpa ekspresi karena memang ia tak peduli dengan apa yang akan terjadi pada ekspresi kedua orang kacau di hadapannya kini. Ia sudah terlanjur kesal dan marah.

Kirana terkejut kala mendengar penolakan untuk putranya. Ada ratusan bahkan ribuan gadis yang bermimpi menjadi istri dari anaknya. Namun, perempuan itu justru mengatakan tak ada sedikitpun niatan untuk menikah dengan anaknya. 'Apa mungkin karena keadaannya yang tidak normal? Apa karena matanya buta? Sehingga ia tak dapat melihat wajah dan kekayaan anakku?' Pikirnya.

Sam melangak ia termangu, sudut matanya mengerut menatap sendu gadis yang tengah berdiri di sampingnya. Lidahnya terasa kelu. Ia tak dapat berkata-kata setelah mendengar penolakan dari Cantik. 

"Kalau sudah tidak ada yang perlu di bicarakan lagi, saya pamit. Maaf, saya harus bekerja," katanya mengakhiri percakapan dengan sopan. Cantik membungkuk sebagai sopan santun lalu beranjak pergi. "Selamat tinggal." Ia pergi meninggalkan Sam dan ibunya masih terdiam, mereka disibukkan dengan isi pikirannya masing-masing.

(But i won't cry

I won't star to crumble

Where ever they try 

To shut me or cut me down

I won't be silence

You can't keep me quiet

Won't tremble when you try it

All i know is i won't go speechless

Cause i'breathe

When they try to suffocate me

Don't you underestimate me

Cause i know that i won't go speechless) Naomi Scott-Speechless

Cantik bersenandung di sepanjang jalan pulang. Dia merasa sangat sedih, dia merasa tak berdaya dengan keadaannya. Direndahkan dan dihina, apa menjadi buta itu salah?

Dulu, dia juga kesulitan menerima semua keadaan ini. Setelah lima tahun lamanya, akhirnya dia bisa berdamai dengan gejolak di jiwanya. Namun, justru ada yang merendahkannya sampai ke titik terbawah. Dia merasa tak berdaya, bukan keinginannya menjadi seorang buta. Apakah menjadi buta itu dosa besar, sehingga dia tidak berhak mendapat kebahagiaan dan hanya pantas mendapat penghinaan? 

Kesedihan terlihat jelas, air matanya berlinang. Tenggorokannya terasa tersedak, wajahnya memerah dengan nafas berat yang memburu. Dia mengepalkan tangannya, bibirnya bergetar, ia marah, sangat marah... Darah berdesir, panas menyeruak keseluruh tubuh. Ingin rasanya ia berteriak, ingin rasanya ia menangis meraung-raung. Tapi, semuanya ia tahan, ia harus kuat, ia harus tegar. Jika hal sekecil ini saja tak dapat ia lalui, bagaimana nanti jika menghadapi masalah yang berat?

Dia menemukan tempat yang tenang lalu duduk di bangku taman itu sambil tersedu-sedu. Dia menengadahkan dan berusaha mengendalikan emosinya, mencoba menenangkan pikiran dan hatinya. Setelah dengan usaha keras dia bisa tenang, dia kembali bernyanyi. Baginya bernyanyi merupakan cara efektip untuk menenangkan hatinya. Membuang semua pikiran negatif dan kegundahan hatinya, agar ia dapat tegar menerima nasibnya yang malang dan menyedihkan di dunia sialan ini.

"Tuhan, berilah secerca kebahagiaan dalam hidupku? Aku pun ingin hidup bahagia," do'a Cantik dengan bulir bening yang terus luruh tanpa bisa ia hentikan.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login