Danish berbalik dia menatap punggung Marsha yang ditutupi selimut hanya kepalanya yang terlihat. Danish langsung menyibakkan selimut tersebut sampai jatuh ke lantai.
"Tuan?!" pekik Marsha langsung berbalik dan duduk.
"Aku mau bicara," ucap Danish tanpa merasa bersalah sedikitpun.
"Baik Tuan." Marsha bergeser sedikit sambil merapikan piyamanya yang sempat naik keatas. Danish turun dari tempat tidur lalu menuju sebuah nakas dan mengambil amplop yang berwarna kuning lalu duduk di sofa panjang yang tidak jauh dari Marsha. Danish menepuk sofa mengisyaratkan agar Marsha duduk di sampingnya sementara itu, Marsha benar-benar canggung saat ini karena belum pernah ia berdekatan dengan pria seorangpun.
"Lihat aku!" ucap Danish datar. Namun, Marsha diam dan tetap menundukkan wajahnya. Melihat keluguan Marsha, Danish jahil langsung jepit kedua kaki Marsha menggunakan kaki panjangnya.
"Tuan, apa yang anda lakukan?" pekik Marsha gugup.
"Kau tidak mendengar yang kukatakan?" tanya Danish tergelak.
"Apa itu, Tuan?" tanya Marsha gugup.
"Lihat aku jangan ke bawah nanti pandanganmu salah melihat," ucap Danish memelas sambil memutar kedua bola matanya. Wajah Marsha memerah ia tahu maksud perkataan Danish barusan, Marsha curi-curi pandang melihat ke bawah ternyata napas kehidupan Danish tanpa disentuh sudah bengkak.
"Oh astaga super big," ucap Marsha dalam hati sambil menelan ludah.
"Kau lapar?" tanya Danish lagi.
"Tidak Tuan," balasnya singkat dan pelan.
"Tapi aku lapar," tambah Danish.
"Saya akan memasak untuk anda Tuan," ucap Marsha polos.
"Kau itu orang desa. Tidak akan tahu cara memasak di rumah mewah seperti ini," celutuk Danish.
"Pria ini sungguh arogan sekali," gumam Marsha dalam hati.
"Kemarilah kau butuh edukasi sebelum terjun ke dunia yang sebenarnya." Marsha mengangguk dan mengikuti semua perkataan Danish.
"Menunggu sarapan dini, lihatlah tiga tombol ini adalah warna merah artinya darurat, kuning pelayan dan hijau kesenangan. Semua ini yang paling sering kita gunakan adalah warna hijau karena kau tiap hari akan memanjakan ini sebelum tidur." Tangan Danish mengarah ke napas kehidupannya yang sudah tegang walaupun tidak disentuh. Marsha memalingkan wajahnya karena malu melihat Danish yang tidak ada rasa malunya terus menggoda menggunakan napas kehidupannya. Untuk mengurangi rasa malu, Marsha lebih memilih fokus menatap amplop kuning tersebut yang sudah terbuka. Namun, pintu tiba-tiba kena ketuk sebanyak tiga kali.
"Tuan saya akan membukakannya," ucap Marsha begitu polosnya.
"Bodoh! Kau tidak mendengar tadi yang aku terangkan itu?" kesal Danish.
"Maksudnya Tuan?" tanya Marsha gugup. Berpikir saat ini rasanya tidak bisa karena melihat tatapan Danish melotot.
Danish menekan tombol yang berwarna kuning lalu pintu terbuka otomatis, melihat itu semuanya Marsha takjub jiwa miskinnya seketika meronta. Pelayan sebanyak dua orang masuk ke dalam membawa makanan ringan dan susu sapi yang original.
"Tuan muda, Nyonya selamat pagi dan selamat menikmati!" ucap pelayan tersebut ramah dan sopan.
"Wajahmu itu kondisikan terlihat sekali kau adalah gadis kampung dari desa sukamaju yang pernah ingin dinikahkan dengan pria paruh baya," semprot Danish lalu dia melahap roti bakar dan susu. Marsha tarik napas dalam-dalam berbicara dengan Danish tidak akan pernah diam hanya rasa sakit saja terus di torehkan Danish kepadanya.
"Tuan, maaf saya izin kamar mandi untuk gosok gigi," ucap Marsha lirih sambil menahan sesak pada anggota tubuhnya.
"Aku sedang makan roti,'' cegat Danish lalu menelan roti tersebut.
Helaan napas kuat bisa membuat sedikit tenang apalagi menghadapi sifat pria seperti Danish. Marsha kembali memilih diam karena sambil memikirkan pernikahannya ini sungguh aneh dan terlalu mendadak. Begitu banyak pertanyaan dalam pikirannya kenapa ia bisa tiba-tiba menikah? Lalu Danish tahu ia akan dinikahkan juga dengan pria paruh baya di desa tempat tinggal kedua orang tuanya.
"Kenapa kau diam?" tanya Danish setelah selesai menghabiskan beberapa lembar roti yang diisi sayuran dan daging kualitas terbaik.
"Tuan boleh saya bertanya?" tanya Marsha pelan lalu memberanikan diri menatap wajah tampan Danish.
"Katakanlah! Aku tidak banyak waktu mendengar dongengmu pagi hari," cerocos Danish.
"Kuatkan aku Ibu hadapi pria arogan ini," batin Marsha dalam hati sambil tarik napas lalu membuang pelan.
"Kau lambat sekali, menunggu kau berbicara bisa aku tidur sebentar. Lebih kau baca ini dulu lalu bicara denganku!" potong Danish cepat.
"Apa ini, Tuan?" tanya Marsha heran.
"Baca dan pahami. Mulai sekarang kau harus tunduk kepadaku semua isinya itu bukan aku yang ketik tapi sekretaris pribadiku. Aku lelah dan mengantuk kau lebih baik pelajari itu dulu dan laksanakan nanti lagi," ucap Danish lalu berjalan menuju tempat tidur dan hanya hitungan beberapa menit aja suara dengkuran halus terdengar.
"Dia benar-benar lelah," gumam Marsha pelan lalu pandangannya teralihkan kertas hitam putih tersebut dan secara seksama ia mulai membaca.
Tiap pagi hari tepat pukul enam wajib melakukan hubungan mantap-mantap, mandi bersama, sarapan satu piring, ritual menyatukan dua buah ceri sebelum berangkat kerja, tidur sore, kencan satu jam ala Danish di kolam mansion, tidak boleh selingkuh dan ini berlaku hanya untuk Danish seorang. Alis Marsha mengerut membaca semua aturan yang telah dibuat Danish lalu, ia menatap pria yang arogan itu tidur lelap hanya menggunakan celana pendek namun tipis.
"Terlalu horor," jerit Marsha dalam hati karena kedua bola matanya salah melihat sesuatu di balik celana tipis yang berwarna putih kontras
Tepat pukul enam pagi, ternyata Marsha ketiduran di sofa karena tidak dapat berpikir tenang setelah membaca peraturan Danish yang bikin sakit kepala jika terlalu dalam dipikirkan. Di atas tempat tidur pria yang bertubuh kekar itu mulai menggeliat lalu secara perlahan meregangkan otot-otot tubuhnya pelan.
Terlalu banyak mengeluarkan calon bibit unggul ya bersama wanita malam Alex, pinggang, punggung terasa sakit dan kaku untuk digerakkan. Secara perlahan Danish mulai membuka kedua matanya namun pemandangan pertama yang dia lihat adalah Marsha tidur dengan mulut terbuka.
"Nyamuk bisa beranak cucu di sana. Marsha petir?!" teriak Danish kencang suaranya terdengar menggelepar di ruangan itu sampai Marsha kaget dan terjatuh ke lantai.
"Dimana? Aduh pinggangku sakit sekali?" lirih Marsha sambil mengusap pinggangnya.
"Astaga istriku kemarilah dan lakukan tugasmu sekarang!" ucap Danish datar.
"Tu-tuan memanggil Saya?" tanya Marsha gugup. Kesadarannya sama sekali belum pulih karena terlalu enak tidur pagi hari.
"Kau tidak ingat semalam yang kukatakan?" tanya Danish dingin namun penuh seringai jika Marsha bisa membaca raut wajah Danish. Otak Marsha berusaha berpikir cepat seketika ia mengerti.
"Ya Tuan." Marsha mulai gugup ia tahu maksud perkataan Danish barusan. Karena takut dan tidak tahu harus memulai dari mana, Marsha tetap diam sambil garut lehernya yang tidak gatal.
"Jangan mengujiku Marsha? Sekarang naik ke atas dan jinakkan ini!" tambah Danish lalu dia menunjukkan napas kehidupannya.