Download App

Chapter 2: Asrama

Aaron dan Daniel memberikan tanda pengenal mereka kepada petugas keamanan yang sudah berdiri di gerbang. Mengecek satu persatu identitas murid yang akan masuk ke dalam asramanya.

Semuanya bisa dipastikan adalah murid kelas satu, terlihat dengan wajah polosnya yang menatap gedung asrama dengan bangga. Karena murid kelas tiga dan dua saat ini mungkin sudah berada di sekolah. Atau bersiap-siap akan berangkat.

Daniel berada di depan Aaron. Dia mengeluarkan tanda pengenalnya yang sudah ia siapkan. Begitu pula dengan Aaron. Sejak di mobil, Daniel sudah menceritakan semua hal yang ia tahu pada Aaron.

Mereka saling tersenyum ketika menginjakkan kakinya di halaman asrama. Selama tiga tahun nanti mereka akan tinggal di sana. Gedung sekolah menjulang tinggi di sebelahnya. Hanya butuh lima menit untuk pergi ke sekolah. Bayangan mereka mengenai sekolah benar-benar sangat menyenangkan.

**

Daniel membuka pintu kamar mereka dengan ragu. Ia takut dengan anak yang bernama Rowoon tersebut. Ya, karena dia belum kenal betul dengannya.

Anak laki-laki yang bernama panjang Hwang Daniel itu menarik napasnya dalam-dalam. Dan memutar kenop pintu pelan.

Muncul bayangan anak yang berpostur tinggi sedang sibuk merapikan bajunya ke dalam lemari yang ada di sana.

Rowoon menoleh keduanya lalu tersenyum, dia lalu kembali asik denhan kegiatannya. Mengabaikan dua anak yang saat itu sedang bingung.

"Aku akan tidur di ranjang ujung sana. Mungkin kalian bisa menggunakan ranjang ini dan itu." Rowoon menunjukkan ranjang yang berada di kamar itu, berhadapan namun terhalang sofa di tengahnya.

Meja belajar dibuat seminimalis mungkin. Jika mereka melipat salah satu papan yang ada di kepala ranjang maka akan menjadi sebuah meja belajar untuk mereka.

Aaron dan Daniel mengangguk-angguk mengerti lalu bergegas merapihkan barang-barang mereka karena waktu sudah menunjukkan pukul tujuh lewat. Tersisa satu setengah jam lagi untuk mereka mengikuti upacara penyambutan murid baru.

"Masih banyak waktu 'kan?!" tanya Daniel pada Aaron. Namun Rowoon langsung menoleh ke arah mereka berdua dengan aneh.

"Upacara dimajukan menjadi jam delapan. Aku rasa kalian harus bersiap-siap dari sekarang." Rowoon bersiap mengenakan dasi untuk seragamnya.

"Oh ya, jangan lupa pakai dasi. Sekolah ini sangat ketat. Kalian tahu 'kan? Atribut sekecil apapun jika kalian tak memakainya bisa celaka."

Daniel dan Aaron dibuat heran dengan anak yang bernama Rowoon tersebut. Mengapa dia sangat tahu mengenai sekolah ini, padahal dia juga anak baru.

"Baik," jawab mereka berdua serentak.

Rowoon tersenyum sekilas lalu bergegas meninggalkan kamarnya. Dia sudah rapi ketika beranjak dari asrama.

Dan sekarang tinggal Daniel dan Aaron yang berada di sana. Asrama semakin lama semakin hening karena anak-anak baru sebagian sudah meninggalkan asrama satu persatu.

"Aku heran kenapa bisa satu kamar denganmu," ucap Aaron dia melihat Daniel kesulitan memakai dasinya.

Aaron kemudian menghampiri Daniel dan membantu memakaikannya.

"Bodoh, karena aku yang memintanya. Seharusnya bukan kau yang di sini. Karena nilai kita berbeda. Tapi aku meminta guru dengan alasan agar aku bisa membantumu belajar. Dan ... Seperti saat ini. Agar ada orang yang membantuku mengenakan dasi." Daniel terkekeh, ia melihat Aaron tersenyum tipis.

Sudah dipastikan jika Rowoon dan Daniel adalah murid yang pintar. Namun Daniel belum tahu apakah Rowoon teman sekelas mereka berdua atau bukan.

"Makanya, perhatikan aku jika sedang mengenakan dasi. Mau sampai kapan kau akan memintaku untuk membantumu seperti ini?"

"Seterusnya."

"Heh?!"

"Aku bercanda." Daniel melihat punggung Aaron dari tempatnya berdiri lalu tersenyum.

"Sudah selesai. Ayo cepat pergi, aku pikir kita akan terlambat." Aaron berkata sambil melihat hasil dasi yang dia pakaikan untuk Daniel. Ada rasa puas tersendiri ketika melihatnya.

"Sudah selesai? Ini sangat rapi." Daniel menunduk untuk melihat lipatan dasinya dan memberinya pujian.

Aaron hanya tersenyum, kemudian mereka berdua mulai melangkahkan kakinya menuruni gedung asrama. Dalam perjalanan mereka tidak bertemu dengan murid lain. Kemungkinan mereka semua sudah pergi ke upacara penyambutan.

Ketika Aaron dan Daniel tiba di lapangan, semua murid sudah berkumpul di sana. Bahkan upacara sebentar lagi akan segera dimulai. Dan saat mereka memasuki lapangan, semua tatapan mengarah pada kedua remaja itu.

Aaron merasa canggung dan sedikit menundukkan kepala. Kemudian dia berbisik pada Daniel. "Apa ini baik-baik saja?"

Baru saja dia bertanya, seseorang tiba-tiba memanggil mereka berdua. "Hey, kalian terlambat. Ikuti aku untuk berbaris di barisan lain."

Yang memanggil mereka adalah lelaki yang terlihat sedikit lebih dewasa dari mereka. Ada kelas dan name tag di seragamnya. Ternyata dia adalah senior di sekolah ini.

Aaron dan Daniel tidak bisa membantah dan dengan terpaksa mengikuti lelaki itu. Setelah beberapa saat mereka tiba di barisan terdepan.

Daniel tidak mengerti kenapa dia dan Aaron malah ditempatkan di barisan depan bukannya diberi hukuman. Tapi sepertinya ini adalah hal yang baik, dia bisa mendengarkan ceramah dengan lebih jelas.

Apa yang terjadi tentu saja membuat banyak pasang mata memerhatikan mereka berdua. Banyak murid perempuan yang terpesona oleh penampilan mereka.

Yang satunya memiliki rambut coklat dengan postur tubuh yang tegap. Matanya hanya akan menyapu sekeliling dengan acuh tak acuh, seolah dia tidak memiliki hubungan apa pun dengan lautan manusia di sekitarnya.

Sedangkan lelaki yang ada di sebelahnya memiliki rambut hitam yang kontras dengan kulitnya. Wajahnya terlihat lebih lembut, begitu juga dengan kulitnya yang tampak halus.

Keduanya memiliki karakter yang berbeda. Namun ketika berjalan bersama mereka seperti menciptakan suasana yang menyenangkan mata.

Melihat dua sosok tampan membuat beberapa gadis menjadi tersipu malu. Beberapa ada yang berbisik-bisik bahkan ada yang berseru dengan ketakjuban.

"Tuhan, aku tidak percaya ada dua makhluk tampan yang dikirim ke sekolah ini," ucap seorang gadis dengan wajah yang memerah.

"Aku lebih menyukai yang berambut coklat. Ah, dia sangat tampan."

"Tidak tidak. Aku pikir yang berambut hitam itu terlalu manis. Bisakah aku membawanya pulang?" Seorang gadis bertanya dengan wajah penuh kekaguman.

"Aku ingin keduanya!!" seru gadis lain yang membuat murid-murid lain bersorak keras.

Segala bisikan dan sorakan yang terdengar lumayan keras membuat Daniel dan Aaron saling menatap. Mereka tidak berharap akan ada kejadian seperti ini. Tapi apa yang bisa mereka lakukan? Sepertinya tidak perlu dipedulikan karena upacara akhirnya dimulai.

***

Setelah kira-kira satu jam, upacara penyambutan siswa baru akhirnya selesai. Aaron menyeka keringat dengan punggung tangannya. Dia berjalan masih beriringan dengan Daniel.

Tiba-tiba seorang gadis menghadang langkah mereka. Gadis itu terlihat mungil dengan rambut yang diikat ekor kuda. Dia menggigit jarinya, menatap Aaron dan Daniel secara bergantian.

"Apa ada yang kamu butuhkan?" tanya Daniel dengan heran. Sayangnya gadis itu hanya senyum-senyum sendirian.

"Dia sehat, 'kan?" tanya Aaron dengan bodoh dan hanya direspon dengan kekehan oleh Daniel.

"Eoh, bisakah kita berkenalan? Aku mengagumi kalian sejak pertama kali melihat!" seru gadis di depan mereka dengan malu-malu.

Aaron menatap kosong pada Daniel. Kenapa hal-hal menjadi konyol? Memang saat di sekolah sebelumnya mereka juga memiliki beberapa pengagum. Tapi sekarang ini adalah lingkup yang lebih luas. Aaron tidak menyangka jika hal seperti kekaguman atau semacamnya masih akan mengikuti mereka.


Load failed, please RETRY

New chapter is coming soon Write a review

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login