Download App

Chapter 24: Mengejar Kemanapun Kamu Pergi

Riko dan Arif sedang duduk di depan meja bartender. Mereka berdua sedang mengawasi Aaron. Lebih tepatnya memperhatikan keselamatan bosnya dari jauh. Aaron dan anak buahnya sedang berada di sebuah klub malam.

"Aku merasa Bos agak aneh akhir-akhir ini," kata Riko sambil meneguk segelas vodka.

"Kenapa?" tanya Arif sambil terus menatap Aaron dari jauh.

"Aku heran kenapa Bos dekat-dekat dengan polisi itu," nada heran terdengar dari suara Riko.

Arif meletakan gelas. "Mungkin Bos ingin bermain-main."

"Menurutku bermain-main dengan wanita bukan kebiasaan Bos kita. Apa Bos menyukai wanita itu?

"Mustahil. Bos tidak punya waktu untuk tertarik. Kamu ingat kan sumpah yang diucapkan bos beberapa tahu lalu?" Arif mengingatkan Riko.

"Ya," jawab Riko ragu.

Tak lama kemudian seorang wanita berambut sebahu muncul dan berjalan ke arah Aaron.

"Wa-wanita itu!" Riko menunjuk ke arah wanita tersebut. "Bukankah itu si polisi?"

Sama halnya dengan Riko, Arif juga kaget. Bagaimana mungkin wanita itu muncul di sini? Dia benar-benar bertingkah seperti mata-mata.

….

Haya menghampiri Aaron yang sedang duduk seorang diri di dalam klub malam yang bising dengan suara musik yang keras. Sejujurnya Haya benci dengan tempat ramai. Kalau dia ingin menikmati minuman beralkohol, Haya lebih suka pergi ke kafe yang sepi di pinggiran Jakarta. Tidak ada musik kencang. Tidak ada tawa wanita-wanita penghibur yang menganggu kupingnya.

Tanpa banyak bicara Haya duduk di sofa di depan Aaron. Ia mengambil gelas dan mengisinya dengan whisky.

"Aku gak tahu kalau kamu punya selera yang bagus untuk merek whisky," kata Haya sambil memandangi gelasnya. Ia memperhatikan cairan berwarna coklat yang memiliki kadar alkohol 60 persen.

Aaron tersenyum. "Kamu akhirnya menemukanku lagi, Haya."

"Aku terpaksa menemuimu," Haya meluruskan. "Di dunia yang sempit ini aku sangat berharap kita gak perlu bertemu lagi. Tapi apa boleh buat. Hidupku selalu dipenuhi dengan masalah sejak bertemu dengan dirimu."

Riko dan Arif hendak menuju meja Aaron tapi Aaron memberi sinyal 'jangan mendekat.' Mau tidak mau mereka berdua kembali ke posisi semula dan hanya bisa memperhatikan Aaron berbincang dengan Haya.

Aaron tersenyum dan menuangkan whisky ke gelas Haya.

"Mungkin ini takdir," Aaron menebak. "Kamu selalu mencariku lebih dulu. Seolah takdir selalu berharap kita berjumpa."

Seandainya Aaron tidak memiliki perilaku misterius dan selalu membuat Haya bertanya-tanya tentang latar belakang pria itu, tentu Haya akan menyukai Aaron meski hanya sedikit.

Aaron itu tampan. Tipe pria idaman semua wanita. Saat Haya masuk ke dalam klub malam, ia melihat mata-mata liar wanita tertuju pada sosok Aaron. Wanita-wanita itu melihat Aaron seolah pria itu adalah target yang paling tepat untuk diajak menghabiskan one night stand romantis di hotel.

Sosok Aaron yang begitu memikat memang terlihat menonjol di dalam tempat remang-remang sekalipun. Satu kata yang pasti. Aaron itu ibarat magnet yang menjerat para wanita.

Haya mengerutkan dahinya. "Sejak kapan kamu jadi sok puitis, Aaron?"

Tanpa mempedulikan pertanyaan Haya, Aaron balas bertanya, "Bagaimana kamu menemukanku kali ini? Kamu memata-matai plat mobilku? Atau…"

"Aku menaruh alat pelacak ke mobilmu," jawab Haya jujur lalu meneguk whisky. Haya meletakan alat itu saat menemukan mobil Aaron di kafe tempo hari.

Sangat cerdas, batin Aaron.

"Kenapa seorang polisi cantik repot-repot mencari sampai meletakan alat pelacak di mobilku?"

"Karena aku gak tahu nomor telponmu," jawab Haya apa adanya.

Aaron lalu menarik tangan Haya.

"Heh, apa yang kamu lakukan?!" Haya panik. Ia takut dicium Aaron seperti waktu itu.

Aaron menuliskan sederet nomor di telapak tangan Haya. "Ini nomorku. Kamu bisa menelponku kapan saja."

Haya buru-buru menarik tangannya setelah Aaron berhasil menulis nomor telpon di tangan gadis itu. Pria ini sudah gila, batin Haya.

"Dimana Ibas?" Haya terlalu malas basa-basi.

"Kenapa kamu bertanya tentang Ibas padaku?"

Haya melipatkan tangan. "Dia menghilang dari penjara. Bukan kabur tapi diculik. Dan satu-satunya orang yang paling memungkinkan melakukan itu semua adalah kamu."

"Kenapa kamu berpikir seperti itu?" Aaron mencondongkan tubuhnya ke arah Haya.

Dari jarak dekat Haya bisa mencium bau mint bercampur alkohol yang begitu memabukkan dari tubuh pria di depannya.

"Kamu kan musuhnya."

Aaron tertawa. "Kamu selalu membuatku terkesan setiap kali kita bertemu. Haya, aku rasa kamu sebaiknya berhenti menjadi polisi dan bekerja denganku. Aku rasa kepintaranmu akan lebih berguna di bisnisku daripada di kepolisian."

"Bisnis apa yang sedang kamu jalankan?" Haya mulai menggali informasi.

Aaron mengedikan bahu. "Apapun. Aku melakukan apapun yang menghasilkan uang. Jadi bagaimana? Bisnis yang kukerjakan sangat menjanjikan, Haya."

"Aku akan bekerja denganmu saat kiamat nanti," sindir Haya sambil menyipitkan mata.

"Baiklah. Aku harap kiamat segera datang."

"…."

Berbicara dengan Aaron sama sekali tidak berguna. Pria itu selalu saja mencari cara menghindari pertanyaannya. Haya yakin, Aaron ada di balik semua ini.

"Aaron, aku serius. Kalau kamu benar-benar menyembunyikan Ibas, aku harap kamu segera menyerahkan pria itu. Polisi akan menangkapmu kalau kamu terlibat kasus besar seperti ini," Haya mulai frustasi.

Kenapa susah sekali membuat Aaron mengerti?

"Kamu takut polisi menangkapku?" Aaron memandangi Haya dengan serius. Di mata Aaron, kata-kata Haya tadi terdengar seperti gadis itu mencemaskan dirinya.

"Terserah. Aku sudah lelah dengan semua omong kosongmu," kata Haya pada akhirnya.

Sebelum Haya berdiri dan pergi, Aaron berkata, "Kamu jangan khawatir. Aku gak akan semudah itu ditangkap polisi, Haya. Percayalah."

Haya tidak peduli dengan kata-kata pria itu. Ia langsung pergi tanpa menoleh pada Aaron.

Lalu Riko dan Arif mendekati Aaron.

"Kita harus ke tempat Ibas sekarang. Aku perlu menyelesaikan masalah dengan orang itu malam ini," kata Aaron dingin sambil menatap punggung Haya yang semakin hilang.

….

Haya berjalan lemas keluar dari klub malam. Berjumpaannya dengan Aaron sia-sia. Dia tidak menemukan informasi apapun tentang keberadaan Ibas.

Lalu ponsel Haya berbunyi.

"Halo, Bu," kata Haya.

"Kamu dimana, Haya?" tanya ibu dari ujung sana.

"Aku? Aku sedang ada di kantor polisi," Haya berbohong. Gadis itu tidak ingin ibunya tahu kalau dia sedang ada klub malam.

"Kalau begitu ibu akan menjemputmu."

"Apa?!" Haya sangat terkejut.

"Kebetulan ibu baru saja pulang dari rumah teman. Ini mau menuju daerah kantor polisi tempat kamu bekerja. Jadi ibu berniat mampir," cerita ibu.

"Jangan mampir," Haya panik.

Saat ini Haya berada 15 km dari kantor polisi. Perjalanan kembali ke sana memelukan waktu satu jam.

"Kenapa?"

Otak Haya berusaha mencari alasan. "Aku sedang banyak kerjaan, Bu. Kayaknya aku bakal pulang terlambat."

"Oh begitu. Baiklah. Hati-hati naik motornya ya," kata ibu lalu mengakhiri pembicaraan.


CREATORS' THOUGHTS
Miss_Aileen Miss_Aileen

Novel saya berhasil terkontrak atas dukungan kalian semua. Makasi ya :)

Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C24
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login