Jean terkesima melihat sekarang driving center menjadi kosong dan hanya ada mereka bertiga.
"Dia yang bikin tempat ini ditutup?" tanyanya kepada Finland dengan kening berkerut. Finland hanya bisa mendesah kesal. "Serius? Tempat ini ditutup untukmu latihan mengemudi?"
Ia tak perlu mendengar jawaban Finland karena Jadeith membenarkan dugaannya.
"Tuan menyukai privasi dan Nyonya juga," kata Jadeith. Ia mempersilakan Finland masuk ke mobil dan memulai latihan mereka. "Silakan Nyonya."
"Nyonya?" Jean mengangkat sebelah alisnya saat bertanya kepada Finland dengan suara menahan tawa, "kapan kalian menikah? Kok aku tidak diundang?"
"Jangan tanya aku," jawab Finland sambil mengangkat bahu.
Jean hanya menggeleng-geleng melihatnya. Ia ikut masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi belakang.
"Aku mau menyaksikan momen bersejarah saat Finland akhirnya bisa menyetir," katanya sambil tersenyum jahil. "Uhmm... atau momen di mana kita akan mati bersama saat mobilnya nabrak."
"Jeannnnn....!! Jangan bikin panik, dong!" seru Finland yang tidak sengaja menginjak gas saat ia seharusnya menginjak rem.
Jadeith batuk-batuk berusaha menenangkan suasana. Jean tertawa semakin kencang.
Latihan mengemudi kemudian berakhir tanpa seorang pun terluka dan mobil tidak tergores. Itu saja sudah membuat Finland menarik napas lega.
Mereka kemudian pulang ke Rose Mansion. Finland mengundang Jean untuk makan malam bersamanya. Ia hendak menunjukkan kepada Jean bahwa Rose Mansion bukanlah rumah berhantu.
"Selamat malam, Ms. Law, perkenalkan ini Jean sahabatku." Finland memperkenalkan Jean kepada Ms. Law yang menyambut mereka di depan pintu. Tidak seperti Jadeith, Ms. Law bersikap sangat manis kepada Jean. "Malam ini aku mengundangnya makan malam di sini. Aku boleh menggunakan dapur untuk memasak?"
"Tentu saja, Miss. Hallo, apa kabar Tuan Jean?"
"Senang bertemu Anda, Ms. Law."
Finland sangat pandai memasak karena ia terbiasa mengurus dirinya sendiri sejak masih kecil dan ia menjadi kreatif dalam memanfaatkan bahan-bahan makanan agar dapat menjadi hidangan yang enak di lidah. Memasak sendiri jauh lebih murah daripada membeli makanan jadi, namun sejak tinggal di Rose Mansion Finland hampir tak berkesempatan memasak. Kini mumpung Jean masih belum pulang ke Paris, ia hendak menunjukkan rasa terima kasihnya dengan memasakkan sesuatu bagi Jean.
"Ada yang bisa kubantu?" tanya Jean saat Finland mengeluarkan bumbu dan berbagai bahan makanan dari kulkas.
"No. Kau duduk saja yang manis di kursi makan sambil minum wine dan temani aku ngobrol," kata Finland sambil tersenyum lebar.
"Sounds good." Jean tertawa.
Mereka ngobrol sambil Finland memasak. Jean menceritakan pekerjaannya dan berbagai orang yang ditemuinya di industri hiburan. Mereka membahas tentang rencana mereka berkeliling Eropa dengan camper van suatu hari nanti ketika Finland sudah bisa menyetir, juga tentang pekerjaan Finland dan proyek-proyek yang sedang dikerjakannya.
Finland membuat caesar salad dan saltimbocca dan mereka makan sambil melanjutkan ngobrol.
"Dari apa yang aku lihat, sepertinya Caspar memang memperlakukanmu dengan baik," kata Jean tiba-tiba. "Aku ikut senang melihatnya."
"Terima kasih," kata Finland. "Tapi aku masih belum memutuskan."
"Memutuskan apa? Kau sudah dipanggil nyonya dari tadi," kata Jean sambil tertawa.
"Jadeith memang aneh." Finland bersungut-sungut. "Dia memanggilku nyonya membuatku merasa tua, tapi aku sudah menyerah mengoreksinya."
"But you have to admit it, dia memanggilmu nyonya itu kedengaran cute lho... Seakan dia menegaskan kepada semua orang kalau kau itu milik bosnya."
"Aku bukan milik siapa pun," sergah Finland. "I am my own person."
"You are your own person," Jean mengangguk, "but when two people fall in love and they commit to each other, then two person will become one. Nanti juga kau mengerti..."
Ia menghabiskan winenya lalu minta diri karena hari sudah sangat malam.
"Besok kau aku jemput untuk ke Universal Studios ya..." kata Jean sebelum masuk ke taksi.
"Sampai jumpa besok." Finland mengiyakan.
Ketika Jean sudah pulang, ponsel Finland berbunyi dan ia menerima telepon dari Caspar yang menanyakan hasil latihannya sore tadi.
"Aku tidak tahu apakah aku akan bisa terbiasa hidup sepertimu..." jawab Finland dengan jujur. "Punya pengawal pribadi, dapat layanan prioritas, antar jemput mobil mewah, dan satu kamar penuh berisi pakaian, tas, sepatu, dan aksesori bermerek... Sepertinya aku tidak akan pernah bisa benar-benar terbiasa."
"Kenapa?" tanya Caspar keheranan.
"Aku takut, kalau aku terbiasa dengan kemewahan, ketika nanti kemewahan itu tidak ada lagi, aku tidak bisa hidup... Aku sangat takut membayangkan kemungkinan itu," kata Finland.
"Kenapa kau mesti membayangkan yang buruk-buruk, sih?" tanya Caspar.
"Aku harus realistis, kalau nanti aku terbiasa dengan perlakuan istimewa dan hidup dalam kemewahan, lalu kita berpisah... aku takut nanti aku akan kesulitan untuk bisa kembali ke kehidupanku yang sederhana."
"That's the whole point. Aku tidak mau kau kembali ke kehidupanmu sebelum bersamaku." Nada suara Caspar mulai terdengar lelah.
Entah sampai kapan Finland akan bisa benar-benar menerimanya, dan mengerti bahwa saat Caspar mengatakan bahwa ia jatuh cinta kepada gadis itu, ia benar-benar memberikan hatinya, hidupnya, dan segala miliknya kepada Finland, dan ia tidak melihat kemungkinan bahwa suatu hari nanti mereka akan berpisah. Ia mengenal dirinya dan tahu bahwa ia tidak mungkin akan meninggalkan Finland. Dalam hatinya ia justru takut FInland yang akan meninggalkannya, karena begitu sulit membuatnya yakin.
"You sound upset. I don't mean to upset you." kata Finland beberapa saat kemudian.
"Aku tidak kesal," kata Caspar setelah menarik napas panjang. "Aku hanya menyesal saat ini tidak ada di sana untuk memelukmu supaya kau yakin dengan ucapanku."
Finland ingat betapa nyamannya berada di pelukan pemuda itu dan hatinya terasa sedikit perih. Ia tahu Caspar merasa agak frustasi karena Finland masih sulit menyerahkan diri dan mempercayainya. Finland sendiri berharap ia dapat dengan mudah menerima limpahan cinta dan kemewahan yang disediakan untuknya, tetapi ia terlalu lama hidup susah dan ketakutannya beralasan.
Lagipula Caspar sudah berjanji akan menunggu. Ini baru seminggu, pikirnya.
"Aku tidur dulu, besok mau ke Universal Studios bersama Jean dan Katia."
"Katia ikut? Buat apa?" tanya Caspar heran. "Kau dekat dengannya? Bukankah dia cuma klien perusahaan?"
"Kami berteman di luar pekerjaan," kata Finland. "Dia orangnya baik, kenal juga dengan Jean, jadi minggu lalu kami makan malam bersama dan Jean mengajaknya juga ke Universal Studios. Katia bilang dia tak pernah punya teman untuk taman hiburan..."
"Aku tidak tahu kau makan malam dengan Katia, dan bahkan besok mau jalan-jalan ke Universal Studios dengannya..." suara Caspar di ujung sana terdengar kuatir. "Aku sudah berjanji tidak akan menguntitmu, jadi aku tidak tahu semua informasi ini..."
"Iya, aku lupa bilang..."
"Finland, aku sudah berjanji tidak akan menggunakan aksesku untuk mengikutimu, tapi aku minta kau berjanji untuk selalu menceritakan kepadaku apa yang terjadi. Kalau aku tidak tahu apa-apa, aku tidak bisa melindungimu."
"Melindungiku dari apa?" tanya Finland bingung. "Aku sudah tidak dibully orang. Aku juga tidak kaya, jadi tidak akan ada orang berniat jahat kepadaku karena uang..."
"Aku harus melindungimu karena aku punya musuh. Kau adalah kelemahanku," kata Caspar perlahan, "Aku melindungimu untuk melindungi diriku sendiri."
Saat itulah perkataan Jean tentang dua orang yang saling mencintai akan menjadi satu, terngiang-ngiang dalam pikiran Finland.
Caspar punya musuh? Musuh seperti apa yang ia miliki...? Musuh bisnis atau....?
Apakah mereka manusia biasa atau dari klan Alchemist juga?
Ada begitu banyak pertanyaan berkecamuk di benak Finland.
Dirinya adalah kelemahan Caspar...?
Berarti untuk melindungi Caspar, Finland harus melindungi dirinya sendiri...
Demi Caspar ia tidak boleh bertindak sembarangan.
Sekarang barulah ia mengerti maksud Jean.
"Aku mengerti..." kata Finland kemudian. "Tapi apa hubungannya dengan aku bertemu Katia dan berteman dengannya? Dia bersikap baik kepadaku."
"Katia tidak sebaik itu..." kata Caspar sambil mendesah. "Percayalah Katia tidak sebaik itu. Aku tidak tahu kenapa ia mendekatimu. Aku sudah mengenalnya selama 50 tahun, tetapi bahkan hingga kini aku masih belum mengerti dirinya..."
Finland terdiam sesaat lamanya. "Kalau begitu aku harus bagaimana?"
"Sebaiknya kau menjauhi Katia."
"Uhmm... akan kucoba."
Finland merasa agak tidak enak membayangkan ia harus mencari alasan untuk menjauhi Katia. Gadis itu sangat baik kepadanya. Ia kemudian teringat bahwa Katia bilang ia jatuh cinta setengah mati kepada seorang pemuda yang tidak mencintainya... Apakah pemuda yang dimaksudnya itu Caspar, ataukah Katia bertemu orang lain setelah ia berpisah dengan Caspar?
"Uhmm.. kalau aku boleh tahu, kapan Katia meninggalkanmu? Kau bilang kalian membatalkan pertunangan karena ia pergi, bukan karena kau yang memutuskan hubungan..." tanyanya kemudian.
"Katia pergi enam bulan yang lalu. Ia pergi katanya untuk memberiku waktu berpikir."
Jawaban Caspar membuat Finland terkejut.
"ENAM BULAN YANG LALU? Itu masih sangat baru...." seru Finland kaget, "Aku pikir kalian sudah pisah bertahun-tahun..."
Finland merasa galau. Katia sudah bersama Caspar selama 50 tahun dan karena pemuda itu tak juga menikahinya, ia akhirnya pergi enam bulan yang lalu... untuk memberi pemuda itu waktu berpikir... Tetapi baru saja Caspar bertemu Finland, dalam hitungan bulan ia sudah menyatakan cinta berkali-kali dan bahkan ingin menikahinya....
Satu, ia kasihan kepada Katia...
Dua, ia kasihan kepada dirinya sendiri...
Hubungan Katia dan Caspar yang sudah 50 tahun saja bisa berakhir... apalagi hubungan mereka yang baru kenal dalam hitungan bulan...??
Caspar sepertinya membaca pikiran Finland yang sudah diam lama sekali.
"Kau jangan membandingkan waktu 50 tahun aku bersama Katia. Yang kurasakan itu bukan cinta." kata Caspar dengan suara lembut, "Yang kurasakan padamu adalah cinta. Aku tidak pernah seyakin ini dalam hidupku. Time doesn't matter, when you know, you will know..."
"Aku lelah... aku mau tidur dulu..." kata Finland kemudian. "Good night."
"Baiklah. Selamat tidur."
Caspar tidak mendesak dan membiarkan Finland menutup telepon.
***
Keesokan paginya Jean datang menjemput Finland dengan taksi dan keduanya segera menuju Universal Studios. Katia sudah tiba di sana ketika mereka sampai. Saat melihat Katia, Finland kembali teringat Caspar dan perasaannya menjadi tidak enak.
Mungkin, saat Katia meninggalkan Caspar enam bulan lalu, ia berpikir mereka hanya sedang mengalami "break" untuk mengetahui perasaan masing-masing, atau untuk mendorong Caspar agar yakin dengan perasaannya dan memutuskan untuk menikahi Katia. Tak dinyana, tidak lama kemudian Caspar justru bertemu Finland dan langsung jatuh cinta.
Walau demikian Katia mendatangi Caspar dan memintanya agar memperlakukan Finland dengan baik...
Finland sungguh merasa berat hati memikirkannya. Ia merasa menjadi orang ketiga di antara Katia dan Caspar, walaupun tidak secara langsung.
"Kenapa wajahmu murung dari tadi?" tanya Jean ketika mereka baru turun dari satu wahana. "Kita sedang program bersenang-senang, lho... Apa yang mengganggumu?"
Katia menoleh ke arah Finland dan bertanya dengan nada prihatin, "Apakah itu masalah cinta?"
Finland mengangguk pelan.
"Dengan Heinrich Schneider?" tanya Katia menyelidik.
"Uhm.. ya..."
"Oh, dia memang begitu..." kata Katia dengan nada prihatin dan mengusap-usap punggung Finland. "BIasanya dia hanya mengencani perempuan paling lama sebulan dan kemudian dicampakkan, pindah ke perempuan berikutnya. Apalagi dia memang tidak pernah tinggal lama di suatu kota."
Finland dan Jean terkejut mendengar perkataan Katia. Ini tidak seperti Caspar yang mereka kenal.
"Setahuku dia tidak begitu..." kata Finland.
"Kau baru mengenalnya selama beberapa bulan, aku sudah mengenalnya hampir seumur hidupku." kata Katia sambil mendesah, "Aku pernah menjadi tunangannya selama bertahun-tahun, dan selama bersamaku, dia juga bersama sangat banyak perempuan lain. Itu yang membuatku akhirnya memutuskan pertunangan."
Katia menatap Finland dengan pandangan kasihan. "Waktu aku melihat bunga dari Heinrich Schneider di kantormu, aku sadar, ia sedang mendekatimu, sama seperti para perempuan lain itu... Aku menyukaimu, kau gadis baik, dan menurutku kau tidak pantas diperlakukan begitu, maka aku datang mencarinya waktu itu dan memintanya agar memperlakukanmu dengan baik, aku ingin melindungimu, karena kita sama-sama yatim piatu..."
"DIa memang memperlakukanku dengan baik..." kata Finland. Ia agak bingung mendengar cerita Katia.
Katia yang sekarang tampak tidak mengerti.
"Dia memperlakukanmu dengan baik? Jadi dia belum meninggalkanmu seperti yang biasa dilakukannya? Lalu kenapa kau berwajah murung seperti ini? Aku pikir kau sedih karena ia mencampakkanmu seperti yang biasa dilakukannya kepada yang lain...."
Jean dan Finland saling pandang.
"Dia banyak mencampakkan perempuan lain?" tanya Finland.
Oh, ternyata Caspar memang memiliki banyak wanita, seperti kata Ben,
"Iya, seperti yang kubilang tadi, paling lama mereka hanya akan bersamanya sebulan. Apakah dia masih belum mencampakkanmu?" tanya Katia dengan pandangan tak percaya, "Sudah berapa lama?"
"Kami baru saling mengenal empat bulan. Tapi kami belum berhubungan kok... aku masih berpikir." jawab Finland cepat.
"Kau.. kau masih berpikir? Berpikir apa?" Wajah Katia tampak tidak mengerti.
"Aku masih berpikir apakah aku akan menerima cintanya atau tidak...." jawab Finland dengan jujur. "HIdup kami sangat berbeda. Aku tak tahu apakah aku akan bisa menyesuaikan hidup seperti Caspar."
TIba-tiba terdengar seruan tertahan Katia saat Finland menyebut nama Caspar.
"Kau... kau tahu namanya Caspar..?"
Finland menjadi bingung melihat sikap Katia yang aneh,
"Iya, aku mengenalnya sebagai Caspar. Heinrich Schneider adalah nama yang digunakannya saat ini. Aku tahu bahwa hidupnya cukup rumit...." kata Finland. "Kehidupannya yang rumit itu yang membuatku sampai sekarang masih belum bisa memutuskan untuk melanjutkan hubungan dengannya."
"Sejak kapan kau tahu namanya Caspar?" tanya Katia.
"Sejak pertama bertemu, ia memperkenalkan dirinya sebagai Caspar. Aku baru tahu kemudian bahwa dia memakai nama Heinrich Schneider."
Saat itu, entah kenapa Finland seperti melihat setitik kebencian muncul di sepasang mata Katia.
"Lima tahun... dia baru memberitahuku namanya setelah lima tahun...." desis Katia dengan suara getir. Wajahnya tampak pucat dan ia memegangi keningnya seperti kesakitan. "Maaf, kepalaku sakit.. sebaiknya aku pulang sekarang. Maaf, aku tidak bisa melanjutkan bersenang-senang dengan kalian..."
"Kau mau diantar pulang?" tanya Jean.
"Tidak usah. Aku bisa naik taksi...."
Dengan canggung akhirnya Finland melepas Katia pulang. Jean tahu ada hal yang disembunyikan antara kedua gadis itu tetapi ia tidak mau mendesak mereka,
Di dalam taksi Katia tidak sanggup menahan air matanya. Dengan pedih ia menangis terisak-isak.
"Ternyata Finland.... bukan seperti gadis-gadis lain yang banyak dikencani Caspar sebelumnya, Caspar tidak akan mencampakkannya... Ia bahkan telah memberi tahu Finland namanya sejak awal.."
Katia ingat bahwa bertahun-tahun waktu yang dibutuhkan olehnya untuk mengetahui nama asli pemuda itu, dan gadis tadi... langsung mengetahuinya dari sejak semula... Seketika Katia sadar bahwa Caspar jatuh cinta kepada Finland...
Finland tidak sama seperti ribuan gadis-gadis sebelumnya... Katia telah salah menduga.