Download App

Chapter 16: Pola Pikir Baru

Emma lantas menatap Calvin dengan hati tersindir. Namun tentu saja di mata Calvin, Emma terlihat seperti seorang gadis lemah yang membenarkan perkataannya barusan. "Para pecundang itu tidak akan mendekati kalian lagi. Aku akan memastikannya." Lanjutnya dengan hati bangga.

Mendengar itu, Emma sampai tertawa kecil. Sungguh, ia jengkel sekali diremehkan seperti ini. Untungnya ia bisa berpikir positif untuk sekedar menyadari bahwa niat Calvin memang baik. Ia juga tidak menyangkal bahwa dirinya saat ini memang terlihat seperti gadis lemah. Dan memang seperti itulah pandangan yang ia inginkan dari orang lain kepada dirinya.

"Maaf.." Ucap Roger tiba-tiba. "Aku tau niat kalian baik dengan menolongku. Tapi aku mohon, tolong jangan muncul lagi seperti tadi. Semua ini adalah masalahku. Kalian memang hebat, tapi ada banyak hal yang tidak kalian ketahui." Ia berbicara sambil menatap Calvin penuh arti.

"Tapi.."

"Emma.." Calvin memegang pundak gadis itu. Ia tersenyum ramah padanya ketika kedua mata indah itu menatapnya protes. "Jika itu yang Roger inginkan, kita harus menghormatinya."

"Trimakasih lagi, untuk pertolongan kalian. Aku duluan." Ucap Roger dengan memunguti barang-barangnya yang berceceran di lantai.

"Ugh.. Yang benar saja.." Erang Emma, tidak habis pikir. Bola matanya terus berputar sambil bertolak pinggang. Rasanya tidak rela membiarkan Roger kabur begitu saja. Sesungguhnya ia masih mengharapkan penjelasan dari Roger atas sikapnya.

Calvin terkekeh seraya memungut tas pakaian Emma yang masih tergeletak di atas lantai, menepuk-nepuknya untuk menghilangkan kotoran dan memberikannya kepada gadis yang nampak sangat kesal itu. "Kau terlihat seperti baru menemui orang semacam dia di dalam hidupmu."

"Benar. Seumur hidupku, baru kali ini aku melihat orang seperti itu." Sahutnya membenarkan.

"Hem.. Jawabanmu membuatku berpikir kalau kau jarang bersosialisasi. Apakah dulu kau sekolah di asrama khusus perempuan?"

Emma menggeleng "Tidak. Aku memang jarang keluar rumah. Tapi aku bersekolah di sekolah biasa. Orang tuaku agak pengekang." Jelasnya dengan bumbu kebohongan. Tentu saja ia tidak bisa menceritakan yang sebenarnya kepada Calvin.

"Oh.. Pantas saja." Angguknya. Lalu ia menoleh ke sekeliling. "Apa kau akan pulang? Kampus sudah sangat sepi."

"Ya. Seharusnya aku sudah pulang dari tadi. Tapi, ternyata ada kejadian tidak terduga seperti ini." Ia menggidik bahu.

Calvin tersenyum paham "Aku juga akan pulang. Ayo kita keluar bersama. Kampus sepi seperti ini pasti berbahaya untuk seorang gadis yang jalan sendirian."

Emma setuju dengan tawaran Calvin dan akhirnya mereka berjalan menuju tempat parkir bersama. Sebenarnya Emma agak canggung saat awal-awal bertemu dengan Calvin. Tapi lama kelamaan, ia sudah mulai terbiasa dan cukup merasa nyaman berada di dekat pria itu. Apalagi Calvin sangat sopan dan lembut. Senyumannya yang menyejukkan hati membuat Emma merasa tidak heran, mengapa pria tinggi itu selalu digandrungi oleh mahasiswi kampus.

"Orang seperti Roger tidak mudah untuk didekati. Meski sikapnya terasa menjengkelkan, tapi sebenarnya ia tidak memiliki maksud seperti itu. Jika seseorang dirundung dan dikucilkan, hatinya akan tertutup pada siapa pun yang mendekat. Karena mereka sudah membangun benteng kuat untuk berjaga agar tidak disakiti lebih parah lagi. Terkadang mereka akan berpikir, lebih baik disakiti oleh para perundung. Dari pada disakiti oleh teman yang akhirnya menghianati mereka. Karena itu, aku harap kau tidak terlalu mengambil hati pada sikap Roger tadi." Ucap Calvin dalam langkah santai mereka.

Emma menatap Calvin dengan raut bingung sekaligus takjub. Ini adalah hal baru bagi Emma. Selama ini ia tidak pernah mengetahui latar belakang siapa pun untuk ia pelajari. Apalagi korban perundungan. Terlihat sekali bahwa Calvin sudah melanglang buana kemana-mana.

"A.. Aku.. Baru tau ada hal seperti itu." Gumamnya.

"Tidak apa. Tidak semua orang mengerti akan hal itu. Bahkan hanya sedikit orang yang memahami perasaan orang lain. Jika kita tidak pernah mengalaminya sendiri, atau bukan orang terdekat kita yang mengalaminya.. maka kita tidak akan tau." Calvin menghela panjang.

Kalimat dan helaan Calvin menyadarkan Emma. Gadis itu lantas agak memicingkan kedua matanya "Apa.. dulu kau pernah dirundung juga?" tebaknya.

Calvin tertawa kecil lalu menggeleng ringan "Belum pernah. Tapi aku sempat mengenal orang yang pernah mengalaminya. Dan itu memang sangat berat dan rumit."

"Oh.. Ngomong-ngomong, aku belum berterimakasih padamu. Kau sudah menolongku tadi." Ucap Emma.

"Ah.. Haha.." Calvin mengibas-ngibaskan tangannya di depan mulut. "Tidak masalah. Tadi aku hanya kebetulan lewat dan mendengar keributan." Lalu wajahnya berubah serius. "Tapi, aku memperingatkanmu untuk tidak melakukan hal beresiko seperti tadi lagi. Kau seharusnya sudah tau dengan jelas, apa yang bisa para berandal itu lakukan padamu."

"Ya.. ya.. Aku tau. Aku juga berniat menghindari orang-orang seperti mereka, sih.. Tapi, saat tau ternyata itu adalah Roger.. Entah bagaimana aku malah maju menantang mereka." Katanya sebelum tertawa renyah.

Melihat tanggapan Emma, Calvin jadi ikut tertawa juga. Lalu ia mengangguk paham. "Untuk gadis populer sepertimu, sangat aneh melihat kau bisa membela anak yang dirundung. Seumur hidup, hanya kau yang seaneh itu." Jujurnya.

"Populer? Aku bahkan tidak merasa seperti itu. Entah sejak kapan lebel itu disematkan di dahiku." Emma malah manyun tidak suka. "Saat pertama masuk ke kelas. Roger adalah orang pertama yang berinteraksi denganku. Ia melakukan hal kecil untukku, yaitu membagi penghapusnya. Memang itu adalah hal kecil.. Tidak ada yang spesial. Tapi entah mengapa perasaanku langsung mengatakan bahwa ia sangat pantas untuk aku anggap sebagai teman. Aku ingin berteman dengannya." Lanjut Emma penuh kejujuran.

"Aku yakin Roger adalah pria yang baik. Ia hanya sedang bingung membedakan orang yang benar-benar mau menjadi temannya atau hanya yang ingin mempermainkan dirinya. Kau adalah gadis yang sangat baik, aku yakin tidak perlu waktu lama bagi Roger untuk menyadarinya." Hibur Calvin.

Tidak terasa, mereka sudah sampai di lahan parkir kampus. Langit sudah mulai menggelap. Apa lagi sekarang sedang memasuki musim dingin. Meski belum malam, tapi cahaya mentari sudah sangat meredup.

Parkiran sudah sangat sepi, hanya tersisa beberapa kendaraan motor dan dua buah mobil. Satu mobil milik Emma dan yang satunya lagi adalah mobil tua yang masih sangat bagus, milik salah satu anak jurusan Fashion yang entah mengapa selalu ia tinggalkan di parkiran. Kebetulan, motor Calvin juga terparkir tidak jauh dari mobil Emma. Meski begitu, pria itu tetap bersihkeras mengantar Emma hingga gadis itu benar-benar masuk ke dalam mobil kecilnya.

"Kau jalan saja duluan. Hati-hati di jalan." Ucap Calvin.

"Oke. Trimakasih ya." Emma melambaikan telapak tangannya dan menutup kaca jendela mobil. "Hah.. Sepertinya aku tidak jadi belajar malam ini." Gumamnya begitu melihat jam.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C16
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login