Download App

Chapter 2: I

Kareen adalah orang malang, itu yang dapat disimpulkan darinya. Kakak lelakinya adalah tipe suami takut isteri. Kakak iparnya materialistis sampai pada tahap dimana uang untuk membayar biaya sekolah dan uang hasil kerja paruh waktu Kareen pun ikut diambil. Untungnya, bakat menulisnya cukup diapresiasi oleh Chantal Marga, editor majalah '​The Young One' yang menyukai kisah yang ditulis olehnya.

Chantal membawa Kareen keluar dari dunia suram dan menyeramkan itu. Ia membuatnya tinggal dalam dunia baru yang lebih tenang dan aman. Sayangnya, Kareen selalu merasa dirinya terlalu membebani Chantal. Makadari itu, ia mendorong dirinya untuk menulis, menulis, dan menulis. Karyanya semakin lama semakin dikenal dan digemari. Dunia khayalan yang ia ciptakan begitu dicintai banyak orang.

Lalu, bagaimana dengan dirinya?

"Hei, Ren. Kupikir istirahat sebentar takkan berbahaya," ujar Chantal membujuk. Hari itu Chantal mati-matian membujuk sahabatnya yang menolak untuk istirahat karena ingin segera menyelesaikan karangannya. "setidaknya, makan atau berbaring lima belas menit, Kareen." ​

Kareen memaksakan dirinya sendiri karena tidak ingin menjadi beban bagi sahabatnya. Chantal yang menjadi editor sekaligus sahabatnya, tidak habis pikir mengapa Kareen tak mau mengistirahatkan tubuhnya. Kareen yang ia tahu memang tipe yang tak mau mendengar perkataan orang lain. Tapi bukankah kesehatan jauh lebih penting daripada pekerjaan?

"Hei, sudah kukatakan, istirahat! Nanti kau sakit!" Chantal rasanya sudah tak tahu lagi harus bagaimana untuk membuat Kareen mau beristirahat.

Ponsel di tangannya bergetar dan ia segera tahu ada panggilan untuknya, kemudian menjawab panggilan itu.

"Hei, Gis. Ya, aku pikir hal itu akan segera dipersiapkan Radha berhubung dia yang menjadi ketua tim. Aha, aku pikir Chris juga akan segera kembali dari liburannya, jadi takkan ada masalah untuk pemotretan dan peluncuran majalah terbaru." Chantal menoleh ke arah Kareen. "Ya, ya, aku sedang memikirkan caranya. Kau tahu bukan anak ini susah dibujuk? Hmm? Kau akan datang membujuknya? Sungguh? Terimakasih, Giselle! Tentu, tentu, kau punya kuncinya, bukan? Ah, aku akan segera menemui Vadru untuk proposal itu. Sekali lagi terimakasih, Giselle!"

Chantal menutup panggilan dan menghela napas dengan berat. Ia memandang Kareen pasrah, kemudian mengambil tas tangannya dari atas meja dan melangkah menjauhi Kareen yang sedang sibuk mengetik di lantai.

"Hubungi aku bila perlu. Ingat, istirahat!" serunya sebelum keluar dari pintu dan meninggalkan suara ​beep singkat serta klik tanda pintu terkunci.

Kareen berhenti mengetik, kemudian memandang ke arah perginya Chantal. Sebenarnya, pemandangan Chantal yang mencebikkan pipi jengkel itu selalu menjadi hal yang dinantikan olehnya dan Chris, sahabatnya. Namun, untuk saat ini, ia sedang dalam mode serius dan suram. Ia hanya bisa tersenyum sedih, "Maaf, aku tak bisa."

Ia kemudian berdiri perlahan dan beranjak ke rak buku di sebelah lemari pakaiannya. Rambut hitamnya terbang dimainkan angin karena jendela besar di ujung kamar dekatnya dibuka oleh Chantal yang bersikeras soal 'pertukaran udara dan cahaya'. Mata birunya berkilau terkena cahaya matahari kala ia melewatinya menuju rak buku yang dimaksud.

Takkan ada orang yang mengatakan bahwa gadis yang sedang membaca buku sambil bersandar di rak buku itu tak indah alias upik abu. Orang yang berkata seperti itu pasti buta atau terlalu percaya diri akan kecantikan yang dimilikinya. Sedangkan Kareen, jangankan peduli, ia saja baru akan sadar ketika diberitahu oleh Chantal atau Giselle atau teman-temannya yang lain

Sebagai info saja, Kareen sedang mengerjakan buku terbarunya. Dibanding dengan tak mau beristirahat, ia lebih ke tak bisa. Ia sering mengalami masalah tidur sejak kedua orangtuanya meninggal dunia 10 tahun yang lalu. Kira-kira ketika ia berusia 14 tahun dan baru memasuki bangku sekolah menengah pertama tingkat akhir. Bayangkan saja, ketika ia seharusnya fokus belajar untuk menghadapi ujian akhir [2], ia malah dihantam oleh berita kematian kedua orangtuanya yang begitu disayanginya.

Ia terpaksa bergantung pada obat tidur. Dan karena ia tahu efek dari obat tidur itu akan membuatnya tidur dalam jangka waktu yang lama, maka ia memilih untuk tak menggunakannya saat ini. Bukunya sudah dalam tahap penyelesaian, tersisa satu bab khusus di akhir cerita yang menjadi ciri khasnya.

Bab khusus ini biasanya berisi tentang apa yang sedikit terabaikan, yaitu tentang perasaan juga pemikiran sesungguhnya dari tokoh antagonis yang biasanya sangat dibenci. Biasanya berisi tentang peristiwa tragis dan perasaan terhina, terkhianati, atau pun teraniaya.

Ia memandang ke arah luar jendela, pemandangan langit pagi yang cerah menyambutnya. Ia teringat perkataan yang diucapkan oleh salah satu tokoh yang diciptakannya.

"Bila dunia ini hancur, apa kau juga akan hancur? Tidak, kau akan tetap bertahan. Bukan, kau harus bertahan. Karena kau punya kemampuan yang tak dimiliki yang lain, kau punya kecintaan dari dewa-dewi, kau punya aku. Dan aku berjanji, meski dunia hancur atau dewa-dewi tak lagi mencintaimu, atau kau tak lagi memiliki kekuatan ataupun keindahanmu, aku akan tetap di sini, menemanimu, melewati semuanya."

Kareen tersenyum, menganggap hal itu menyedihkan, mengingat apa yang terjadi selanjutnya pada tokoh itu, ya, tokoh itu gugur menjelang akhir cerita. "Tak sepatutnya berjanji bila tak bisa ditepati. Itu hanyalah omong kosong yang menyebalkan. Membuat orang berharap saja sudah beban, jangan tambahkan beban di pundakmu bila tak yakin akan kemampuanmu sendiri. Seseorang bisa saja hancur karena janji kosongmu itu."

Sebuah ponsel dengan gantungan liontin kecil berwujud bola bening diletakkan di rak kosong yang menyatu di sebelah rak yang penuh buku. Ponsel itu berdering seolah memanggil pemiliknya untuk datang dan melihatnya. Dan itulah yang dilakukan oleh Kareen. Sebuah panggilan dari orang yang tak dikenali. Tetapi, ini nomor pribadi, maka nomor pasti dari pemanggilnya tak muncul di layar penerima.

Karena heran dan penasaran, ia menjawab panggilan itu.

"Halo?" Kareen duduk di kursi putar dekatnya sambil menaikkan alis kanannya heran. Jelas ia heran, yang menjawab dari sisi seberang adalah suara berbisik panik tak jelas.

"Halo?" ulangnya. Barulah ada suara yang menjawabnya dengan pelan. "Kak Kareen? Apa aku boleh berpendapat?"

Kareen kembali menaikkan alis kanan yang baru saja ia turunkan ketika akhirnya mendengar suara yang jelas. "Iya, saya Kareen, siapa kamu?" tanyanya untuk mencaritahu identitas dari si penelepon. "A-em, panggil aku Ando. A-aku penggemar Kak Kareen!" sahutnya.

Ah, ​begitu. Rupanya, lelaki pun menyukai novel. Kareen menyimpulkan bahwa itu adalah lelaki dari suaranya yang sedikit berat.

"Jadi, Ando, apa yang ingin kamu katakan?"

Setelah terdiam beberapa saat, 'Ando' ini mulai berucap, "Menurutku, Kak, tokoh antagonis yang Kakak ciptakan kali ini terlalu menyedihkan. Apa tidak bisa buat sedikit perubahan?" Kareen mulai tertarik dengan perkataan 'Ando', kemudian berkata, "Lanjutkan."

"Bukan hanya tokoh itu tidak bisa menggunakan sihir yang adalah hal paling mendasar bagi semua orang bahkan rakyat kecil pun bisa menggunakannya, ia juga tidak mendapat cinta dari Sang Raja dan malah mati difitnah. Apa tidak terlalu kejam? Yang ia inginkan hanya sebuah cinta yang tidak ia dapatkan dari keluarganya. Yang ia inginkan hanya sesuatu yang sepenuhnya miliknya." Suara di seberang telepon mulai serak. Mungkin 'Ando' menangis ataupun merasa kesal pada nasib tokoh itu.

Kareen menghela napas, kemudian berujar, "Ando, dengar ini. Mungkin kamu adalah orang pertama yang peduli pada tokoh antagonis dibanding tokoh protagonis yang ada. Tapi,​ mayoritas mencintai protagonis dan membenci antagonis. Dan mereka pasti sangat menikmati penderitaan dari antagonis." Kareen berhenti sejenak. "Tapi, Ando, kalau aku ada di posisi tokoh antagonis itu…"

Angin meniup rambutnya, membuat ia tanpa sadar tersenyum tipis dengan aura kelam. "Aku akan memilih untuk tidak mencintai Sang Raja, bahkan aku takkan mau punya perasaan. Yang kubutuhkan hanya kekuatan untuk bertahan. Menurutmu bagaimana, Dion?"

​Jelas Kareen tahu siapa itu. Yang ia kirimi naskah yang nyaris selesai hanya Vadru. Dan ia yakin Vadru hanya akan menunjukkannya pada satu orang selain dirinya sendiri.

Terkejut, 'Ando' yang adalah Dion hanya bisa membalas, "Hah… Kak Kareen memang tidak bisa ditipu. Tapi, Kak, sungguh… aku masih merasa itu terlalu kejam untuknya. Kalau aku adalah Sang Raja dan mendapatkan Ratu Pertama sehebat dirinya, aku takkan memandang yang lain, meski tokoh protagonis mampu menarikku keluar dari lubang terdalam sekalipun. Meski dia tokoh antagonis, ia tetaplah seseorang yang punya perasaan."

Kareen tertawa kecil, "Dengar, Dion. Manusia itu memang ada bukan untuk disiksa, melainkan untuk dicintai. Tapi bila ia tak pernah merasa tersiksa, maka ia takkan tahu apa rasanya sakit hati dan bagaimana rasanya dicintai pada akhirnya. Ayahmu adalah orang yang seperti itu, Dion. Dan kuharap, kamu bisa membuka dirimu sedikit untuknya."

Dion terdiam cukup lama. Sampai-sampai Kareen pikir panggilan itu sudah diakhiri. Hanya sebuah helaan napas dari seberang yang meyakinkannya kalau panggilan masih tersambung.

"Hah… Kak, aku tahu Kakak adalah akuntan yang hebat, sekretaris yang cakap, dan penulis yang handal, serta orang yang sangat perhatian, bahkan Ayah yang jarang memuji orang pun sampai terus-terusan memujimu. Tapi, Kak, aku belum bisa. Dulu itu terlalu menyakitkan. Aku takut…"

Dion terluka, ia tahu. Bukan karena ia tak terima kenyataan, tapi hatinya belum sanggup terlepas dari bayang-bayang masa kelamnya. Ini salah satu sebab mengapa ayah dari Dion, Vadru, membawa Kareen untuk bertemu dengan Dion. Vadru ingin perasaan Dion kembali, ia tak ingin perasaan putranya mati. Ia tak ingin hubungan mereka tetap berangsur menjalani perang dingin.

"Baiklah, Dion, aku paham perasaanmu. Aku akan memberi sedikit kejutan."

Dion langsung tertarik dan bersuara dengan antusias, "Apa, apa? Kejutan apa?"

Kareen tertawa kecil, "Nanti juga kamu tahu kalau bukunya sudah terbit. Tunggu saja. Baiklah, kututup, ya." Ia menutup panggilan setelah mendapat balasan pamit dari Dion. Ia meletakkan ponselnya ke rak sebelumnya, kemudian menutup jendela.

Ia berjalan kembali ke tempatnya tadi, duduk bersila, dan dengan cepat menyelesaikan bagian yang tertunda. Setelah menyimpan naskah itu dalam folder penyimpanan, Kareen menelan beberapa pil obat tidur dan menarik selimut bulu yang sedari tadi ia sampirkan di bahu. Ia langsung tertidur dalam posisi menyamping di atas lantai.

"Dion, kamu anak yang baik, jangan acuhkan maaf dari ayahmu itu. Dia sungguh peduli, kuharap kamu tak menyesal… seperti aku." Itu perkataan kala efek obat tidur mulai menariknya ke dalam kegelapan.

Yang ia tak tahu adalah hari itu akan menjadi hari kematiannya. Demi apa?! Tak mengherankan Kareen bersumpah serapah sekasar-kasarnya dalam benaknya kala tahu akan hal itu. Namun, suara berat yang mengatakan bahwa ia adalah dewa atau tuhan, mengatakan padanya bahwa Kareen akan diberi hidup layak bila mau langsung reinkarnasi. Meksi ragu sejenak, Kareen tetap menerima penawaran itu. Dan percayalah, itu adalah keputusan yang 78% akan disesalinya.

__________

[2] Ujian Akhir adalah ujian kenegaraan yang wajib diikuti setiap siswa-siswi pada akhir jenjang pendidikan pertama di Negara C demi mendapatkan surat undangan dari sekolah-sekolah menengah atas ternama yang ada di negara itu. Ujian ini tidak mempengaruhi kelulusan, namun mempengaruhi peringkat akademik siswa dalam negara yang (cukup) berpengaruh pada profesi di masa depan.

__________

Tuhan sungguh baik. Membuatku terlahir dan bertemu denganmu adalah anugerah terbaik dari-Nya.

—Jouisle Zach ol Patavinae


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login