Download App

Chapter 2: Christmast Party

Suara gemuruh tepuk tangan saat perayaan hari natal pagi itu berjalan lancar.

"Lihatlah ke mereka berdua! Sangat serasi, bukan?" Salah seorang kerabat Matthew yang tiba hari itu meneriaki kemesraan Brianna dan Matthew buat.

Entah berapa lama Brianna dan Matthew mempertahankan posisinya yang seperti ini. Matthew tiba-tiba mencium Brianna. Tanpa aba-aba.

"Paman dan Bibi tak boleh iri padaku. Kalian sudah melewati pernikahan selama 30 tahun, sedangkan besok aku dan Brianna baru akan menikah," ucap Matthew setelah melepas bibirnya dari Brianna. "Lihatlah, sayang. Gincumu berantakan," ucap Matthew sambil mengusap warna merah di luar bibir Brianna.

"Siapa yang iri padamu, Matt?" Pria bernama Paul itu terkikik. Ia adalah adik laki-laki ayahnya. "Kau tahu, kau pantas mendapatkan kebahagiaan. Mari bersulang untuk kebahagiaan Matthew dan Brianna!"

Pria itu mengacungkan gelas sampanye yang ada di tangannya. Hampir seluruh orang yang ada di ruangan itu mengikuti Paul terkecuali Laura dan kedua anaknya yang mencoba untuk tak terlihat hari itu.

"Aku mau bertaruh. Mereka bahkan tak akan melewatkan satu bulan pernikahan," bisik Anntonia lirih di telinga kakaknya.

"Apa yang kau pertaruhkan? Uang? Kau bahkan masih kelas 1 SMA," ucap Aaron masa bodoh.

Pria itu kemudian berkeliling di meja yang berisi penuh makanan. Lebih baik ia makan daripada harus ikut bergabung dengan perayaan yang bisa dibilang cukup membuat dirinya sedih.

"Matt," panggil Paul pada keponakannya. "Kau tahu kabar Shailene yang sekarang?"

Matthew agak terkejut dengan pertanyaan pamannya. Membahas Shailene di depan Brianna adalah bukan sesuatu yang tepat. Walaupun gadis itu adalah calon istri pura-pura sepertinya akan jadi canggung nanti.

"Hei, Paman. Kenapa kau membahas tentang Shailene? Aku tak ingin Brianna-"

"Siapa Shailene?" Brianna memotong ucapan Matthew.

"Diamlah," bisik Matthew perlahan di telinga Brianna.

"Kenapa? Aku ingin tahu," balas Brianna sambil berbisik lagi di telinga Matthew.

"Matt, calon istrimu ini begitu bersemangat. Aku suka kepribadiannya," puji Diana.

"Shailene Thrones," ucap Paul.

Matthew menepuk keningnya.

"Orang-orang ini mulai lagi," batin Matthew.

"Kau ingin mendengarnya dariku, Nona Brianna Westbrook?" tanya Laura setelah menenggak sampanye-nya.

"Tidak. Jangan kau!" Matthew mulai agak tak berminat lagi dengan acara itu.

"Laura ingin menjelaskannya ternyata. Kalau begitu silakan. Dia yang lebih tahu dengan apa saja yang terjadi di rumah ini."

Laura meletakkan gelas sampanye-nya. Ia bersiap untuk mendongeng kali ini.

"Shailene Thrones. Namanya kini Shailene Wall setelah menikah dengan Clint Wall. Memiliki seorang anak perempuan bernama Celeste Alison Wall berusia 3 tahun yang meninggal beberapa bulan lalu setelah sakit," jelas Laura.

"Oh, tidak. Kau petugas sensus, Laura?" gerutu Matthew. "Kau berlagak tahu segalanya."

"Lalu apa hubungannya wanita itu dengan Matt?" tanya Brianna penasaran. Senyuman masih terkembang di bibirnya.

"Dia mantan kekasih Matt," jawab Laura. Ia ingin sekali melihat wajah kecewa Brianna.

Laura tepat sasaran. Senyuman Brianna menghilang. Suasana kini canggung.

"O-Oh, mantan kekasih Matt? Benarkah? Ia cantik?" Walaupun Brianna agak terkejut, ia masih saja penasaran.

"Ayolah, kau masih bertanya lagi, Bri?" tanya Matthew. "Sudah kubilang jangan."

"K-Kenapa? Bukankah dia sudah tak ada hubungan lagi denganmu?" tanya Brianna.

"Harusnya Shailene yang Matthew nikahi tahun ini. Bukan kau," ucap Laura lagi. "Kau masih yakin bahwa kau bukanlah sebuah pelampiasan, Nona Westbrook?"

Brianna yang terlanjur tersenyum itu kini malah lesu. Entah apa yang membuatnya seperti itu. Toh, ini hanya pernikahan sandiwara, bukan?

Gadis pirang itu melirik ke arah Matthew yang sejak tadi ternyata tengah memandangnya.

"Sudah kubilang jangan bertanya. Kau tak perlu tahu kehidupan pribadiku," ucap Matthew lirih pada Brianna.

Brianna hanya terdiam melihat reaksi pria itu.

"Tapi tenang saja," imbuh Paul. "Sepertinya Matthew sudah melupakan Shailene. Itu sudah beberapa tahun yang lalu, bukan? Ah, iya. Gadis itu, mantan kekasihnya Matthew. Dia juga berambut pirang. Mari kita makan hidangan natalnya!"

Brianna kembali menoleh pada Matthew. Pria itu sudah tak memperhatikan dirinya. Ia tengah menghabiskan sampanye-nya.

"Kau memilihku menjadi calon istrimu karena aku juga berambut pirang? Seperti mantan kekasihmu? Shailene?" tanya Brianna lirih.

Semua orang yang ada di sana tengah sibuk berkeliling ke meja makan. Ada yang lebih menggiurkan dari ikut campur kehidupan pribadi Matthew dan Brianna.

Matthew sebenarnya tak ingin peduli dengan pertanyaan Brianna. Shailene sebenarnya tak pernah dibahas di keluarga ini sejak gadis itu memutuskan untuk menikah dengan Clint.

"Kau peduli sekarang?" Matthew mendengus. "Bukankah ini hanya pernikahan sandiwara?" Pria itu mengabaikan Brianna dengan pergi dari keriuhan perayaan natal itu.

Brianna tak bisa mencegahnya. Gadis itu hanya bisa memandang punggung lebar Matthew.

"Haruskah aku pergi mengejarnya?" batin Brianna.

Gadis itu memutuskan untuk mencari Matthew. Sepertinya ia kabur ke kamarnya.

"Hei, tunggu."

Aaron, kakak tiri Matthew menahan lengan Brianna.

"Kau mau ke mana? Kau bahkan belum makan."

"A-Aku akan pergi ke kamar."

"Kenapa? Mau mengejar Matt?" tanya Aaron. "Adikku yang satu itu memang introvert. Ia tak pernah bisa berada di kerumunan untuk waktu yang cukup lama."

Brianna mematung. Dalam hatinya, ia merasa harus pergi menemui Matthew di kamar.

"Lihatlah," ucap Aaron sambil menunjuk Susan yang sedang duduk sendirian di meja makan. "Nenek sendirian. Kau tak ingin menemaninya untuk makan kalkun?"

"A-aku." Brianna tak enak hati.

"Ayolah," ajak Aaron lagi. "Kita makan bersama. Tak setiap hari keluarga berkumpul seperti ini."

Tangan pria itu menggenggam Brianna tanpa sungkan sampai Matthew datang mencegah Aaron untuk melakukannya.

"Sejak kapan dia kembali ke sini?" gumam Brianna.

"Aku hanya akan mengajaknya makan di meja. Bersama dengan keluarga yang lain."

"Tak perlu." Matthew mengambil alih lengan Brianna dan menariknya pergi dari keramaian.

Laura yang melihat kejadian itu hanya tersenyum.

"Awal yang bagus," ucap Laura pada putra kandungnya. "Kau harus berusaha lebih keras lagi."

Cengkeraman tangan Matthew sepertinya akan melukai lengan Brianna sebentar lagi.

"Matt? Apa yang kau lakukan?" tanya Brianna pada Matthew. "Matt!" pekik Brianna saat pria itu tak menggubris dirinya.

Gaun lengan panjang Brianna bahkan turun dari pundaknya karena tindakan kasar Matthew.

"Matt! Lepaskan tanganku! Kau membuat tanganku hampir patah!"

Brianna terus saja berteriak walaupun ia tahu tak akan berguna. Pria itu bertingkah aneh setelah pembahasan tentang mantan kekasihnya, Shailene Thrones,

Pria itu menarik Brianna dan membawanya masuk ke dalam kamar.

"Kau! Apa yang kau lakukan, huh?"

Brianna menata degup jantungnya sambil menarik baju di bagian pundaknya yang turun.

"Jangan berbicara dengan pria selain diriku!"

"Apa?" Brianna tak mengerti.

Pria itu maju dan mencium bibir Brianna secara tiba-tiba.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login