Download App

Chapter 19: Chapter special

Absurd, namanya juga bonus chapter, for fun aja.

Palembang

"Jadi ... laki-laki itu tidak bersalah" desah laki-laki berusia setengah abad yang namanya dikenal di kalangan pebisnis dan pejabat, laki-laki itu masuk ke dalam jajaran 10 pebisnis tersukses dan berpengaruh di Asia Tenggara, laki-laki itu bernama Agustinus Lauw, pebisnis yang sukses di bidang properti dan sedang melebarkan sayapnya ke bidang fashion dan penginapan, di otaknya memang hanya ada uang, uang dan uang.

Agustinus atau lebih dikenal dengan nama Pak Tinus itu baru saja membaca surat kabar lama, koran keluaran 2 tahun yang lalu yang tidak sengaja ia baca di bungkus pempek pemberian tetangganya, sebagai orang yang dibesarkan sejak kecil di kota palembang, Tinus tak menapik jika pempek adalah makanan ternikmat baginya.

Tinus meremas bungkus koran yang sudah tercampur minyak yang menetes dari pempek yang masih hangat, ia melemparnya sembarangan di lantai ruang tamunya yang luas dan diisi perabotan-perabotan mewah yang ia buat sendiri di pabriknya. Tak ingin melewatkan hangatnya pempek yang terhidang di mejanya, Tinus segera melahap pempek tersebut, mencocolnya dengan kuah pekat yang dikenal dengan nama Cuko, dengan arogan ia mencabik pempek yang ia pegang dengan giginya yang masih tampak rapi dan menghirup kuah Cuko yang sudah ia tuang di mangkok kecil.

Matanya terpejam menikmati kelezatan pempek buatan tetangganya itu, "ahh ... enak bangett, mau meninggal" ujarnya sambil mengipaskan tangan ke wajahnya ala-ala selebgram.

Tak berselang lama seorang wanita cantik yang tak luput kecantikannya walau dimakan usia turun melalui tangga yang menuju ke lantai bawah rumah mewahnya, wanita itu adalah Florentia Lauw, istri satu-satunya yang menemani Agustinus Lauw sejak dalam kandungan.

Kenapa sejak dalam kandungan? karena tradisi yang masih melekat erat di keluarga Lauw, mereka dijodohkan sejak dalam kandungan, padahal saat itu Florentia Lauw di vonis dokter sebagai laki-laki, untung saja nasib baik menghampiri keluarga mereka, Florentia lahir dengan jenis kelamin perempuan, ternyata bagian yang menonjol saat orang tuanya melakukan USG bukanlah alat kelamin Florentia, melainkan pusarnya yang bodong. Seandainya saat itu Florentia lahir sebagai laki-laki, sudah pasti tidak akan ada putra semata wayangnya yang bernama Gabriel Florentinus Lauw, putra tampan pewaris tunggal kekayaan Agustinus Lauw yang tidak akan habis 7 keturunan. Ternyata Gabriel cukup pintar, karena ia tahu harta kekayaannya tidak akan habis 7 turunan, jadi Ia memutuskan hidup menjadi laki-laki yang menyukai laki-laki, untuk menutup garis 7 turunan yang akan melenyapkan hartanya, (aduuh nggak gitu konsepnya Author bodoh.)

Tapi pada kenyataannya, putra semata wayang Agustinus Lauw dan Florentia Lauw itu memang lebih nyaman dengan laki-laki yang bernama Ibrahim Yusuf Almuzakky, laki-laki dari keluarga sederhana keturunan arab dengan wajah yang tidak arab maklum kayak ente-ente pada (lempar author pakai botol kaca). Ibrahim memang tampan wajahnya, baik hatinya, lucu sifatnya dan juga besar penisnya (berterima kasihlah padaku Ibrahim), itulah alasan yang membuat Gabriel mencintai Ibra, selain tubuh Ibra yang berotot dan lihai menggenjot.

"Papa kenapa?" tanya Florentia menghampiri suaminya yang sedang membuat instastory untuk meng-endorse pempek pemberian tetangganya, Tinus memang memiliki followers yang cukup banyak, sontak saja, unggahan Tinus diserbu banyak komentar netizen.

@aduhgimanale

"iih parah, enak banget tuh pak, mana yang makan ganteng lagi, bismillah diangkat anak sama pak tinus."

@kok_om_om_manise

"ya ampun pak tinus, mau dong dikirimin #naraciaga"

@buatjatuhcinta

"pak, jangan makan pempek siang-siang, kemaren temen saya mati karena makan pempek siang-siang di atas atap rumah."

@terngiang_ngiange

"salfok sama selangkangan pak tinus, nonjol, ada yang lonjong tapi bukan lontong."

@Kont_Olshop

"cek IG kita ya sis, ada pembesar payudara."

Dan masih banyak lagi komentar netizen yang membuat Agustinus berdecak bangga pada dirinya sendiri.

"Papa kenapa buang mantan sembarangan?" tanya Florentia lagi.

Tinus kebingungan, "kok mantan Ma?"

"Iya, ini kan sampah" jawab Tia tersenyum manis dengan mata yang menggoda.

"Bisa aja sayangku yang teteknya udah ngondoy" puji Tinus sambil menyentil ujung dada istrinya.

"Itu berita tentang Ibrahim baru Papa baca Ma" ujar Tinus lagi dengan raut wajah sedih.

Tia yang mendengarnya, meletakkan tangan di atas selangkangan sang suami, bermaksud menegangkan sang suami, padahal semestinya disaat seperti ini Tia harus menenangkan bukan menegangkan.

"Mama udah tau dari lama, kalo Ibrahim itu nggak bersalah Pa, Mama juga tahu betul dia anak yang baik, coba deh Papa inget, siapa orang yang berbulan-bulan ngejagain Gabriel dengan tulus, rela keluar dari pekerjaannya, rela pindah dari apartementnya demi bisa dekat jagain Gabriel, cuma Ibra, cuma Ibra" ujar Tia sambil menghirup Cuko pempek yang pedas, agar bisa menambah rating drama dengan sedikit tangisan yang pilu.

Tinus berderai air mata, menyadari kesalahannya selama ini, ia terkenang Ibrahim yang memang tulus menjaga anaknya saat koma, Ibrahim merelakan hidupnya hanya demi menanti Gabriel siuman, Tinus merasa dirinya jahat sekali, ia bertekad akan menebus kesalahannya pada Ibrahim.

Masih dengan isak tangisnya, mulut Tinus lirih berkata "Ma, kita susul Gabriel, Papa akan menyetujui hubungan Gabriel, kita nikahkan Gabriel dan Ibrahim."

"P--papa serius?" Tia terbelalak seolah tak percaya, suaminya mengangguk dengan sangat yakin, Tia sungguh bahagia, saking bahagianya ia meremas penis suaminya dengan kuat membuat Tinus kesakitan sekaligus tegang.

"M--maaf Pa" ujar Tia malu-malu, "Pa, tapi Ibrahim kan sekarang ada di Jerman, gimana caranya?" tanya Tia kebingungan, tapi ia menyesali perbuatannya, bisa-bisanya Tia keceplosan.

"Jerman?" Tinus melotot, "Mama tau dari mana?"

Tia terdiam masih dengan tangan di selangkangan suaminya, "m-maaf Pa, selama ini, Mama diam-diam kontekkan sama Umminya Ibrahim, Mama tahu akun facebooknya, tapi kita nggak gabung ke group penyebar hoax kok Pa, beneran deh, sumpah."

"Iya Ma,nggak apa-apa, justru bagus, jadi kita nggak perlu repot untuk nikahin anak kita, kita susul Ibra ke Jerman" jawab Tinus dengan lembut khas sugar daddy yang mengayomi pasangannya.

Tinus melirik istrinya yang memang masih sangat menggiurkan baginya, "Ma, bikin adek yuk di teras, mumpung nggak ada Gabriel."

"Aachhh ... Papa, malu-maluin aja deh" ujar Tia memukul dada suaminya dengan manja, "mauu" ujar Tia lagi mengecup bibir Tinus.

Tinus membawa tubuh Tia keteras rumah, stop sampai disini saja, kita sedang tidak bercerita tentang keromantisan suami istri itu. Yang pasti, Tinus yang baru saja tiba dari mengantar Gabriel ke Swiss segera menelpon bawahannya untuk membelikan 4 tiket keberangkatan ke Jerman, Horang kayah mah bebas.

* * *

Yogyakarta

Di rumah milik Azar Sholeh Almuzakky yang tampak sepi, terdengar desahan dan rintihan dari balik pintu bagasi, tampak Sholeh dan istrinya yang bernama Siti Zulaikha sedang asyik menggenjot dengan posisi Siti yang menopang tubuhnya di atas kap mobil. Di belakangnya ada Sholeh yang menghujamkan senjata selangkangannya ke dalam liang kewanitaan milik istrinya.

"Ahhh ... Ummi, Abi mau keluar" ujar Sholeh mendesah dengan suaranya yang masih sexy, dadanya yang berbulu sudah basah dengan keringat, batangnya yang masih perkasa, tampak dengan hebat menerobos dinding pertahanan milik sang ustri.

"Ummi ... Ummi juga mau keluar Abi, aahh ...." Desah Siti tak kalah dari suaminya.

Karena sama-sama mau keluar, akhirnya Sholeh dan Siti ke luar meninggalkan bagasi, huuh syukurlah.

"Abi, seru ya, kenapa nggak dari dulu Sarah pergi dari rumah" ujar siti menggandeng tangan suaminya, mereka keluar dari bagasi masih dalam keadaan bugil.

"Iya Ummi, jadi Abi sama Ummi bisa nyobain main di tempat yang baru, Abi seneng deh" jawab Sholeh mencium pipi istrinya.

Siti memperlihatkan handphonenya yang sejak tadi ua pegang "tadi udah Ummi rekam, buat konsumsi pribadi kita Abi."

Sholeh tersenyum gembira mendengar pernyataan sang Istri, "coba, Abi lihat" ujarnya mengambil handphone yang dipegang Istrinya.

Namun sayang, keinginan Sholeh belum bisa terpenuhi, panggilan masuk dari Tia menggagalkan rencananya untuk me-reaction videonya sendiri, padahal ia ingin mengomentari tentang apa yang kurang pada gerakannya, mungkin kurang meliuk, mungkin falset desahannya kurang, atau bisa jadi pemilihan lagu racauannya kurang cocok.

"Hallo, Jeng" ujar Sholeh mengangkat panggilan Tia.

Siti mendengus, ia menatap suaminya tajam, "Abi, itu dialog Ummi"

Sholeh terpaksa mengembalikan handphone sang Istri dan menangisi dirinya yang sudah tak memiliki dialog lagi.

"Hallo Jeng" sapa Siti mengulang.

"Wa'alaikumsalam jeng" balas Tia diujung sana, "Jeng, emailnya apa?" Tanya Tia tanpa basa-basi.

Siti kebingungan, walaupun tidak pernah bertemu langsung dan akrab karena socmed, tidak pernah sekalipun Tia meminta emailnya, Siti berharap Tia menanyakan nomor rekening, bukannya Email, "kenapa jeng?"

"Misuaku jeng, misuaku mau kirim tiket, kita ke jerman jeng, aaaaa senangnya" ujar Tia kegirangan.

"Jeng beneran nggak bohong? ini nggak hoax kayak yang digroup kan, Aku nggak perlu nyebarin ini ke kontak terdekat lalu klik like dan koment amin kan jeng?" Tanya Siti masih belum mempercayai.

"Papanya Gabriel udah setuju Jeng, Kita bakal jadi besan" seru Tia dari ujung telepon.

"Puji tuhan jeng, untung Visa sama Pasport aku dan Misuaku masih aktif, cuss jeng, kirim aja ke email sitisayangsholehselamanya@guguk.com" Jawab Siti tak kalah kegirangan.

"Alhamdulillah Jeng, Alhmadulillah Do'a kita diijabah, Aku kirim sekarang ya Jeng, Assalamu'alaikum" Ujar tia menutup panggilan telepon.

"Tuhan memberkati jeng" Sahut Siti ikut menutup telepon.

-Wey Author anjeng, Ini gak ketuker?

-Ya udah sih, namanya juga part special, gak usah ada drama sedih-sedihan lah.

* * *

Jakarta

PT GENta Jaya OTomotif (GENJOT).

Tampak Lita dan Lusi sedang bersiap-siap merapikan meja kerjanya untuk segera pulang, Mereka berencana cuti untuk berlibur ke Jerman, Mereka sudah menghubungi Sarah untuk bertemu di Jerman.

"Lusi, nggak sabar deh, pengen cepet cepet sampe" ujar Lita yang merapikan kabel laptopnya.

"Aku juga Lit, apalagi pas tau dari sarah kalo Ko Gabriel ada di Swiss, jadi kita bisa sekalian ke Jerman dan Swiss, unchhh unchhh bahagianya, Aku kangen banget sama Kapal Kita" jawab Lusi tak kalah sumringah.

Lusi dan Lita resmi sudah menempati posisi mantan atasannya, Lita yang bawahan Gabriel menggantikan posisi Ibra, Lusi yang bawahan Ibra menggantikan posisi Gabriel, suatu jabatan yang tertukar, dan yang menggantikan posisi Mba Melanie adalah Si Eceu, yang bernama asli Sudarto, pria manjah asli sunda yang dulunya menjadi bawahan Lita dan Lusi. Hal ini bukan tanpa sengaja, karena Lita dan Lusi kompak tidak mau ditunjuk menggantikan posisi Mba Mel, jadinya Si Eceu yang mereka tunjuk.

"Heii sista" sapa Si Eceu dari ruangannya, "rempong bingit ya neik, mau jelong-jelong ke Jerami"

"Jerman" sahut Lusi menjelaskan karena melihat Lita kebingungan.

"Iihhh, bukan main bunda, alemong deh pokoknya" jawab Lita, semenjak Sudarto alias Si Eceu menggantikan posisi Mba Mel, ia menobatkan diri untuk dipanggil Bunda.

Sudarto mengibaskan kipas mungilnya dan memperbaiki bando di kepalanya yang botak, dengan berlenggak lenggok manja, ia menghampiri kedua bawahannya.

"Pokoknya, awas ya kalo pada lupita sama eike, eike mau oleh-oleh lekong Jerami" ujarnya menunjuk pada Lita dan Lusi menggunakan kipas mungilnya yang berwarna pink.

"Laki Jerman" sahut Lusi lagi melihat Lita yang masih tidak paham bahasa gaul.

"Siap bunda, nanti kita bawain yang kentinya gedong ya bund" jawab Lita mempraktekan lengannya saat menyebut kata Kenti Gedong.

"Kont--"

Cukup Lusi, tidak perlu diterjemahkan.

* * *

Le Bijou Linthesche Rgasse, Zurrich, Swiss

Gabriel memandangi handphonenya, ia masih tidak menyangka, pertemuannya dengan Ibra dua hari yang lalu di Changi Airport, ia betul- betul sangat mencintai kekasihnya itu, sekalipun sempat putus kontak selama dua tahun, hal itu sama sekali tak mengurangi rasa cintanya sedikitpun, Gabriel tetap mencintai Ibra sepenuh dan setulus hatinya, ia tetap menjaga cintanya, ia yakin takdir akan mempertemukan mereka berdua. Nyatanya takdir memang telah mempertemukan kembali kedua insan yang saling cinta itu.

Ibra sudah menghubungi nomor baru Gabriel, mereka sudah bertukar pesan melalui whatsapp baru Gabriel yang ada di kartu nama Gabriel, sejak merajut kembali hubungan mereka, Gabriel sudah memanggil Ibra dengan sebutan Mas lagi.

Gabriel duduk di balkon apartmentnya, ia berharap Ibra datang, namun sayang, dua hari sudah dia di Zurich, namun Ibra belum juga menunjukkan batang penisnya. Ah bukan itu, Ibra belum juga menunjukkan batang hidungnya. Dalam lamunan Gabriel yang melambung jauh terbang tinggi bersama mimpi, terlelap dalam lautan emosi, ponsel Gabriel berdenting, menampilkan pesan masuk dari Ibra.

"Huh, cuma pesan dari Mas Ibra yang masuk, padahal aku ngarep tititnya yang masuk" lirih Gabriel membuka pesan Ibra di whatsappnya.

Mas Ibra.

Sayang, mas kesana besok ya, maaf, mas masih belum sempet nemuin kamu.

Mas nggak usah janji, rasanya nggak enak mas kalo menanti, yang ada nanti sakit hati.

Mas Ibra

Hmm, kamu ngegemesin kalo lagi ngambek, nih mas kirim ini biar kamu seneng.

Mass!! Nyebelin !! ngomong-ngomong bulu dadanya kemana?

Mas Ibra

Hehehe, mas cukur, kan mau sensasi yang beda.

Masss, Aku nggak sabar 🍆

Baru saja menutup handphonenya bel apartement Gabriel berbunyi,

Ding

Dong

"Siapa sih siang-siang gini, ganggu aja" umpat Gabriel kesal, padahal ia ingin menikmati video kiriman Ibra.

Gabriel beranjak dari tempat duduknya, dengan langkah gontai dan melempar handphonenya ke sofa ruangan tamu, Gabriel berjalan menuju pintu, Gabriel mengintip dari bulatan yang ada di pintunya, seseorang dengan pakaian petugas kebersihan apartement menghampiri.

G

abriel menghembuskan nafas kencang, dengan malas membuka pintu, ia mengeluhkan petugas kebersihan yang mengganggu dirinya yang sedang bergairah karena Ibra.

"Selamat siang, sayang" ujar petugas kebersihan itu membuka topinya.

Gabriel tersenyum lebar, ia sedang tidak bermimpi, Ibra ada di hadapannya menyamar menjadi petugas kebersihan apartement.

"Mas Ibra" desis Gabriel langsung menghamburkan diri ke dalam pelukan Ibra, Gabriel memeluk Ibra erat, ia lupa jika tangan Ibra patah sehingga membuat Ibra kesakitan.

"M--maaf mas, aku lupa" Gabriel melepas pelukannya karena merasa bersalah.

"Mas kangen" ucap Ibra memegang sebelah tangan Gabriel kemudian menciumnya.

Gabriel mencubit hidung Ibra, ia mendelik, "katanya besok?"

Ibra tersenyum, "mas sengaja kasih kejutan."

Ibra melepas tangan Gabriel, ia mengambil sesuatu dari dalam saku bajunya, Ibra mengeluarkan cincin, cincin yang pernah dikembalikan Gabriel, lalu Ibra berlutut di hadapan Gabriel yang masih tercengang di depan pintu, penghuni apartement lain yang lewat menjadi penasaran, mereka berkumpul di depan pintu Gabriel menyaksikan Ibra yang berlutut memberikan cincin.

"Gabrielku, cintaku, aku--"

"Iya mas, aku mau" ujar Gabriel memotong ucapan Ibra.

"Mas kan belum selesai" sahut Ibra mengerucutkan bibirnya.

"Aku nggak mau denger, nanti kayak di Yogya, mas nggak romantis, bikin sange doang" jawab Gabriel tertawa kecil. "Mas, mas nggak perlu ngomong apapun karena sikap mas sudah mengatakannya langsung, aku mau menikah sama mas, kali ini aku nggak peduli walau harus dibunuh Papa sekalipun" ujar Gabriel lagi menyodorkan jari manisnya untuk menerima cincin itu kembali.

Ibra memasangkan cincin di jari manis Gabriel, kemudian mencium tangan kekasih yang ia cintai itu, sorak sorai dan tepuk tangan dari orang-orang kepo yang menyaksikan mengiringi pagutan bibir kedua sejoli tersebut.

"Apa mas masih kuat main pake satu tangan?" goda Gabriel berbisik di telinga Ibra.

Ibra tersenyum dan mencium pipi Gabriel, "jangan salah, sekalipun sebagian seluruh tubuh mas yang susah digerakkin, kalo untuk yang satu itu, mas langsung sembuh" Ibra berbisik tak kalah menggoda.

"Aku mau bukti" ujar Gabriel tersenyum mesum.

Ibra merengkuh pipi Gabriel dengan satu tangan, langsung memagut bibir Gabriel tanpa berbasa-basi, Gabriel yang mengerti tangan kiri kekasihnya sulit digerakkan, pelan-pelan melingkarkan tangannya di pinggang Ibra dengan lembut, keduanya saling berbagi liur, kelembutan bibir yang menyatu dan bulu wajah Ibra yang menggelitik, membuat pagutan keduanya semakin liar, tak perduli beberapa orang yang masih menyaksikan dengan memvideokan dan memotret moment kedua pasangan kekasih itu. Gabriel dan Ibra melepas rindu, melepas dahaga yang selama ini menyiksa mereka, biarkan saja mereka terus berpagutan mesra di depan pintu, anggap saja dunia ini milik Gabriel dan Ibra.

Lama saling berpagutan, Ibra sedikit mendorong tubuh Gabriel sebagai suatu tanda untuk menyuruh Gabriel masuk. Menggunakan kakinya, Ibra menutup pintu, penonton di depan kecewa tapi Ibra tidak perduli, ia butuh kenikmatan yang lebih, ia menginginkan sentuhan yang tak hanya di bibir, tapi di sekujur tubuhnya, Ibra juga ingin menyentuh semua inci bagian tubuh Gabriel.

Masih berpagutan di balik pintu, Ibra mengalihkan ciumannya ke leher Gabriel, leher jenjang berwarna putih yang sangat Ibra gilai, Ibra tak menyia-nyiakan kesempatan, ia menggigit pelan leher Gabriel, memberinya beberapa kali hisapan agar Gabriel mendapatkan stempel bibir Ibra, Ibra sudah tidak perduli jika nanti banyak mata yang salah fokus terhadap leher Gabriel, jika ada yang bertanya, Ibra akan lantang mengatakan jika ia yang melakukannya.

Gabriel mendongakkan kepala, memberi keleluasaan terhadap Ibra menghisap seluruh bagian lehernya, "aghh ... Mas Ibra" lenguh Gabriel menggigit bibir merahnya sendiri, menahan gairah yang semakin memuncak.

Ibra semakin semangat mendengar Gabriel mendesahkan namanya menggunakan panggilan mas, panggilan yang selama ini ia tunggu-tunggu. Dengan buas menggunakan satu tangan, Ibra merobek baju kaos yang digunakan Gabriel hanya dengan satu tangannya saja. Gabriel tersenyum, Gabriel tidak marah, ia malah semakin tergoda dengan keliaran Ibra yang kelaparan ingin menyantap Gabriel. Setelah semua bagian leher Gabriel penuh dengan tanda bibir dari Ibra, Ibra menjalarkan lidahnya ke bagian dada Gabriel, dengan rakus menghisap dada Gabriel yang tegap membusung, puting Gabriel juga semakin besar akibat remasan dan hisapan Ibra selama ini.

Tangan Gabriel melingkar di kepala Ibra yang dengan liar menghisap dadanya dan memberikan tanda bibir lagi disana.

"Ahhh mas, Mas Ibra ... sshhhh" desah Gabriel merasakan nikmat atas lumatan Ibra di putingnya.

Gabriel melingkarkan tangan semakin erat, seakan tak mau kehilangan kepala Ibra dari bagian dadanya, kepalanya pegal karena terus mendongak, namun Gabriel tidak perduli, yang ia inginkan saat ini adalah kepuasan Ibra dan juga kepuasannya sendiri. Tangan Ibra memilin putingnya, membuat desahan Gabriel semakin kencang merasakan pelintiran Ibra dengan gerakan memutar searah, sedangkan dada sebelahnya lagi sudah bergantian merasakan hisapan buas Ibra.

"Ohh ... Mas ... sshhh"

Puas sudah melumat kedua dada dan puting Gabriel, Ibra menjalar turun, menjalar ke perut Gabriel, Ibra menjilat sekujur perut Gabriel yang putih. Menjalar hingga ke selangkangan Gabriel yang menonjol ingin memberontak dari celana boxer yang Gabriel pakai, Ibra menghisap kejantanan Gabriel dari balik boxer, membuat boxer Gabriel basah oleh air liur Ibra.

"Ohhh ... Mas Ibra ... sshhh ... aahhh"

Terus-terusan mendengar Gabriel memanggilnya mas, Ibra semakin bersemangat. Dengan sekali tarik, boxer Gabriel lepas sudah, tak ada lagi yang tersisa di tubuh Gabriel, Gabriel sudah polos tanpa benang, tubuh mulusnya terpampang di depan Ibra. Kejantanan Gabriel yang putih kemerahan mencuat dari balik boxer yang sudah dilepas Ibra, Gabriel melirik ke bawah, melihat Ibra yang telah menggenggam batang kejantanannya, raut wajah Gabriel malu-malu karena bertemu pandang dengan mata Ibra.

"2 tahun banget nganggur" ujar Ibra menggoda.

"Emang kamu ada gantinya?" tanya Gabriel mendelik.

"Pake tangan, aku coli sambil liatin foto kamu" jawab Ibra jujur.

Gabriel tersenyum malu, "A--aku juga" kata Gabriel menutup wajah.

Melihat Gabriel merona, Ibra memberikan pijatan lembut di batang kejantanan Gabriel, membuat Gabriel membuka wajahnya dan mendesah.

"Mas isepin sekarang ya" ujar Ibra tersenyum.

"ISolusion EPisentral Indonesia" ujar Gabriel disambut tawa mereka berdua.

Tanpa menunggu lebih lama lagi Ibra melumat kejantanan kekasihnya, dengan penuh kelembutan Ibra memperlakukan batang kejantanan Gabriel sangat indah di dalam mulutnya, memberi hisapan, sedotan, gelitikan yang membuncah gairah seorang Gabriel. Tak tahan hanya melihat dan berdiam diri, Gabriel memilin putingnya sendiri, memutar searah jarum jam lalu kembali ke arah berlawanan. Ah ... sungguh erotis sekali percintaan kedua insan yang selalu dimabuk cinta itu.

"Mas ... sshhh ... aahh" rintihan Gabriel semakin kencang seiring dengan Ibra yang terus memberikan hisapan dipenisnya dan juga pelintiran tangan Gabriel sendiri yang ada di kedua dadanya, remasan demi remasan lembut Gabriel lakukan sambil menikmati hisapan Ibra yang maju-mundur membasahi kejantanan Gabriel dengan liur.

Bunyi slurpp slurpp dari mulut seorang Ibra tampak begitu indah di telinga Gabriel yang tak henti mendesah.

"Mas ... sshhh ... Ibra ... aahh"

"Mas ... ssshhh"

"Mas ... shhhhhh ... aaaaaaaahhhhhhh"

Pekikan Gabriel kencang dengan seiring tubuhnya yang mengejang, batang kejantanannya berdenyut lebih hebat, sesuatu dari dalam tubuh bagian bawahnya terasa ingin menerobos keluar, lalu menyemburlah cairan kenikmatan yang selama ini Gabriel keluarkan melalui gerakan tangannya sendiri, rasanya lebih nikmat saat Ibra yang memaksanya keluar.

"Mas ... sshhhh, aku keluar" erang Gabriel disela nafasnya yang naik turun.

Ibra menampung cairan itu di dalam mulutnya, berdiri dari posisi yang berlutut, kembali memagut bibir Gabriel guna berbagi cairan itu, semua terasa nikmat mereka lakukan dengan penuh api asmara dalam cinta yang merekah.

"Sekarang, giliran aku balas dendam sama mas" bibir merah Gabriel berucap, masih ada tetesan bekas cairannya yang terbagi dari mulut Ibra.

"Lakukan sayang!" ujar Ibra mencium lembut bibir Gabriel.

Gabriel dengan hati-hati membuka baju Ibra karena khawatir membuat sakit tangan Ibra yang masih belum pulih. Setelah melucuti baju Ibra, Gabriel menyerang Ibra cukup buas di bagian leher, membalas cupangan yang Ibra berikan pada Gabriel, dengan gemas Gabriel menggigit leher Ibra yang kencang, jakun Ibra yang tersemburat tak luput dari hisapan Gabriel, membuat Ibra sedikit kesulitan bernafas, tapi Ibra biarkan, Ibra seolah rela jika harus terbunuh dalam bercinta dengan Gabriel.

"Aahhh ... sayang, terusin, gigit mas" racau mulut Ibra yang mendesah menahan nikmat yang ia rasakan dari hisapan Gabriel di lehernya.

Gabriel benar-benar melakukannya, Gabriel menggigit bagian leher Ibra yang berbatasan dengan pundak Ibra, untungnya bagian itu memiliki otot yang terpahat dari bagian punggung Ibra yang lebar.

"Ah ... Mas digigit drakula" teriak Ibra yang masih sempat-sempatnya bercanda.

Gabriel melakukannya lagi di sebelah bagian yang belum ia gigit.

"Ahhh ... drakula nakal, bikin mas keeenakan ... aahhh" desah Ibra kembali bercanda.

Gabriel tersenyum, matanya berkaca-kaca penuh cinta.

"Aku cinta kamu Mas" bisik Gabriel setelah menggigit bagian leher Ibra, bekas giginya terpampang jelas disana.

"Aku cinta kamu bahkan lebih dari aku mencintai diriku sendiri" jawab Ibra meraba wajah kekasihnya, andai saja saat ini tangan kiri Ibra tidak kesulitan bergerak, sudah pasti Ibra akan memeluk tubuh kekasihnya seerat yang ia mampu.

Gabriel kembali melanjutkan permainan, lidah gabriel berpusara di dada Ibra yang mengeras, puting Ibra yang berwarna coklat Gabriel lumat, Gabriel hisap, sedangkan satu tangannya lagi memainkan puting sebelahnya, tak dibiarkan oleh Gabriel menganggur, Gabriel ingin memperkerjakan kedua tangannya agar bergerilya di dada Ibra.

Ibra kembali mendesah, "ahhh ... sayang, gigit di bagian itu sayang ... aahhh ...."

Gabriel dengan senang hati menggigit puting dan dada Ibra sampai membekas kehitaman, Ibra sama sekali tak perduli, Ibra menginginkannya. Gabriel juga melakukan hal yang sama di dada Ibra yang lain, sehingga tampak gigitan Gabriel terbagi rata.

Tak cukup sampai disitu, sebelah tangan Ibra diangkat Gabriel, rambut ketiak Ibra menyeruak, Gabriel tanpa geli dan jijik menjilatnya, Ibra mendesah lagi dan lagi, hal yang baru ia rasakan, selama ini Gabriel belum pernah melakukan, seandainya sebelah tangan Ibra yang terbungkus gips bisa Gabriel sibak, tentu akan Gabriel lakukan perbuatan yang sama.

Lidah Gabriel terus menyusuri lekuk tubuh Ibra yang langsing berotot, Gabriel tak melewatkan satupun bagian tubuh Ibra, lidah Gabriel terus menjalar, menjilati perut Ibra yang sudah memudar sixpacknya karena hidup Ibra tak begitu fokus lagi untuk berolahraga saat menjaga Gabriel sakit dan saat masa pemulihan tulang tangannya. Juluran lidah Gabriel akhirnya bermuara ke selangkangan Ibra. Gabriel berlutut, membuka celana Ibra yang panjang, entah pakaian petugas siapa yang Ibra pinjam, Gabriel membuangnya sembarangan. Ibra tak menggunakan celana dalam, sehingga saat celananya ditarik Gabriel, kejantanan Ibra yang berwarna coklat langsung mencuat di hadapan wajah Gabriel, ujung kepala kejantanan Ibra menyentuh hidung Gabriel.

"Mas, makin panjang dan gede" puji Gabriel menelan ludah.

"Kamu kangen?" tanya Ibra memandangi wajah Gabriel.

Gabriel mengangguk.

"Say hai dulu buat Ibra Junior" canda Ibra.

"Hai Ibra Junior, kita ketemu lagi, kali ini kamu pasti kalah" jawab Gabriel ikut bercanda.

Lidah Gabriel menjulur, menyentuh ujung kepala kejantanan Ibra, menjilat kepala kejantanan Ibra dengan lahap, lidah Gabriel juga bermain di lubang pipis Ibra.

"Ohhh ... sayang, anget, enak ...." puji Ibra saat kepala kemaluannya diseruput oleh Gabriel.

Gabriel yang disemangati kemudian memegang batang Ibra dengan dua tangannya, mengocoknya bergantian, lalu memasukkanya utuh, menelannya bulat-bulat di dalam mulutnya. Seperti biasa batang Ibra penuh di mulut Gabriel, membuat Gabriel sedikit tersedak, tapi Gabriel tahan, ia ingin memberi kenikmatan yang luar biasa untuk Ibra. Dilumat Gabriel lagi batang Ibra sampai ke pangkal, Gabriel menahan hisapannya, lidahnya ia julurkan menjilat bola kembar Ibra yang menggantung.

"Ohhh ... sayang, aahhh ..." desah Ibra, tubuhnya mengejang, otot-otot tubuhnya menyemburat, Ibra sampai memegang tangannya yang patah karena ikut menegang dan rasanya sedikit nyeri bagi Ibra.

"Oeekhh ... ahhhh" mulut Gabriel mengeluarkan bunyi seolah ingin muntah karena ujung kepala kejantanan Ibra menyentuh tenggorokannya.

Tapi Gabriel tak perduli, berkali-kali tersedak masih saja Gabriel ulangi melakukan deep throath tersebut.

"Sayang, mas mau keluar, ah ...." Ibra mengerang begitu kencang.

Gabriel yang mendengarnya malah semakin memajukan kepalanya sehingga kening Gabriel menyentuh perut Ibra.

"Ouhhhh" lenguh Ibra, batangnya berdenyut, menembak langsung ke dalam tenggorokan Gabriel, masuk ke dalam katup dan mengalir ke lambung Gabriel.

Gabriel tidak perduli berapa liter sperma Ibra yang ia minum, Gabriel seperti kehausan, ia ingin menyerap habis cairan Ibra kedalam lambungnya, mengalir ke pankreas, diedarkan ke usus untuk dicerna dan bercampur dengan enzim-enzim yang dihasilkan makananan yang Gabriel cerna, berharap cairan Ibra menjadi darah yang mengalir ke seluruh bagian tubuhnya.

"Curang! Nggak dibagi" sungut Ibra.

Gabriel tersenyum, "satu sama mas, mas mau rounde kedua?" tanya Gabriel mantap.

Ibra menganggukkan kepala.

Gabriel menarik tangan Ibra menuju ke sofa ruang tamu, Ibra merebahkan diri di sofa, Gabriel duduk di pangkuan Ibra, mengarahkan batang Ibra yang masih menegang ke dalam liang senggamanya yang kembali rapat karena 2 tahun lebih tidak disinggahi Ibra. Batang Ibra yang tercampur liur Gabriel dan sisa cairan Ibra melesat menembus surga dunia yang selama ini mampu membuat Ibra terbang bagai di awang-awang.

"Ahh ..." pekik mereka berdua bersamaan.

Gabriel memagut bibir Ibra, kembali bertukar ludah, sedangkan liang senggama Gabriel sudah dipenuhi batang Ibra yang mendesak dan menggesek dinding bagian dalamnya.

"Ohh mas ... ssshh" lenguh Gabriel memeluk erat kepala Ibra.

Ibra terus fokus terhadap gerakannya yang menyerang liang senggama Gabriel naik turun seirama tubuh Gabriel yang ikut naik turun juga. Batang Ibra terus menyeruak, menembus rektum Gabriel, diselingi setiap desahan yang selalu keluar dari mulut mereka menyebut nama pasangannya, Gabriel menyebut Ibra, Ibra menyebut Gabriel, saling sebut dalam kegiatan mengemprut.

Detik berlalu, menit juga berlalu, hampir mendekati pergantian jam, Ibra dan Gabriel mendesah panjang, cairan cinta dari masing-masing kejantanan mereka memyembur keluar, cairan Ibra keluar membasahi dalam liang senggama Gabriel, sedangkan Gabriel menumpahkan cairannya di perut Ibra.

"Rounde ke tiga?" tanya Gabriel.

"Dengan senang hati sayang," jawab Ibra membelai wajah Gabriel yang berkeringat.

Gabriel melepas batang Ibra yang masih menancap, lelehan cairan keluar membasahi pahanya dan sebagian menempel di batang Ibra yang berkilauan karena cairan itu.

G

abriel bergantian posisi, ia duduk mengangkang di depan Ibra, punggungnya menempel ke punggung sofa, Gabriel mengangkat kedua pahanya, tangannya menahan kedua pahanya agar tetap terangkat, sehingga semburat liang senggamanya terlihat jelas. Ibra yang mengerti, ikut memasang kuda-kuda, tubuh Ibra sedikit ia turunkan, agar batangnya sejajar dengan liang senggama Gabriel.

Batang Ibra kembali bersarang di dalam liang senggama Gabriel, tubuh Ibra semakin ia rapatkan, sehingga Gabriel terhimpit diantara Sofa dan tubuh Ibra. Ibra menghujamkan batangnya semakin dalam, menggoyang pinggulnya maju mundur, desahan dan racauan kembali terdengar ke seisi ruangan.

"Ugh ... Gabrielku sayang, mas kangen ahhh .. enak banget sayang, ahh ..." racau Ibra, sungguh Ibra merindukan persenggamaan ini.

"Mas Ibra, hentakkan lebih kencang mas ... shhh" Gabriel menyembangati

Ibra semakin bersemangat memompa bokong Gabriel, dengan segenap kekuatannya Ibra menghujamkan dan mengehentakkan batangnya berkali- kali, sehingga peluh mereka semakin banyak, bulir-bulir keringat di sekujur tubuh keduanya membasahi sofa karet yang empuk, membuat tubuh Gabriel ikut bergoyang karena licin. Persenggamaan mereka seolah tak bisa berhenti, Ibra terus berpacu tak merubah posisi, mereka benar-benar ingin menikmati, mereka tak perduli pada posisi, mereka ingin menyatukan tubuh dan menyatukan peluh. Hingga akhirnya, keduanya kembali menumpahkan cairan untuk ketiga bahkan keempat kalinya, cairan Ibra kembali mengaliri liang senggama Gabriel dengan hangat.

"huh ... hah ... huh ... hah " desah keduanya mengatur nafas.

"Masih kuat lanjut?" tantang Ibra lagi, tak terasa seharian mereka bercinta tanpa henti.

"Siapa takut, tapi aku minum dulu, aku haus" jawab Gabriel bangkit dari duduknya, Ibra mengikuti dari belakang.

Mereka istirahat sejenak dengan minum di dapur, pertempuran mereka cukup melelahkan.

Ibra yang melihat ada balkon, mendadak memiliki ide gila, "lanjut di balkon sayang" ajak Ibra tersenyum nakal.

"Sore-sore gini, kalo dilihat orang gimana?" tanya Gabriel khawatir.

"Ini kan bukan diindonesia" jawab Ibra santai.

"Oh iya, oke! siapa takut" ujar Gabriel menerima tantangan Ibra.

Seusai minum mereka kembali berpagutan sambil melangkah ke balkon. Setibanya di Balkon, Gabriel berpegangan pada pembatas balkon menungging di depanIbra, batang Ibra yang masih keras menancap lagi dan lagi di liang senggama Gabriel. Ibra kembali menggerakkan tubuhnya maju mundur.

"Mas Ibra ... I love You" teriak Gabriel memekik kesunyian sore di apartement.

Ibra menutup mulut Gabriel, "ssttt ... jangan berisik."

Gabriel tertawa dalam desahannya, "ahh ... kamu cupu mas, ahh ..."

"Gabriel ... I Love you" teriak Ibra lebih kencang, terlihat dari jauh beberapa penghuni apartement menyibakkan tirainya, penasaran dengan keributan itu.

Ibra melepas hujamannya dan berlari ke dalam disusul Gabriel, keduanya tertawa karena kegilaan mereka, benar-benar pasangan yang sama gilanya.

"Kamu sih, jadi keluar semua penghuni, untung gak ketahuan" ujar Gabriel disela tawanya.

Ibra kembali memagut bibir Gabriel, "kita lanjutin dimana sayang?" tanya Ibra dengan penuh kehangatan.

Gabriel menggaet jari Ibra, "sambil mandi yuk mas, badan aku lengket nih."

Entah sudah berapa rounde yang dilakukan kedua pasangan yang saling melepas rindu itu, seharian penuh mereka berbagi peluh, hanya dihentikan oleh istirahat makan untuk mengisi tenaga, mereka benar-benar rindu bercinta, lalu mereka kembali bertempur hingga keesokan paginya, dan keesokan paginya diulang lagi hingga sore. Keduanya benar-benar melepaskan rasa rindu yang membelenggu mereka, pergulatan Gabriel dan Ibra terus dilakukan di setiap tempat di apartement baru Gabrie. sofa, kasur, balkon, shower, ruang makan, bahkan di tangga darurat, keduanya benar-benar bahagia dalam cinta yang memikat mereka.

Tidak terasa, sudah dua hari Ibra di apartement Gabriel, saat ini Gabriel sedang tidur di pelukan Ibra.

"Jadi ... kita kapan nikahnya mas?" tanya Gabriel memeluk tubuh Ibra yang telanjang, Gabriel selalu berhati-hati, takut menyenggol tangan Ibra yang patah.

Ibra membelai rambut Gabriel dengan lembut dan mencium kening Gabriel, "2 minggu lagi ya, mas masih belum rapihin apartement mas, minggu ini mas mulai masuk kerja di Kedubes, mas juga belum tahu tempat nikah di Jerman, nanti sambil mas tanya-tanya dulu."

"Ya udah, semoga Gabriella nggak shock ya mas, punya orang tua yang dua-duanya cowok" Ujar Gabriel menahan tawa.

"Kamu kalo dijilbabin cantik kok, nanti dijilbabin aja" jawab Ibra sekenanya.

Gabriel memukul pelan lengan Ibra yang terpasang gips, membuat Ibra mengaduh kesakitan. "Jangan ngambek dong, mas kan bercanda."

Disela kemesraan kedua sejoli itu di atas ranjang, ponsel Ibra bergetar, menampilkan nama Sarah di layarnya.

Drrrttt Drrttttt

"Hallo dek, kenapa?" tanya Ibra lembut.

"Mas, Gebby rewel" ujar Sarah di ujung telepon dengan suara panik.

"Rewel gimana?" Ibra tampak kebingungan, "lah wong biasaya justru dia lebih anteng sama kamu dibanding sama mas."

Begitulah kenyataannya, Gabriella memang lebih dekat dengan Sarah karena sejak kecil Gabriella dibawa ke Yogyakarta.

"Gebby sakit mas, badannya panas, makanya Sarah bingung mau bawa kemana, mas juga kan tau bahasa Jermannya Sarah Jerman-Bantul, Inggrisnya Sarah juga Inggris-Gunung Kidul, mas pulang sekarang aja, Sarah bingung."

Gabriel yang mendengar, sontak merebut ponsel Ibra, "iya sayang, kamu tenang, coba kompres dulu, sambil kamu tunggu Mas sama Oppa ya."

"Iya Oppa, cepetan, Sarah bingung."

Sarah mematikan panggilan teleponnya, Ibra terlihat panik, ia takut terjadi sesuatu pada buah hatinya itu.

"Udah, mas yang sabar, aku ada kenalan di bandara kok, lagian perjalanan kita paling cuma 10 menit ke Jerman, mas cari baju aku yang muat, kita berangkat sekarang" ujar Gabriel mencoba menenangkan.

* * *

Highpark Apartement, Berlin, Jerman

Taxi yang ditumpangi Ibra dan Gabriel melaju meninggalkan bandara menuju apartemen Ibra, raut wajah Ibra masih saja panik, Gabriel yang pengertian memeluk kekasihnya itu selama di perjalanan.

Setelah tiba di lobby apartemen, Gabriel dan Ibra bergegas menuju lantai dimana tempat kamarnya berada.

Ding

Dong

"Sarah!" teriak Ibra dari luar setelah memencet lel.

Tak lama pintu terbuka, namun yang membuka bukanlah Sarah, Gabriel dan Ibra terkejut, Gabriel segera memeluk Ibra karena takut terjadi sesuatu yang menyakitinya.

"P--Papa" lirih Gabriel, "Gabriel mohon Pa, kalau Papa mau misahin Gabriel dengan Ibra, jangan sakiti Sarah dan Gebby" ujar Gabriel sedikit menggertak.

Tinus yang mendengarnya malah tertawa terbahak-bahak, Gabriel dan Ibra saling tatap, mereka bingung dengan apa yang terjadi.

"Siapa juga yang mau misahin, Papa kesini mau nikahin" jawab Tinus berkacak pinggang seolah seorang pahlawan.

"M--maksud ... P--Papa?" Gabriel melotot masih tak percaya.

Tinus menghela nafas panjang, ia menatap Ibra, dengan romantisnya Tinus memegang tangan Ibra, " Ibrahim anakku, maukah kamu menikahi Papa?" tanya Tinus serius.

Gabriel menarik tangan Ibra, ia mendelik ke arah papanya, bisa-bisanya Papanya melamar Ibra.

"Eh, Papa salah ngomong ya" ujar Tinus menggaruk kepalanya, "maksud Papa, apa Ibrahim mau menikahi anak Papa?"

"M--maksud Papa apa?" Ibra ikut bertanya, makin tak percaya dengan yang diucapkan Papanya Gabriel.

"Ah kalian ini banyak tanya, mau nggak?" tanya Tinus membentak.

"Mau Pa, mau ...." teriak Ibrahim kencang memeluk Gabriel.

"Nah gitu kek, jangan drama" seloroh Tinus. "Ya udah masuk, kalian siap-siap, cobain baju yang Papa beliin."

"Emangnya ... S--sekarang Pa?" tanya Gabriel lagi, ia bingung kenapa begitu cepat.

"Ya iyalah sekarang, Papa nggak punya banyak waktu, lusa Papa sama Mama pulang ke Indonesia, semuanya udah disiapin sama orang suruhan Papa, pokoknya kalian tinggal nikah aja udah, nggak usah banyak tanya" susah memang bagi Tinus untuk berbicara pelan dan lembut, darah Palembang begitu kental mengalir di dalam dirinya.

"Mama?" Gabriel makin terperangah setelah apa yang dikatakan Papanya.

Tinus mendesah lagi, "yah keceplosan, padahal tadi Papa mau kasih kejutan" ujar Tinus menepuk dahinya, "ya udahlah, jadi ketahuan nih" ujar Tinus lagi.

Mama, Abi, Ummi, Lita, Lusi dan Sarah yang menggendong Gabriella yang tengah tertidur, sontak keluar dari persembunyian mereka di dapur.

"Nggak usah banyak tanya lagi, papa capek ngejelasinnya" celetuk Tinus membuat Gabriel dan Ibra mengurungkan niat untuk berucap.

Gabriel dan Ibra berpandangan, saling memeluk penuh haru, akhirnya cinta mereka bersatu, sejauh apapun mereka mencoba dipisahkan, namun takdir tetap mempersatukan.

"Cium dong calon pengantinnya" celetuk Lita.

"Iya nih, cium keles" Lusi dan Sarah menimpali, Sarah menyenggol lengan Lusi sebagai kode, Lusi merogoh saku guna mengambil ponselnya.

Ibra tersenyum menatap Gabriel, mereka kembali berpagutan mesra, Lusi yang sudah siap sedia dengan kameranya tentu saja tidak membiarkan moment yang lewat begitu saja.

Tamat


Load failed, please RETRY

New chapter is coming soon Write a review

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C19
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login