Download App

Chapter 23: Fitnah

"Astaga." Seru Tama saat melihat rumah itu tinggal puing-puing saja. Dia yang kehabisan akal untuk mencari Raflina pun berniat untuk pergi ke rumah Raflina. Tetapi begitu sampai disini, dia disambut dengan pemandangan yang memilukan itu.

"Brengsek! Kerjaan siapa ini!" rutuk Tama dalam hati. dia menduga-duga siapa yang nekad membakar Rumah Raflina. Dia bersumpah akan mencari pelakunya sampai ketemu.

Di tengah suasana hatinya yang tidak menyenangkan, tiba-tiba terdengar suara telefon genggamnya berbunyi. Dengan kasar, dia merogoh benda itu dari saku celananya dan mengangkatnya.

"Halo. Tama. Aku ada kabar gembira nih." Ujar seseorang diseberang sana yang ternyata adalah Endro, mantan atasan Raflina.

"Kabar gembira apa?" sahutnya dengan mendengus kesal. Gelora amarahnya membuncah didadanya.

"Semalam aku berhasil membakar rumah Raflina." Ujarnya dengan penuh kebanggaan. Menganggap bahwa apa yang dia lakukan itu bukan masalah besar sama sekali.

"Apa?" pekik Pria itu tertahan. Nafasnya menderu. Ingin rasanya dia berkata kasar pada saat itu juga. tetapi dia menahannya. Alangkah lebih baik kalau bertemu langsung. Dengan begitu dia bisa ngasih pelajaran kepada Endro.

"Sekarang kamu ada dimana?" tanyanya dengan menekan nada bicaranya.

"Aku ada di cafe Bimbo di jala anggrek. Kamu mau ke sini?" sahutnya. Tama langsung menutup ponselnya tanpa menjawab pertanyaan dari Endro. Dia langsung bergegas menuju lokasi.

Benar saja, Endro sedang bersama dengan beberapa temannya tampak asik bercengkrama di cafe itu. Tangan Tama mengepal. Dengan langkah lebar dia menghampirinya. Amarahnya tidak terbendung lagi. Begitu sudah di hadapan Endro, sebuah bogem melayang tepat mengenai pipinya yang tambun. Sontak saja teman-temannya langsung terkejut dan juga beberapa pengunjung yang ada di sana.

"Maksud kamu apa hah? datang-datang main pukul saja!" salah seorang temannya berdiri lantas menuding ke arah Tama. Tetapi Pria itu sama sekali tidak mengubrisnya, dia lebih terfokus kepada Endro yang memegang pipinya yang memerah.

"Bajingan kamu! kenapa kamu bakar rumah Raflina hah?" gertak Tama. Suaranya membahana memenuhi seluruh cafe.

Endro yang masih meringis kesakitan. tetapi matanya nyalang melihat Tama.

"Harusnya aku yang bertanya seperti itu. Maksud kamu apa hah! Bukannya kamu yang memberi tahuku bahwa Raflina adalah seorang pembunuh dan kamu juga sangat membencinya!" sahut Endro yang tidak gentar.

Kini Tama yang gelagapan. Di dalam hati dia menyesali sikapnya yang plin-plan. Dia tidak tegas dalam memutuskan sesuatu dan resiko yang diambil. Tentu saja Endro marah dengan sikap Tama itu. tapi walaubagaimanapun, Membakar rumah orang lain itu sama sekali tidak dibenarkan.

"Tapi... kamu tidak seharusnya berbuat seperti itu." sahut Tama dengan suara yang merendah. Seakan dia menyadari awal mula dari permasalahn ini adalah dirinya. Endro lantas berdiri dan berkata,

"Aneh, kamu benar-benar aneh. Kemaren lusa kamu ngotot bilang kalau Raflina adalah psikopat. Tapi sekarang kamu malah membela dia mati-matian. Sebenernya mau kamu apa sih?" tandas Endro yang membuatnya terdiam. Sungguh Tama tidak bisa menentukan sikap. Mungkin jika di hadapan bawahannya dia adalah sosok yang tegas dan disegani. Tapi kalau sudah dihadapkan ke cinta, dia berubah menjadi orang bodoh yang tidak punya pendirian.

"Kok diam! Ayo ngomong! Bukannya kamu tadi yang datang marah-marah denganku sekarang kok diam." Imbuh Endro yang membuatnya gelisah.

"Oh, aku tahu diam-diam kamu masih mencintai gadis psikopat itu kan. Makanya kamu tidak terima kalau aku membakar rumahnya! Lagian aku curiga dengan kamu. kenapa kamu mencintai gadis gila yang sekarang menjadi buronan polisi itu? jangan-jangan kamu juga psikopat lagi. Hehe." Ujarnya sambil terkekeh. Tama yang semula menunduk langsung melotot ke arahnya. Semakin lama apa yang dikatakan Endro semakin ngelantur. Terlebih dia sekarang disaksikan oleh seluruh pengunjung cafe.

Tama benar-benar tidak berkutik. kalau dia tetap berada disitu. Endro akan semakin ngelantur. Bisa saja Endro berkata yang tidak-tidak. Dengan amarah yang masih membara, dia meninggalkan cafe itu dan kembali ke mobilnya.

Tangannya meremas rambutnya sendiri dan beralih memukul setir kemudi. Beberapa kali dia membuang nafas kasar. Sikap Endro tadi telah menyudutkan dirinya tanpa bisa membela diri. Dia tidak mau kalau sampai semua pengunjung cafe itu tahu tentang aib dari Raflina, yang tentu akan semakin menyusahkan gadis itu nantinya.

"Kamu kemana sayang." ujar Tama sambil memegang kepalanya. tiba-tiba dia tersadar sesuatu, apa mungkin Raflina kembali ke kampung halamannya.

***

Di desa Sekartaji.

Bu Lastri sedang menumbuk jamu tatkala terdengar suara ketukan pintu belakang . Wanita setengah baya itu tertegun. Dia pun beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju pintu belakang rumahnya. Samar-samar terdengar suara orang yang meminta tolong. Awalnya dia ragu untuk membukanya, selama bertahun-tahun tinggal dipinggir hutan, tidak pernah ada orang yang mengetuk-ketuk pintu rumahnya apalagi malam-malam seperti ini. tetapi insting kemanusiaannya seakan mengatakan untuk menolong orang itu. siapa tahu memang dia orang yang tersesat dihutan yang membutuhkan pertolongan

Dia membuka pintu itu secara pelan-pelan. tetapi anehnya, Dia tidak mendapati seseorang pun di sana, hanya kegelapan hutan yang meliputi pekarangan belakangnya itu.

Dia mengedikkan bahu lantas bergegas untuk menutup pintu kembali. Tetapi tiba-tiba pandangannya tertuju kepada sesuatu di depan pintu. Dia memicingkan matanya. Ternyata itu adalah sebuah karung hitam, dia lantas menngambilnya dan merogoh sesuatu yang ada di dalamnya.

"Uang." Ucapnya dengan dahi mengernyit saat melihat gepokan uang itu. dia mengapit uang itu di ketiaknya dan merogohnya lagi. Kali ini dia mendapati perhiasan mewah.

"Milik siapa ini? terus siapa yang mengetuk pintu rumahku tadi?" gumamnya. Berbagai pertanyaan timbul di kepalanya. siapa yang sengaja mengetuk pintu rumahnya dan meletakkan karung hitam itu di situ? Apa tujuannya?

Belum habis rasa herannya, tiba tiba ada segerombolan kerumunan warga yang melintas tepat di belakang rumah itu sambil membawa obor. Mereka melihat Bu Lastri yang sedang memegang kantong hitam berisi uang dan perhiasan itu.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C23
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login