Download App

Chapter 2: We are always together

Setelah enam tahun mereka berjibaku dalam dunia pendidikan pesantren, akhirnya kini mereka lulus menyandang alumni PP Al-Munawar, membuat mereka bernafas lega karena dapat menyelesaikan pendidikan dengan baik, dan kini waktunya bagi mereka untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi, seperti rencana semula mereka akan melanjutkan studi ke Mesir, di kampus idaman para mahasiswa muslim di seluruh dunia.

"Kalian disana hati-hati, harus saling menjaga satu sama lain, apapun yang terjadi harus selalu sama-sama." Kata Ranti ibu dari Aiz.

"Iya tante, kita pasti akan selalu bersama dan saling menjaga satu sama lain, kami berangkat dulu tante." Kata Hamdan sambil mencium Ibu Ranti.

"Mah, Arif berangkat ya, Mamah jaga kesehatan, doakan Arif dan teman-teman biar kami selalu sehat dan bisa belajar dengan baik."

"Pasti mamah doakan, semoga kalian sehat, dan cepat menyandang gelar sarjana, kalian harus saling mendukung satu sama lain, kalian mengerti?" Kata ibu Fatimah mamah dari Arif, dan dijawab anggukan mantab dari mereka berempat.

"Munir berangkat dulu bun, i love you... jangan kangenin Munir, tapi ingat selalu dalam doa bunda." Kata Munir pada Bunda Amanda.

"Dasar kamu, awas disana jangan selengekean, jangan kayak disini, hati-hati dinegeri orang." Kata ibu amanda memberi petuah.

Sedangkan Hamdan memang sudah berpamitan sejak dirumah pada kedua orang tuanya, Hamdan melarang orang tuanya untuk ikut mengantar karena sedang ada pengajian di pondok pesantren milik orang tuanya.

Akhirnya mereka berempat naik ke dalam pesawat untuk menuju ke Mesir. Selama di perjalanan seperti biasa mereka bercanda gurau bahkan tak jarang lelucon mereka yang tanpa sadar terdengar oleh orang di sekitar mereka, membuat orang lain ikut tersenyum dan geleng-geleng kepala dibuatnya, membuat perjalanan selama 13 jam 22 menit itu menjadi terasa singkat.

Cairo international airport, mereka sampai dengan selamat menjejakkan kaki di tanah Mesir, Mereka berempat kemudian mencari taksi untuk mengantarkan mereka ke El-Darb El-Ahmar yaitu Apartemen yang banyak di huni oleh Mahasiswa Muslim dari Indonesia.

"Alhamdulilah, sampai juga kita...ngomong-ngomong Flat kita lantai berapa?" Kata Aiz.

"Lah.. kan kamu waktu itu yang booking gimana sih?" Kata Munir.

"Ya.. iya.. aku cari dulu kwitansinya."

"Duduk situ dulu yuk... " Ajak Hamdan pada teman-temannya.

Mereka duduk di lobby apartemen, melepas penat setelah perjalanan, sambil menunggu Aiz mengambil kwitansi dan tanda booking dari dalam tasnya. Dan tak lama dia menemukan yang dia cari.

"Kalian bertiga, diapartemen nomor 305 dan aku di kamar nomor 306, lets go guys.." Mereka bergegas menuju lantai 10 apartemen tersebut, kemudian mencari nomor kamar mereka.

"Kamu berani sendirian iz?"

"Terus maksud kalian apa? Hah?!"

"Kagak cuma mau mastiin aja." Kata Arif asal.

Tanpa mereka bertiga ketahui sebenarnya Aiz tidak tinggal sendirian di kamar tersebut, tapi ada dua sahabatnya Nurul dan Hana yang juga ikut tinggal bersama dengan mereka, Nurul dan Hana berasal dari propinsi yang berbeda jadi mau tidak mau mereka tidak bisa berangkat bersama-sama.

Sampai dikamar Aiz langsung merebahkan tubuhnya di kasur, perjalanan yang begitu panjang membuat dia jetlag, hingga waktu sudah hampir tengah malam dia baru terbangun, itupun karena dia mendengar seseorang memencet bel kamarnya. Aiz memakai kerudungnya, dan segera membukakan pintu untuk tamu tengah malamnya.

"Astagfirullah, kalian malam-malam gini, ngapain ngetuk-ngetuk kamar orang?"

"Kita itu laper, emang kamu ga laper apa, dari tadi tidur mulu."

"Ya laper lah, ayok masuk kita belum banyak tahu daerah sini, aku masakin mie instan mau?"

"Mau banget." Kata mereka bertiga serempak, dan langsung nylonong masuk ke dalam apartemen Aiz.

Orang tua mereka memang sengaja menyiapkan apartemen yang mempunyai fasilitas lengkap, supaya mereka nyaman tinggal disana dan bisa belajar dengan baik.

"Iz, aku bantu ya." Hamdan menawarkan diri untuk membantu Aiz memasak mie instan, sedangkan Arif dan Munir duduk manis sambil menonton siaran tv yang letaknya tak begitu jauh dari dapur yang memang tanpa sekat atau menjadi satu ruangan dengan ruang tamu, ruang makan serta dapur, hanya kamar tidurlah yang mempunyai sekat, sedangkan kamar mandi terletak di masing-masing kamar tidur,

"Aiz, kamu kan sendirian ngapain cari apartemen yang ada dua kamar?"

"Emang kenapa?"

"Ya ga sih.. Pemborosan, ya ga nir?" Kata arif.

"siapa tahu orang tua kita datang, kan lumayan bisa nebeng di kamar Aiz, biar ga repot booking hotel."

"Bisa ae kamu dan... Tapi bener juga sih."

"Dasar otak medit." Ucap Aiz

Sedangkan ketiga temannya hanya menimpali dengan suara tawa penuh keceriaan.

Tak berapa lama mie instan telah tersaji di atas meja makan, mereka menikmati makanan tengah malam dengan penuh khidmat, tanpa bahwa memang mereka sedang kelaparan.

"Besok ke kampus jam berapa? kita belum daftar ulang lho.." Kata Hamdan sambil menyeruput kuah terakhir dari mangkuknya.

"Kalian bertiga si enak, lha aku kan beda fakultas sama kalian." Kata Arif

"Siapa suruh kamu milih jadi dokter, lagak-lagakan pula ikut kuliah kita di Mesir." Kata Munir.

"Terus, aku suruh sendirian gitu kuliah di Indo tanpa kalian, mana seru..."

"Ciye... emang setia kawan lo." Kata Hamdan.

"Kita berangkat jam delapan pagi gimana? setelah sarapan." Kata Aiz memberi ide pada teman-temannya.

"Boleh tuh, gimana kalau setelah itu kita jalan-jalan keliling sekitar, biar bisa tahu sana-sini."

"Oke setuju."

"Oe, Munir mau kemana kamu, beresin dulu nih.. kalian gantian cuci piring, kita berdua tadi udah masak."

"Iya bentar, takut amat sih aku tinggal kabur."

"Emang kamu biasanya kabur duluan kalo habis makan." Kata Aiz..

"Iya deh iya... Ayo rif kita cuci piring, biarkan mereka berdua istirohat." Kata Munir menirukan logat pesantren saat menyebutkan kata istirahat.

Persahabatan yang mereka jalin memang sangat erat, bahkan bukan hanya mereka yang bersahabat tapi semua orang tua mereka juga bersahabat, tempat tinggal merekapun tidak terlalu jauh, hanya berbeda blok saja.

Malam semakin larut Hamdan, Arif dan Munir kembali ke apartemen mereka setelah merasa kenyang, sedang Aiz sedang sibuk membalas chat dari kedua sahabatnya, betapa bahagia dia karena tidak hanya ada sahabat Biang keroknya yang belajar bersama dengan nya di negeri nan jauh ini, tapi kedua sahabat perempuannyapunikut serta. Ini akan menjadi kejutan besar untuk Arif dan Munir yang memang menaruh hati pada kedua sahabat perempuan Aiz yaitu Nurul dan Hana.

Dalam hati Aiz dia iri dengan keempat sahabatnya namun apa mau dikata, dia hanya mampu menaruh harapan cintanya pada bait-bait doa yang selalu ia lantunkan setelah selesai sholat fardhu, bahkan ketika sholat tahajud pun ia selalu menyebut nama Hamdan untuk menjadi takdir cintanya.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login