Download App

Chapter 11: Bos Narsis

Bima masuk ke dalam rumah dengan tubuh lesu, kejadian Sefia yang ketakutan, membuat Ia mencoba mengingat sesuatu tapi sekuat apa Ia mencoba tak juga bisa mengingatnya. Namun suara sefia yang memintanya untuk tidak pergi meninggalkannya mengingatkan Ia pada seseorang namun lagi – lagi Ia gagal untuk mengingatnya.

"Kamu baru pulang, Kak." Tegur Mama Sandra yang baru saja keluar dari kamar hendak mengambil minum ke dapur namun justru melihat putra kesayangannya berjalan gontai dari arah depan.

"Iya mah." Jawab Bima lemah.

Mama Sandra memicingkan matanya, sepertinya sang anak bujangnya sedang dalam kondisi yang tidak baik.

"Duduk dulu kak, Mama bikinkan minum." Ujar Mama Sandra yang diangguki oleh Bima yang langsung duduk di sofa ruang keluarga.

 

Tak berapa lama, Mama Sandra kembali dengan membawa dua minuman di tangannya, satu gelas berisi air putih dan satu lagi berisi coklat panas untuk Bima.

"Minumlah."

"Terima kasih, Ma."

"Kenapa baru pulang, ini sudah larut banget lho kak."

"Maaf Ma, tadi hujan deras terus banyak petir Sefia ketakutan. Dan memintaku untuk menemaninya sampai Ia tertidur."

 

"Sefia memang takut petir."

"Sepertinya mamah banyak tahu tentang Sefia." Selidik Bima sambil memicingkan matanya kea rah sang mama.

"Iyalah, mamah sangat mengenal dia, waktu mamah jalan sama dia dan diperjalanan kami terjebak hujan, dia langsung memeluk mamah sambil ketakutan, tubuh nya sampai gemetar, padahal kami di dalam mobil."

 

"Tapi bukan itu yang emmbuat Bima heran, tapi suaranya saat Ia mengatakan pada Bima 'Jangan pergi' Itu mengingatkan Bima pada sesuatu tapi apa dan di mana Bima sendiri tidak bisa mengingatnya.

 

Mama Sandra nampak terkejut, tapi Ia langsung menormalkan kembali raut wajahnya.

"Jangan diingat – ingat kalau memang kamu tidak ingat, mungkin itu sekedar dejavu saja, seolah kamu pernah merasakan atau melakukan sesuatu padahal sebenarnya tidak." Kilah sang mama.

Bima mengangguk – anggukkan kepalanya. "Mungkin seperti itu."

"Ya sudah sekarang kamu istirahat kih. Ini sudah malam lho! Takutnya besok kamu kesiangan."

"Iya deh Ma, kalau gitu Bima ke atas dulu."

"Ya, sayang."

"Oya Bima.."

Baru saja satu tangga yang Ia naiki Mama Sandra kembali telah memanggilnya.

"Ada apa, Ma?"

"Tadi Om Fahmi telpon mamah, katanya si Emon mau datang dari LA besok. Dia mau ikut kita ke Jogja. Dan Bisa ga kalau dia jadi asisten kamu aja."

"Ha! Emon? Jadi asisten Bima?"

Mama Sandra mengangguk, sedangkan Bima langsung menepuk keningnya.

"Kiamat nih!" Gumam Bima yang langsung kembali melangkah menuju ke kamarnya.

 

Mama Sandra menghela nafas, Ia sangat tahu pikiran apa yang sedang merasuki anaknya setelah Ia mengucapkan nama Emon. Ya sepupunya Bima yang selama ini tinggal di LA bersama orang tuanya.

 

___________________________________

 

Sinar surya menelisik dari celah jendela, suara burung berkicau yang saling bersahutan, menambah syahdu suasana pagi yang cerah setelah semalaman di guyur air hujan. Seorang gadis yang masih bergelung dengan selimut mulai mengerjapkan matanya.

"Ya Allah, sudah pagi rupanya." Kembali terbayang bagai mana semalam Bima memeluk nya erat dan entah mengapa Ia merasa nyaman berada di dalam pelukan laki – laki itu.

"Dasar bodoh! Bisa – bisa nya aku minta ditemani oleh laki – laki yang bahkan sebentar lagi akan menjadi milik orang, bahkan diriku pun sama."

Sefia menghela nafas panjang, "Lah! Kenapa juga aku jadi mikirin dia, lama – lama aku jadi ikutan sinting."

Sefia lalu bangkit dari ranjang lalu melangkah menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri sekaligus berwudhu untuk menjalankan kewajibannya sebagai umat muslim.

Jam menunjukkan pukul enam pagi, Sefia telah siap dengan pakaian kerjanya saat ketukan di pintu terdengar di kendang telingganya.

'Siapa pagi – pagi kemari?' Batin Sefia lalu melangkah menuju ke pintu depan.

"Assalamualaikum." Terlihat wajah tampan di hadapannya.

"Waalaikumsalam. Mas bos ada apa pagi – pagi kemari?"

Bima menghela nafas panjang, "Aku disuruh mamah anterin ini buat kamu." Bima menunjukkan paperbag yang Ia angkat tinggi – tinggi hingga di depan wajah Sefia.

"Kok mamah nya mas bos repot – repot sih? Jadi enak nih kebetulan lagi lapar dan belum punya sarapan." Sefia nyengir namun tidak untuk Bima, Ia memutar bola matanya malas, lalu tanpa di suruh masuk, Bima telah menerobos pintu yang sedikit terhalang oleh tubuh Sefia.

 

"Di mana tempat makannya?" Tanya Bima ketus.

Sefia menunjukkan ruangan di dalam rumahnya. Dengan cepat Bima langsung menuju ke ruangan itu dan duduk di meja makan.

Sefia dengan sigap mengeluarkan makanan dari sang mama bos untuk ia tata di atas meja.

"Mas Bos mau ikut sarapan juga?" Tanya Sefia tanpa rasa dosa apa lagi sungkan, Sifat aslinya dia memang tipe orang yang selalu 'Bodo amat' tak mau perduli dengan orang lain.

"Iya lah, memangnya kamu aja yang lapar, saya juga lapar."

Sefia lagi – lagi mengeluarkan jurusnyengir kuda andalannya, lalu menyiapkan piring dan sendok serta segelas air putih di hadapan Bima.

"Nasi rending. Mamanya mas bos memang selalu tahu apa yang saya suka. Wah ada nasi goreng juga nih, komplit amat mama bos ngirimin makanan."

"Nasi goreng itu punya saya." Ucap Bima lagi – lagi dengan nada ketus.

"Pagi – pagi udah marah – marah nanti rejekinya ilang lho mas bos, ini lho kayak saya senyum terus, pagi – pagi dapat rejeki."

Bima menatap Sefia, dalam hatinya tersenyum melihat bagai mana calon istrinya dengan wajah cerah menyiapkan sarapan untuk dirinya walau Ia bersikap ketus pada gadis itu.

"Selamat makan mas bos." Ucap Sefia dengan gaya centil.

"kalau gini aja kamu bisa senyum – senyum, coba aja kayak semalam? Pasti ngrengek nangisketakutan." Bima tertawa di sela memakan sarapannya, dan gini Sefia yang cemberut  sambil menatap bos nya itu.

"Jadi ingat belum ngucapin terima kasih, terima kasih mas bos udah nemenin saya semalam." Ucap Sefia sambil tersenyum manis.

"hm."

"Ngomong – ngomong mas bos pulang jam berapa semalam? Maaf saya tidak tahu."

"Sudah lewat tengah malam, karena saya juga ikut ketiduran di ruang tamu saat nemenin kamu."

"Di ruang tamu?" Sefia mengingat kejadian semalam. Lalu menepuk keningnya.

'Bodoh.' Rutuknya.

"Kenapa kamu?"

"Jadi? Yang bawa saya ke kamar itu mas bos?" Tanya Sefia sambil menunduk malu tiba – tiba saja selera makannya menjadi menurun drastic.

"Iya kenapa?"

"Caranya?"

"gendong kamulah, masa aku seret."

"gendong?"

"Hm"

"Ya Allah gusti…."

Bima memicingkan matanya.

"Kenapa memangnya?"

"Calon suami saya aja belum megang, masa mas bos udah megang saya duluan?"

Bima menganga mendengar jawaban gadis berjilbab di hadapannya ini.

"Katanya masih bingung mau nerima perjodohan itu apa tidak, sekarang Cuma aku pegang sedikit aja sok nyesel, lagian nih ya kapan lagi di gendong sama bos ganteng kaya saya nih! Belum tentu calon suami kamu seganteng aku." Ujar Bima sambil menaik turunkan kedua alisnya.

"Ya Allah Mas bos memang tidak hanya gila dan sinting tapi juga narsis tingkat gunung Himalaya."


CREATORS' THOUGHTS
Rindu_Ughi Rindu_Ughi

Maaf pembaca, berhubung laptop sedang di install jadi mungkin updates nya lambat... maaf keun..

Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C11
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login