Download App

Chapter 4: Dosa Terbesar Malik

"Turutin ajalah kalau kita masih mau jabatan petinggi Firma ini," ucap Akbar setelah keluar dari ruangan Malik Ibrahim.

Anggukan kepala lesu Suci berikan untuk menanggapi apa yang menjadi ucapan Akbar beberapa saat yang lalu.

"Gue ke Bu Ratna dulu buat nyuratin Ghea." Akbar mundur beberapa langkah untuk memberikan Suci jalan.

Bertahun-tahun tak mendengar curhatan Malik tentang Ghea, Akbar pikir perasaan itu sudah hilang, ternyata tidak. Ya, mungkin dari keadaan ini Akbar bisa memahami satu hal yaitu, apapun yang kita lihat belum tentu itu adalah kenyataan yang sebenarnya.

Keesokan harinya ….

Drrrt … Drrrt … Drrrt …

Gawai yang berada di atas meja kerja Suci berdering dengan sangat nyaring sehingga membuat sang empu terlonjak kaget karenanya.

"Siapa?" tanya Suci pada dirinya sendirinya karena orang yang kini sedang menelponnya itu tidak tersave nomornya di kontak milik Suci.

Sebelum panggilan itu berakhir Suci memutuskan untuk segera menjawabnya. Dengan sangat lincah akhirnya jari jemarinya yang lentik itu menggeser ikon hijau di gawainya.

"Halo," ucap Suci setelah sambungan teleponnya dengan orang itu terhubung dengan nada santai, tapi terbalut rasa penasaran yang cukup tinggi juga. Maklum ya, Suci Indah Lestari adalah tipikal orang yang memiliki tingkat keingintahuan yang sangat tinggi.

"Suci, ini aku Ghea." Suci akhirnya dapat bernapas lega seutuhnya saat dia tahu kalau orang yang menghubunginya itu adalah Ghea, sang pencuri hati milik Malik Bagaskara.

"Oh, iya Ghea, Ada apa Ghe? Surat dari Firma Hukum Bagaskara dan Rekan udah kamu terima, ya?" tanya Suci dengan nada sesantai mungkin.

"Ini kamu serius, Ci? Aku diberikan jabatan Partner Muda dan ada di satu team yang sama dengan Pak Malik?" tanya Ghea dengan nada yang sangat pelan. Sehingga Suci harus menajamkan telinganya setajam mungkin untuk agar bisa mendengarkan apa yang dikatakan oleh Ghea di seberang sana.

"Terus kamu maunya ditempatkan di mana, Ghe? Kamu mau dikasih jabatan OG aja?"

Ghea hanya bisa mengerucutkan bibirnya saat mendengar perkataan Suci yang terdengar nyeleneh tersebut.

"Ya, nggak gitu juga." Ghea sadar kalau dirinya bukanlah orang yang sepadan jika melawan Suci berdebat. Kemampuan bersilat lidah Ghea masih berada di bawah Suci.

"Kamu kenapa telepon aku?" tanya Suci dengan nada penuh selidik.

"Ci … kok aku nggak asing yah ama Pak Malik itu, ya? Dia orangnya seperti apa sih?" Alih-alih menjawab pertanyaan dari Suci, Ghea justru melontarkan tanya yang membuat Suci harus berpikir cukup keras.

"Kamu nggak tahu siapa Pak Malik?" tanya Suci dengan nada yang terdengar tidak mempercayai ucapan Ghea.

"Nggak …," jawab Ghea dengan amat polosnya.

Kalau dari nada bicaranya Suci bisalah mempercayai kalau apa yang dikatakan Ghea itu memanglah kenyataannya. Apalagi poros dunia Ghea hanyalah tertuju pada Haris, sepertinya Suci tak punya pilihan lain selain mempercayai apa yang terlontar dari mulut Ghea memang adalah kebenarannya.

Suci kemudian menarik sebelah garis bibirnya sehingga membentuk sebuah senyum durjana.

"Kamu datang saja besok, on time di kantor!"

Tut … Tut … Tut …

Tanpa pikir panjang lagi Suci lantas memutuskan secara sepihak sambungan teleponnya dengan Ghea.

Bersamaan dengan itu pintu ruangan Suci juga terbuka dengan sangat lebar menampilkan sosok Akbar yang berbalut kemeja dengan warna navy, dasi hitam yang menggantung di lehernya dan celana kain hitam yang membungkus kedua kaki jenjangnya.

"Lo abis telponan ama siapa?" tanya Akbar dengan kedua manik matanya yang memandang Suci dengan tatapan penuh selidik.

"Ghea," jawab dengan entengnya dan kembali membawa titik atensinya pada berkas-berkas yang sedang berjejer rapi di atas mejanya.

"Kok gue punya firasat yang nggak enak, ya," keluh Akbar sambil menghempaskan bokongnya di kursi yang berada tepat di hadapan meja kerja milik Suci. Kini kedua sahabat yang telah bersahabat sejak 10 tahun lamanya itu hanya bersekatkan meja kerja dengan kaca gelap.

Suci kemudian menutup berkas yang sedang dia kerjakan, lalu memfokuskan atensinya pada lelaki yang berada di depannya itu.

"Nggak enak kenapa? Mau BAB?" tanya Suci disertai dengan kekehan kecil. Jelas saja hal tersebut membuat Akbar membolakan kedua manik matanya dengan sangat sempurna dan rahang bawahnya terbuka dengan sangat lebar. Satu hal yang tak pernah berubah dari sahabatnya ini kalau Suci bukanlah orang yang bisa diajak serius ketika berbicara.

Ada saja hal yang bisa dia jadikan sebagai bahan untuk bercanda.

"Lo itu bukan itu cenayang, nggak usah bicara firasat, deh." Suci tampak memijat pangkal hidungnya karena mendengar omongan Akbar yang tak mendasar tersebut.

"Gue serius, Ci!" rengek Akbar dengan menampilkan tatapan puppy eyesnya. Tapi hal tersebut tidak akan membuat Suci luluh.

"Bagaimana kalau Kak Malik masih menaruh hati dengan Ghea?" tanya Akbar disertai dengan desahan napas kasar.

"Bagaimana kalau tidak?" tanya Suci dengan nada penuh tantangan.

"Ci, please deh kita diskusi dulu layaknya manusia normal," pinta Akbar dengan tegas. Sehingga Suci tidak punya pilihan lain, selain mematuhi apa yang menjadi keinginan sang atasan sekaligus sahabatnya itu.

"Bar … dengerin gue baik-baik. Tugas kita hanya memperingatkan Kak Malik agar dia sadar kalau sampai kapanpun dia tidak akan bisa memiliki Ghea."

"Memangnya dia mau mendengarkan kita?" Tampaknya semakin ke sini Akbar semakin tidak bisa mengendalikan akal sehatnya saja. Dan hal tersebut harus membuat Suci memutar keras otaknya agar Akbar mengerti dan segerakan meninggalkan dirinya.

"Kalau dia tidak mau mendengarkan kita dan tetap ingin merebut Ghea dari Kak Haris itu urusan dia dengan Allah. Yang akan menanggung dosanya adalah dia sendiri bukan kita." Jika sedang serius seperti ini damagenya Suci sungguh tak ada obatnya.

KREK~~~

Pintu ruangan Suci terbuka tanpa permisi terlebih dahulu. Tidak perlu bertanya siapa dalang dibalik itu semua itu tentu dia saja adalah pucuk pimpinan tertinggi Firma Hukum Bagaskara dan Rekan, Malik Bagaskara.

Bohong kalau Suci dan juga Akbar tak tahu apa yang membawa Malik datang ke ruangan Suci. Tentu saja angin yang membawa Malik repot-repot ke sini adalah angin bernama Ghea Laurensia.

"Aku sudah menghubungi, Ghea. Dia bilang kalau surat dari Firma Hukum Bagaskara dan Rekan sudah dia terima." Sebelum Malik bertanya, Suci terlebih dahulu menjelaskan pada atasannya itu kalau tugas yang dia bebankan pada Suci telah selesai dia kerjakan.

"Tapi, bukan itu yang ingin kakak bicarakan." Bantahan yang diberikan Malik sontak membuat Suci juga Akbar menatap orang yang masih berada di sisi kanan meja kerja sang empunya ruangan dengan menggaruk kening mereka yang tak gatal sama sekali.

Bersambung ....


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C4
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login