Download App

Chapter 3: 3 Cinema

Tentang hubungan yang meragukan. Nindya telah berkhianat pada Bobby. Dia jalan berdua dengan adik kelas bernama Issa. Nindya mengaku lebih bahagia ketimbang bersama Bobby. Entah apa definisi bahagia di mata Nindya hingga tercipta perbandingan lebih bahagia dari yang lain padahal mereka sesama manusia. Memang cinta pada masa SMA adalah cinta monyet tapi interaksi antar manusia dimulai sejak kecil. Hati mana yang tidak sakit jika terjadi penghianatan. Tanpa ada kata putus, Nindya sudah bersama adik kelas ditandai dengan bonceng sepeda motor pulang sekolah.

Nindya berdalih adik kelas itu cuma teman padahal berulang kali Bobby lewat depan rumah Nindya kalau si adik kelas itu seringkali mampir ke rumahnya. Gadis itu tidak bisa mengelak karena hobi punya banyak bukti yang cukup kuat.

Bobby sudah melupakan Nindya menghapusnya dari bagian hidup. Saat itulah Bobby bertemu dengan Anya di dekat rumahnya.

Sebuah pertemuan di depan masjid, Bobby melihat wajahnya yang sangat imut.

Pertemuan ini bukan pertama kali, Bobby yang kesulitan untuk kenalan dan ingin momen yang pas sudah mengatur semuanya agar bisa kenalan dengan Anya.

Renata menjadi penengah untuk mencarikan bahan obrolan.

"Nya, nonton, ke bioskop. Film apa sekarang?" pancing Renata berharap Bobby peka dan juga mau ikut nonton nantinya dia tidak akan datang agar Anya dan Bobby bisa pergi berdua.

"Kalau nggak salah filmnya horor," sahut Bobby.

"Nggak mau nonton horor, masa kita bayar buat ditakut-takutin?" sanggah Anya.

"Bukan ditakutin, horor termasuk salah satu genre cerita yang kalau kita cermati itu mengandung alur yang sudah ditentukan hingga dikemas dalam satu film. Pasti ada bumbu ketakutan karena memang temanya horor sama saja kayak film romantis pasti ada adegan romantisnya," ujar Bobby bijak.

Anya manggut-manggut, dengan polosnya dia mencerna apa yang Bobby katakan.

"Ada yang ngga horror? Masa satu studio cuma satu film?" ujar Renata menengahi.

"Bentar gue cek, ada nih, drama romantis judulnya The Only One," ujar Bobby sembari menyentuh layar HPnya ke atas. Terlihat di matanya ada poster film Amerika sepasang laki-laki dan perempuan yang sedang bertatapan dengan latar belakang semburat senja berwarna ungu.

Anya melongok ke layar handphone Bobby, dia juga melihat poster yang sama dan dalam sekejap dia tertarik menonton film karena poster yang menggambarkan cerita penuh kasih dan romantis.

"Mau nonton ini, kapan?" tanya Anya.

"Sekarang aja," kata Bobby tanpa mau membuang waktu.

Hari itu hari Selasa tepat tanggal merah di hari raya waisak. Mereka yang tidak merayakan mengambil waktu dan kesempatan untuk melakukan hal yang ingin mereka lakukan di hari sekolah.

Tepat pukul 10 pagi, mereka berangkat bertiga dengan taksi online. Mau tidak mau Renata harus ikut menemani sebelum melepas mereka benar-benar berdua.

Bobby duduk di sebelah sopir seperti mengawal dua cewek ini menuju ke tempat yang mereka mau.

Sesampainya di bioskop, Bobi yang memesan tiket nonton untuk 3 orang biar 2 cewek di depannya ini hanya duduk manis menjadi ratu.

"Ren, nanti gue gantiin duitnya Bobby ya nggak enak soalnya baru kenal," bisik Anya ketika melihat punggung Bobby yang sedang membeli tiket dan popcorn serta minumannya.

"Udah, nonton dulu yang penting sekarang kita bisa masuk bioskop," ujar Renata menenangkan. Anya terlihat gelisah karena dia hanya membawa 1 lembar uang warna biru di dompetnya dengan kartu ATM yang belum terisi. Masa iya dia pinjam duit Renata hanya untuk menebus uang nonton dan popcorn dari Bobby?

Tiga tiket film The Only One sudah di tangan dan mereka masuk tepat saat gerbang studio 2 terbuka. Mereka duduk di bagian tengah tepat di posisi pojok alasannya agar tidak ada penonton lain yang melewati mereka saat baru datang atau ke toilet.

Posisi Anya duduk di tengah antara Renata dan Bobby. Entah sengaja atau bukan posisi popcorn tetap dipegang oleh Anya. Begitu Ia mau mengembalikan ke Bobby tapi Bobby pura-pura cuek. Dia fokus melihat layar smartphone dan pura-pura membalas chat padahal tidak ada satupun chatting masuk ke handphone-nya.

Sudahlah Anya menunggu waktu yang tepat untuk mengembalikan popcorn. Dia mencoba fokus untuk menonton film yang dibuka dengan adegan prolog tabrakan mobil. Sebuah adegan yang cukup mencuri perhatian dan membuatnya fokus untuk menonton film sampai lupa pada popcorn di tangannya. Mau menawarkan pada Renata juga tidak bisa karena Renata juga memegang popcorn caramel di tangannya.

Selang waktu kira-kira 10 menit, Bobby mulai mengantuk dan sulit membuka matanya. Dia memang sering begadang karena main game atau hanya menonton YouTube cerita kriminal. AC yang dingin juga membuatnya mengantuk. Dia sudah tidak peduli dengan popcorn ataupun soda yang sudah dia pesan yang penting dia ada kesempatan untuk tidur.

Tuk!

Tanpa sadar kepala Bobby jatuh ke bahu Anya. Sedetik kemudian dia bereaksi tapi tidak tega melihat mobil yang sedang tertidur pulas. Mungkin karena filmnya memiliki alur yang lambat juga cerita yang romantis sehingga tidak membuat adrenalinnya terpacu.

"Ren, sepupu lo tidur."

Bisik Anya hanya membuat Renata tertawa kecil, dia sudah tahu rencana busuk sepupunya yang mengajak Anya nonton hanya untuk modus.

"Kalau Bobby tidur mau dijorokin kepalanya ke tembok aja dia enggak akan bangun," kata Renata. Anya jadi salah tingkah mendadak dia menjadi sandaran Bobby. Sempat ada pikiran di benaknya bahwa di bioskop adalah tempat modus laki-laki. Pernah dia mendengar cerita kalau kencan pertama di bioskop paling tidak berakhir dengan memegang popcorn bersama-sama atau ciuman. Namun ini tidak, malah dirinya yang jadi sandaran. Mau bergerak ke kanan dan ke kiri juga Bobby tetap tidur pulas.

"Ren, gimana nih?" tanya Anya gelisah.

"Jorokin aja palanya ke pojok," tukas Renata. Namun Anya masih merasa sungkan.

Alur film yang mulai menunjukkan greget dari cerita, sayang sekali harus dilewatkan oleh Anya karena Bobby yang sejak tadi tidur di bahunya. Jangankan makan popcorn, mau menoleh saja sudah terasa pegal.

"Nya, ajegile, film romantis banget, alurnya memang terasa lambat di awal tapi mulai dari tengah ke belakang mulai terasa jelas ceritanya," komentar Renata sementara Anya hanya meringis karena Bobby tak kunjung bangun dari bahunya.

"Ren, Bobby," adu Anya. Renata mulai geregetan karena film yang sudah Mencapai klimaks malah tidak bisa dinikmati karena ulah sepupunya yang memalukan.

"Lepasin aja! Kita tuker duduk!" tegas Renata. Anya menuruti perkataan itu tanpa peduli kepala Bobby yang mulai oleng selalu jatuh ke lengan Renata yang sudah bertukar tempat dengan Anya.

"Bob!" seru Renata dengan keras sehingga cukup mengganggu penonton yang lain. Tak berhasil dengan suara, tangan Renata memukul kepala Bobby.

"Asem!" seru Bobby kaget.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login